Pengangguran Terbuka Turun, Tapi di 3 Provinsi Ini Masih Tinggi
Berita

Pengangguran Terbuka Turun, Tapi di 3 Provinsi Ini Masih Tinggi

Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan tingkat pengangguran antara lain melakukan pembinaan hubungan industrial dan pengawasan ketenagakerjaan.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Kegiatan salah satu BLK. Foto: disnakertrans.bantenprov.go.id
Kegiatan salah satu BLK. Foto: disnakertrans.bantenprov.go.id

Menurunkan jumlah pengangguran menjadi salah satu pekerjaan rumah (PR) yang harus dituntaskan pemerintah. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Bambang S. Brodjonegoro, mengatakan lapangan kerja tahun 2018 meningkat 2,99 juta dibandingkan 2017. Jumlah pengangguran turun 40 ribu orang sehingga tingkat pengangguran terbuka ikut turun menjadi 5,34 persen.

Dalam materi yang disampaikan di kegiatan jumpa pers bertema Pengurangan Pengangguran, Jakarta, Kamis (8/11), itu Bambang menyebut jika pertumbuhan ekonomi mencapai target Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2019 (5,2-5,6 persen) tingkat pengangguran terbuka bisa ditekan sampai 4,8-5,2 persen. “Lapangan kerja formal diharapkan menyerap angkatan kerja berpendidikan SMA ke atas di sektor bernilai tambah tinggi,” katanya.

Bambang menjelaskan turunnya tingkat pengangguran terbuka per Agustus 2018 lebih tinggi 0,04 poin di atas target RKP 2018 sebesar 5,0–5,3 persen. Sementara tahun depan tingkat pengangguran terbuka ditargetkan 4,8-5,2 persen.

(Baca juga: Pemerintah Kaji 5 Isu Ini Sebelum Menerbitkan Tunjangan Pengangguran).

Mengenai penciptaan lapangan kerja, Bambang menyebut periode 2016-2018 mampu menghasilkan kesempatan kerja baru untuk 9,38 juta orang dengan rincian tahun 2016 (3,59 juta), 2017 (2,61 juta), dan 2018 (2,99 juta). Penciptaan lapangan kerja tahun 2015 sebesar 0,19 juta lebih rendah disebabkan beberapa hal seperti pelemahan nilai tukar Rp terhadap dolar Amerika Serikat (AS$) berdampak pada impor bahan baku sehingga berpengaruh pada sektor industri. Kemudian, pengurangan jumlah pekerja yang besar dari sektor pertanian (beralih ke jasa.

Wilayah dengan tingkat pengangguran terbuka tertinggi adalah Maluku (7,72 persen), Banten (8,52) dan Jawa Barat (8,17). Bambang mengatakan ekonomi Maluku selama triwulan III tumbuh 6,34 persen ditopang sektor jasa administrasi pemerintahan dan jasa keuangan (penyerap lapangan kerja tertinggi, setelah pertanian). Tingkat pengangguran terbuka di kota lebih tinggi ketimbang desa.

Untuk Banten, Bambang menjelaskan ekonomi Banten triwulan III tumbuh 5,89 persen dengan kontribusi sektor industri manufaktur yang besar. Sektor ini menarik banyak pendatang dengan keterampilan tidak sesuai kebutuhan industri. Kendala lain adalah tingginya upah minimum.

Dalam konteks perekonomi Jawa Barat triwulan III tumbuh 5,2 persen, kontribusi terbesar dari sektor informasi dan komunikasi, real estate, akomodasi, makan dan minum. Penciptaan lapangan kerja juga tumbuh di sektor ini termasuk di sektor transportasi. Tingkat pengangguran terbuka di desa meningkat 1,22 poin sebaliknya di kota turun 0,49 poin karena lapangan usaha banyak berkembang di kota.

Dalam materi yang disampaikan Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri, mengatakan tingkat Pengangguran di perkotaan selalu lebih tinggi dibandingkan desa, tapi trennya secara umum relatif menurun. Begitu pula tingkat pengangguran terbuka lulusan SMK jumlahnya terus turun pada periode 2015-2018.

Mengutip hasil kajian Lembaga Demografi FEB Universitas Indonesia tahun 2017, Hanif menjelaskan ada sejumlah hal yang menyebabkan lulusan SMK menganggur. Antara lain, tidak semua SMK memiliki kualitas yang sama dan mampu menghasilkan lulusan dengan kompetensi memadai. Perempuan lulusan SMK mendapat pekerjaan lebih cepat dibandingkan pria karena perempuan mau bekerja di sektor apapun, sedangkan pria memiliki orientasi bekerja di sektor formal.

Dari kajian itu sekitar 39 persen jebolan SMK baru menemukan pekerjaan setelah 1-3 bulan lulus sekolah dan 21 persen butuh waktu lebih dari 6 bulan. Penyebabnya yakni bidang studi tidak sesuai, informasi pasar kerja dan akses pelatihan kerja terbatas. “Keahlian lulusan SMK tidak sesuai kebutuhan industri,” ujar Hanif.

Guna mengatasi masalah pengangguran, Hanif menyebut Kementerian Ketenagakerjaan sedikitnya melakukan 4 hal. Pertama, dari sisi supply harus dilaksanakan pelatihan vokasi termasuk pemagangan, ini penting untuk mengatasi masalah miss-match. Kedua, memperkuat mekanisme penempatan seperti bursa kerja, dan perluasan kesempatan kerja. Ketiga, pembinaan hubungan industrial dan pengawasan ketenagakerjaan untuk menciptakan iklim hubungan industrial yang harmonis. Keempat, penyederhanaan perizinan ketenagakerjaan.

(Baca juga: Pemerintah Diminta Terbitkan Kebijakan untuk Kurangi Ketimpangan Sosial).

Sekjen OPSI, Timboel Siregar, berpendapat turunnya tingkat pengangguran terbuka menjadi 5,34 persen per Agustus 2018 patut diapresiasi sebagai bentuk pemenuhan janji Presiden Joko Widodo untuk menciptakan 10 juta lapangan kerja dalam 5 tahun periode pemerintahannya. Menurutnya hal ini berkaitan dengan pembangunan infrastruktur dan bergulirnya dana desa.

Kendati secara kuantitatif tingkat pengangguran terbuka mengalami penurunan, tapi Timboel menekankan secara kualitatif pemerintah perlu menggenjot peningkatan lapangan kerja sektor formal. “Selama ini penurunan tingkat pengangguran terbukaa dikontribusi secara signifikan oleh pembukaan lapangan kerja yang sifatnya ad hoc seperti pembangunan infrastruktur,” katanya saat dihubungi, Selasa (13/11).

Tak ketinggalan Timboel mendesak pemerintah untuk lebih serius menerapkan pendidikan dan pelatihan vokasi. Hal itu patut dilakukan mengingat SDM yang ada sekarang mayoritas lulusan SD dan SMP sehingga keterampilannya belum mampu memenuhi kebutuhan industri.

Tags:

Berita Terkait