Pengamat Ini Nilai Kebijakan Tapera Berisiko Hilangkan Lapangan Pekerjaan
Terbaru

Pengamat Ini Nilai Kebijakan Tapera Berisiko Hilangkan Lapangan Pekerjaan

Di tengah pelemahan ekonomi dan daya beli masyarakat, potongan gaji untuk Tapera sangat memberatkan pekerja.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Pengamat Ini Nilai Kebijakan Tapera Berisiko Hilangkan Lapangan Pekerjaan
Hukumonline

Rencana memberlakukan iuran tabungan perumahan rakyat menuai kritik publik luas. Alasannya, iuran tapera tersebut semakin memberatkan masyarakat karena terjadinya pemotongan penghasilan. Di sisi lain, rencana tersebut juga mendapat penolakan dari dunia usaha karena harus menanggung sebagian dari iuran tersebut.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai kebijakan tersebut memberatkan pekerja karena iuran kepesertaannya cukup besar dengan penghitungan persentase dari gaji atau upah. Dia menjelaskan  jika pekerja berpendapatan di atas upah minimum maka setiap bulan gajinya dipotong 2,5 persen.

"Di tengah pelemahan ekonomi dan daya beli masyarakat, tentu potongan tersebut sangat memberatkan. Wajar terdapat penolakan dari dunia usaha hingga asosiasi driver ojek online," jelas Bhima.

Bhima melanjutkan efek paling signifikan terlihat pada pengurangan tenaga kerja, di mana kebijakan ini dapat menyebabkan hilangnya 466,83 ribu pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan iuran wajib Tapera berdampak negatif pada lapangan kerja, karena terjadi pengurangan konsumsi dan investasi oleh perusahaan. Meskipun ada sedikit peningkatan dalam penerimaan negara bersih sebesar Rp 20 miliar, jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan kerugian ekonomi yang terjadi di sektor-sektor lain.

Baca Juga:

Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda menyampaikan pihaknya sebagai lembaga riset ekonomi dan kebijakan publik meluncurkan Policy Brief berjudul “Tapera untuk Siapa? Menghitung Untung Rugi Kebijakan Tapera”. Dalam kajian tersebut, pihaknya menemukan kebijakan Tapera berdasarkan hasil simulasi ekonomi justru menyebabkan penurunan PDB sebesar Rp 1,21 triliun, yang menunjukkan dampak negatif pada keseluruhan output ekonomi nasional. 

“Perhitungan menggunakan model Input-Output juga menunjukkan surplus keuntungan dunia usaha turut mengalami penurunan sebesar Rp1,03 triliun dan pendapatan pekerja turut terdampak, dengan kontraksi sebesar Rp200 miliar, yang berarti daya beli masyarakat juga berkurang dan menurunkan permintaan berbagai jenis sektor usaha,” kata Huda.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait