Pengadilan Tolak Eksepsi Absolut YKCI
Berita

Pengadilan Tolak Eksepsi Absolut YKCI

Gugatan perusahaan label tidak dikualifikasi sebagai gugatan pelanggaran hak cipta, melainkan perbuatan melawan hukum, hakim menolak eksepsi kompetensi absolut yang diajukan YKCI.

IHW
Bacaan 2 Menit
Pengadilan Tolak Eksepsi Absolut YKCI
Hukumonline

 

Mahendradatta, kuasa hukum YKCI yang dihubungi melalui telepon kepada hukumonline mengaku kecewa dengan putusan sela hakim itu. Karena ke depannya dikhawatirkan ketika ada perkara-perkara pelanggaran hak cipta, bisa diswitch  sedemikian rupa seolah-olah menjadi perkara PMH (perbuatan melawan hukum, red) sehingga bisa diadili di pengadilan umum, cetus Mahendradatta.

 

Kondisi tersebut, lanjut Mahendradatta, bisa sangat membahayakan dunia 'hak cipta' khususnya dan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) pada umumnya. Karena hingga saat ini, sosialisasi mengenai hak cipta maupun HKI belum menyebar secara utuh dan meluas, sambungnya.

 

Terhadap pertimbangan hakim yang sependapat dengan penggugat yang menyatakan bahwa gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum, Mahendradatta menjelaskan, Hakim seharusnya lebih jeli melihat perkara ini. Kalau begitu, dimana letak kekhususan perkara pelanggaran hak cipta? Ini yang harus dipertimbangkan hakim.

 

Seputar hak terkait dan 'Perkara 84'

Hakim dalam bagian lain pertimbangan hukumnya menyepakati dalil perusahaan label yang menyatakan gugatan ini tidak ada hubungannya dengan Perkara No 84/Hak Cipta/2006/PN Niaga Jkt.Pst ('Perkara 84') antara YKCI melawan Telkomsel, dimana saat itu perusahaan label mengajukan gugatan intervensi. Yang dipermasalahkan dalam perkara ini adalah mengenai hak terkait, sedangkan dalam perkara  No 84/Hak Cipta/2006/PN Niaga Jkt.Pst yang menjadi persoalan adalah tentang hak cipta.

 

Mengenai pertimbangan hakim tersebut, Mahendradatta cukup kaget mendengarnya. Lho, bagaimana bisa hakim memisahkan masalah hak terkait dari rezim hak cipta?  Saya berani jamin, tidak ada satu pun peraturan perundang-undangan lain yang mengatur hak terkait itu kecuali undang-undang hak cipta. Dengan demikian jelas bahwa hakim ternyata tidak menguasai mengenai masalah hak cipta, tuturnya.

 

Sedangkan mengenai dalil YKCI seperti terdapat dalam eksepsinya yang menyatakan bahwa gugatan ini masih memiliki keterkaitan dengan 'Perkara 84', hakim tidak sependapat. Eksepsi tersebut ternyata bukanlah masuk kedalam  kelompok eksepsi mengenai kompetensi absolut. Sehingga akan dibuktikan lebih lanjut dalam pokok perkara nanti.

 

Ajukan gugatan intervensi

Pada kesempatan yang sama, Mahendradatta menyatakan akan mengajukan banding atas putusan sela ini. Nanti akan kami sertakan dalam putusan akhir. Yang jelas kami akan sampaikan keberatan kami terhadap putusan hakim ini, tegasnya.

 

Sedangkan dalam jangka waktu dekat, tambah Mahendradatta, beberapa pencipta yang tergabung di dalam YKCi akan mengajukan gugatan intervensi. Baik perusahaan label maupun YKCI dalam perkara ini sebenarnya saling merebutkan hak orang lain, yaitu hak pencipta. Lantas sudah seharusnya si  pemegang hak itu diberikan ruang untuk mempertahankan haknya.

 

Mengomentari rencana gugatan intervensi tersebut,  Sumedi, kuasa hukum penggugat menyatakan keberatannya jika kuasa hukum YKCI juga sekaligus bertindak sebagai kuasa hukum pencipta lagu yang akan menjadi intervenient. Karena sangat mungkin terjadi konflik kepentingan, Sumedi memberikan alasan. Sedangkan mengenai putusan sela, Sumedi mengaku cukup puas. Kami menerima putusan (sela) hakim. Hakim sudah membuat keputusan yang tepat, karena yang menjadi pokok dari gugatan kami bukanlah pelanggaran hak ciptanya, melainkan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tergugat, pungkasnya.

 

Kali ini perusahaan rekaman (label) beruntung. Jika dulu gugatan intervensinya kepada Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) tidak diterima oleh hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, maka saat ini gugatannya kepada YKCI di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan diloloskan  hakim.

 

Dalam persidangan yang digelar di PN Jakarta Selatan Selasa (17/7) kemarin, majelis hakim dalam putusan selanya menolak eksepsi kompetensi absolut yang diajukan oleh YKCI. Dengan demikian, hakim menyatakan berwenang memeriksa dan mengadili perkara gugatan perusahaan label terhadap YKCI.

 

Majelis hakim dipimpin Sulthoni berpendapat bahwa eksepsi tergugat yang menyatakan bahwa Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan tidak berwenang memeriksa perkara aquo haruslah ditolak. Dalam pertimbangan, hakim berdalih alasan penggugat mengajukan gugatan adalah perbuatan melawan hukum, bukan pelanggaran hak cipta.

 

Lebih lanjut pertimbangan majelis hakim mengacu pada gugatan perusahaan label dimana dinyatakan bahwa bentuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan YKCI adalah tindakan mengaku-ngaku sebagai pemegang hak cipta, hak mengumumkan (performing right) karya cipta yang termuat dalam master rekaman (sound recorder). Padahal dalam gugatannya, penggugatlah yang mengaku sebagai pemegang master rekaman, imbuhnya.

 

Tidak hanya itu. Berdasarkan jawaban atas eksepsi perusahaan label,  perbuatan melawan hukum yang dilakukan YKCI adalah tindakan menagih atau memungut royalti atas pengumuman lagu yang bukan miliknya. Lagu tersebut, menurut penggugat, merupakan karya rekaman suara atau master rekaman milik penggugat. Oleh karena gugatan aquo adalah didasarkan pada perbuatan melawan hukum dan bukan pelanggaran hak cipta, maka gugatan aquo adalah bukan merupakan kewenangan pengadilan niaga, melainkan kewenangan pengadilan umum, dalam hal ini adalah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tegas Sulthoni.

Tags: