Pengangkatan Honorer Jadi Pegawai Pemerintah Lewat Seleksi
RUU ASN

Pengangkatan Honorer Jadi Pegawai Pemerintah Lewat Seleksi

Karena UU ASN memiliki semangat sistem merit yakni kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan kualifikasi, kompetensi dan kinerja yang diberlakukans secara adil dan wajar tanpa diskriminasi.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

“Demikian sebaliknya karena yang dilihat kompetensinya,” katanya.

Sementara Ketua Umum Federasi Pekerja Pelayanan Publik Indonesia (FPPPI), Alfonsius Matly berpandangan, tenaga honorer yang terdapat di instansi pemerintah memiliki dua kekhahwatiran yang kerap menghantui sepanjang ketidakpastian statusnya. Pertama, khawatir gaji per bulan tak dibayarkan. Kedua, diberhentikan sepihak alias dipecat.

Atas dua kekhawatiran itulah tenaga honorer rela melakukan apapun yang diperintahkan dalam melakukan tugas apapun. Menurutnya, perlu kepastian status tenaga honorer untuk menjadi pegawai pemerintah dengan harapan tenaga honorer dapat diangkat menjadi ASN.

“Selama ini, sepanjang hidup kami, kami bekerja di bawah naungan pemerintah apapun yang diperintahkan oleh pegawai pejabat ASN tetap kami lakukan. Yang tidak kami lakukan cuma satu, jalan ke liang kubur. Karena kami tahu kalau kami ke sana akan mati. Jadi kami honorer sudah sangat menderita,” katanya.

Anggota Komisi II DPR Wahyu Sanjaya mengatakan persoalan pengangkatan tenaga honorer menjadi PPPK di daerah amat krusial. Pasalnya terdapat tarik menarik kewenangan pemerintah pusat dan daerah. Soal tes pengangkatan tenaga honorer kategori K2 menjadi PPPK di daerah tak sama kemampuan dan latar belakang pendidikannya. Sementara tes pengangkatannya diberlakukan sama secara nasional.

Dia membandingkan tenaga honorer di Indonesia Timur, seperti Papua, bakal kalah bersaing dengan tenaga honorer di Jawa yang memiliki kemampuan dan latar belakang pendidikan memadai. Sebab, setiap kabupaten, kota dan provinsi memilki perbedaan indeks pembangunan manusia. “Bagaimana mungkin kita membuat tes yang berlaku nasional dengan tingkat pendidikan yang berbeda. Itu jadi persoalan,” ujar politisi Partai Demokrat itu.

Seperti diketahui, tenaga honorer K2, honornya bukan dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Berbeda halnya dengan tenaga honorer K1 yang honornya dibiayai dari APBN/APBD.

Usul pimpinan ORI pejabat negara

Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Mohammad Najih mengatakan selain mengatur soal status ASN maupun tenaga honorer K1 dan K2, revisi UU ASN diharapkan mengatur pula status pejabat negara terkait kedudukan pimpinan ORI sebagai pejabat negara. Baginya, fungsi, tugas dan kewenangan ORI yang cukup luas belum dapat dimaksimalkan. Sebab, kerapkali terbentur budaya hierarki birokrasi serta posisi protokoler ORI yang kurang mendapat perhatian.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait