Pengakuan NUG oleh ASEAN Pintu Masuk Akhiri Konflik di Myanmar
Utama

Pengakuan NUG oleh ASEAN Pintu Masuk Akhiri Konflik di Myanmar

Sebagai upaya membuka ruang dialog antara pihak junta militer dan Pemerintah Persatuan Myanmar (National Unity Government/NUG) menuju kesepakatan damai.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Ketua Misi Pencari Fakta International Independen Dewan HAM PBB di Myanmar, Marzuki Darusman saat webinar bertajuk 'Encouraging ASEAN Community to Promote Peace in Myanmar', Kamis (17/6/2021). Foto: RES
Ketua Misi Pencari Fakta International Independen Dewan HAM PBB di Myanmar, Marzuki Darusman saat webinar bertajuk 'Encouraging ASEAN Community to Promote Peace in Myanmar', Kamis (17/6/2021). Foto: RES

Kudeta militer yang terjadi di Myanmar Februari 2021 lalu menyebabkan negara itu mengalami krisis atau konflik berkepanjangan yang masih berlangsung hingga saat ini. Seperti dikabarkan sejumlah media, bentrokan kerap terjadi antara aparat junta militer dengan kelompok pro demokrasi di Myanmar.  

Ketua Misi Pencari Fakta International Independen Dewan HAM PBB di Myanmar Marzuki Darusman mengingatkan ASEAN harus mendorong terwujudnya perdamaian di Myanmar. Dalam pertemuan ASEAN di Jakarta April 2021 lalu, disepakati ada 5 poin konsensus untuk menyelesaikan persoalan di Myanmar.

Pertama, kekerasan harus segera dihentikan dan semua pihak harus menahan diri. Kedua, segera memulai dialog antara semua pihak untuk mencari solusi damai demi kepentingan rakyat. Ketiga, utusan khusus ketua ASEAN akan memfasilitasi mediasi proses dialog. Keempat, ASEAN akan memberikan bantuan kemanusiaan. Kelima, utusan khusus dan delgasi akan mengunjungi Myanmar untuk bertemu semua pihak terkait.

Menurut Marzuki, satu-satunya cara yang harus ditempuh untuk menyelesaikan krisis di Myanmar yakni melalui dialog. Tapi sebelum dialog itu digelar para pihak harus diakui keberadaan baik junta militer dan Pemerintah Persatuan Myanmar (National Unity Government/NUG).

“Masyarakat internasional dan kawasan (PBB dan ASEAN, red) harus mempertimbangkan untuk mengundang NUG dalam posisi yang sama untuk berdialog. ASEAN secara bertahap perlu mengakui NUG sebagai pemerintahan yang mendapat legitimasi rakyat Myanmar,” kata Marzuki Darusman dalam webinar yang diselenggarakan Hukumonline bertajuk ”Encouraging ASEAN Community to Promote Peace in Myanmar", Kamis (17/6/2021).  (Baca Juga: 5 Poin Konsensus ASEAN, Solusi Atasi Krisis di Myanmar)  

Jika ASEAN tidak bisa mewujudkan dialog tersebut, Marzuki menyarankan negara-negara anggota ASEAN bisa melakukan inisiatif untuk melakukannya. Setidaknya ada 2 negara ASEAN yang berpotensi mengupayakan penyelesaian melalui jalur dialogi yakni Indonesia dan Thailand. Melalui dialog diharapkan dapat mengakhiri kebuntuan dalam penyelesaian krisis di Myanmar secara damai.

Selain itu beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk melemahkan kekuatan junta militer yakni melalui embargo senjata dan menghentikan pasokan finansial militer atau thatmadaw di Myanmar. Kudeta militer di Myanmar, menurut Marzuki merupakan serangan langsung terhadap demokrasi di kawasan ASEAN. “Jika ASEAN mengakui keberadaan NUG, maka akan mempengaruhi cara junta militer untuk berperilaku. Karena junta militer Myanmar bersandar pada dukungan ASEAN,” kata Marzuki.

Kekerasan makin meningkat

Koordinator The Alternative ASEAN Network on Burma Federasi Internasional untuk Hak Asasi Manusia (FIDH), Debbie Stothard, mencatat setelah junta militer menghadiri KTT ASEAN di Jakarta April 2021 lalu kekerasan yang dilakukan militer terhadap masyarakat pro demokrasi makin meningkat. Padahal, salah satu dari 5 poin konsensus ASEAN yakni kekerasan harus segera dihentikan dan semua pihak harus menahan diri. Bahkan, ada serangan udara yang dilakukan militer terhadap masyarakat sipil.

“Ada 68 serangan udara sepekan setelah pertemuan KTT ASEAN di Jakarta,” ujarnya.

Pandemi Covid-19 menambah penderitaan yang dialami rakyat Myanmar. Debbie mengatakan Kepala Lembaga Tanggap Covid-19 Myanmar ditangkap pihak militer karena dituduh memberontak. Masyarakat yang melakukan pembangkangan sipil dituding sebagai teroris dan perusuh. Hampir seluruh petugas kesehatan pemerintah Myanmar bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil, sehingga banyak RS pemerintah yang tutup karena kekurangan petugas.

Untuk meredakan krisis Myanmar, Debbie meminta ASEAN perlu melibatkan Dewan Keamanan PBB untuk melakukan beberapa tindakan, seperti embargo senjata. Komunitas internasional juga perlu secara tegas mendukung posisi NUG karena anggotanya terdiri dari beragam latar belakang dan menggandeng berbagai kelompok etnis di Myanmar.

Hukumonline.com

Debbie Stothard, Khin Ohmar, Wongpun Amarinthewa. 

Tantangan Asia Tenggara

Editorial Staff of The101.world, Wongpun Amarinthewa, melihat persoalan yang dihadapi Myanmar merupakan tantangan yang dihadapi kawasan Asia Tenggara yakni kuatnya otoritarianisme dan kemunduran demokrasi. Mengutip indeks demokrasi Asia Tenggara periode 2016-2020 menunjukan hampir seluruh negara di Asia Tenggara mengalami kemunduran demokrasi, kecuali Malaysia dan Thailand karena menghadapi pemilu. Pada periode yang sama indeks kebebasan juga turun.

Indikasi lain yang memperkuat bangkitnya otoritarianisme di Asia Tenggara, menurut Wong dapat dilihat dari beberapa peristiwa misalnya kudeta militer di Thailand (2014); terpilihnya Presiden Duterte (2016) di Filipina yang didukung sayap kanan; konsolidasi kekuasaan Hun Sen di Kambodja (2018); dan kudeta militer di Myanmar (2021). Bangkitnya otoritarianisme itu menggugah kalangan pemuda di ASEAN untuk merespon kemunduran demokrasi.

Misalnya rakyat Myanmar melakukan pembangkangan sipil karena tidak melihat masa depan yang cerah di bawah rezim junta militer saat ini. Tuntutan yang sama juga disuarakan masyarakat Thailand kepada pemerintahnya, dan berbagai protes serta demonstrasi dilakukan kalangan pemuda di Filipina dan Indonesia. Dia melihat kemenangan junta militer terhadap rakyat Myanmar akan berdampak buruk terhadap kawasan Asia Tenggara.

Wong khawatir cara itu akan ditiru pemimpin negara Asia Tenggara lain untuk diterapkan di negaranya dan semakin memperkokoh otoritarianisme. Sebaliknya, jika rakyat Myanmar berhasil menumbangkan junta militer, gerakan demokrasi akan lebih kuat di kawasan Asia Tenggara. “Ini alasan kenapa pemuda di Asia Tenggara harus saling bekerja sama dan mendukung gerakan masyarakat sipil di Myanmar. Semua cara harus dilakukan untuk mendukung rakyat Myanmar, misalnya menggunakan media sosial dan mengabarkan apa yang terjadi di Myanmar,” imbuhnya.

Tags:

Berita Terkait