Terdapat pengaturan mengenai keterlambatan pengembalian pembayaran oleh pengembang kepada pembeli, namun sayang tidak ada ketentuan denda jika pembeli terlambat bayar. Hal ini terlihat tidak adil untuk pengembang.
Pasal 9:
|
Kemudian, Eddy juga menyoroti mengenai PPJB harus dibuat dalam bentuk akta notaris. Padahal di dalam UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, tidak disebutkan secara eksplisit bahwa PPJB harus dibuat dalam akta notaris. Selain itu, UU No.20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (Rusun) juga tidak mewajibkan dibuat dalam akta notaris, tapi dibuat di hadapan Notaris yang memungkinkan penandatanganan PPJB di bawah tangan namun dilegalisasi oleh Notaris.
(Baca: Regulasi dan Harapan Baru Bagi Pemilik Rumah Susun)
Mengingat UU Perumahan dan UU Rusun juga mengatur mengenai PPJB untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), maka PPJB bawah tangan yang dilegalisasi di hadapan Notaris menjadi sangat relevan untuk menjamin biaya transaksi yang murah.
“Salah satu syarat sah perjanjian adalah causa yang halal. Causa suatu perjanjian dianggap terlarang jika dilarang oleh undang-undang, kesusilaan baik, atau ketertiban umum. Sedangkan, Permen PPJB adalah peraturan perundang-undangan di bawah UU Perumahan dan UU Rusun,” imbuhnya.
Kemudian terkait kewajiban pelaku pembangunan memelihara Rumah paling singkat 3 bulan sejak ditandatangani Berita Acara Serah Terima (BAST). Hal ini dinilai bertentangan dengan PP No.14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman. Kewajiban pengembang dalam PP 14/2016 terkait kewajiban pelaku usaha memelihara rumah dilakukan setelah selesai pembangunan sampai sebelum diserahterimakan, bukan setelah diserahterimakan.
Permen PPJB juga mengandung materi muatan di mana wajib mengatur tentang waktu serah terima bangunan dengan melengkapi dokumen BAST dan akta jual beli atau sertifikat hak milik/sertifikat hak milik sarusun/sertifikat kepemilikan bangunan gedung sarusun.