Pengadilan Tinggi India Tolak Permohonan Pembatalan Perintah Penembakan Harimau
Terbaru

Pengadilan Tinggi India Tolak Permohonan Pembatalan Perintah Penembakan Harimau

Pihak pengadilan telah mengetahui latar belakang terbitnya perintah pemerintah yang mengizinkan penembakan terhadap harimau yang dituding pemakan manusia itu dari berbagai laporan. Pada akhirnya permohonan dibatalkan dan mengenakan biaya kepada pemohon.

Ferinda K Fachri
Bacaan 2 Menit
Pengadilan Tinggi Kerala, India. Foto: www. janamtv.com
Pengadilan Tinggi Kerala, India. Foto: www. janamtv.com

Seperti dilansir NDTV, Pengadilan Tinggi Kerala, India, menolak permohonan dari Komite Etika Satwa dan Alam yang berupaya membatalkan perintah pemerintah yang mengizinkan penembakan terhadap harimau yang membunuh seorang pria berusia 36 tahun di Wayanad. Sebaliknya, pengadilan mendesak pemohon untuk menahan diri dari tindakan yang mencari publisitas. Bahkan, pengadilan menjatuhkan denda sebesar Rs 25.000 (sekitar Rp 4,6 juta).

“Mengingat perintah yang menurut kami merupakan perintah yang beralasan, kami berpendapat gugatan kepentingan umum ini diajukan hanya dengan motif yang diketahui oleh pemohon. Kami menolak permohonan ini dengan biaya sebesar Rs 25.000. disetorkan ke Bantuan Hukum dalam jangka waktu dua minggu terhitung sejak hari ini,” ungkap pihak Pengadilan Tinggi Kerala dikutip dari The News Minute, Kamis (14/12/2023) lalu.

Pasca kejadian, Mathrubhuni mengabarkan D Jayaprasad selaku Kepala Konservator Hutan dan Kepala Penjaga Satwa Liar mengeluarkan perintah yang mengarahkan Kepala Konservator Hutan di Lingkaran Utara, Kannur, untuk menegaskan bahwa hewan yang membunuh manusia adalah sama sebelum operasi dimulai. Melalui perintah yang diberikan, dituntut tindakan segera untuk menjebak atau membius hewan tersebut sesuai norma Otoritas Konservasi Harimau Nasional.

Akan tetapi mengingat warga Vakeri, Prajeesh, yang menjadi korban dengan setengah badannya dimakan kemudian ditemukan sekitar 500 meter dari kawasan hutan pada Sabtu (9/12/2023). Ia diduga terseret harimau saat hendak mengambil rumput untuk ternaknya. Penduduk setempat menuduh harimau tersebut adalah pemakan manusia dan menuntut pihak berwenang untuk menembak dan membunuh harimau bersangkutan.

Pada akhirnya penduduk setempat bersikeras mempergunakan senjata dan petugas kehutanan mengambil tindakan untuk menangkap harimau dan mengeluarkan perintah yang menyatakan jika hewan tersebut tidak dapat ditangkap atau dibius, dan hewan tersebut ditetapkan sebagai pemakan manusia. Hewan itu harus dibunuh berdasarkan Pasal 11 (1) (a) UU Perlindungan Satwa Liar tahun 1972 dengan catatan kepatuhan yang ketat terhadap ketentuan dan pedoman National Tiger Conservation Authority (NCTA). Mengingat bahayanya bagi kehidupan manusia di wilayah sekitar.

Kebijakan itu menuai kritik dari NGO Animal and Nature Ethics Community (ANEC) atau Komunitas Etika Hewan dan Alam, sehingga mengajukan permohonan ke pengadilan. Namun pihak pengadilan telah mengetahui latar belakang dari terbitnya perintah pemerintah yang mengizinkan penembakan terhadap harimau itu melalui berbagai laporan. Pada akhirnya permohonan dibatalkan dan mengenakan biaya kepada pemohon.

Sebagai informasi, Republic World memberitakan dalam operasinya harimau tersebut berada pada observasi ketat di bawah pantauan 25 kamera dan 2 kandang disiapkan. Pihak Kementerian Perhutanan telah meminta masyarakat untuk bersikap kooperatif dengan tindakan yang dilaksanakan pihak petugas. Setidaknya terdapat 5 tim patrol, penembak, dan dokter di area sekitar telah diturunkan.

Menteri Perhutanan A. K. Saseendran mengapresiasi terhadap putusan Pengadilan Tinggi yang menyatakan petisi yang diberi permohonan tersebut tampaknya diajukan lebih untuk tontonan umum dibandingkan untuk kepentingan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, organisasi pemohon ANEC sekarang harus membayar biaya sebesar Rs 25.000 sebagai gantinya.

Tags:

Berita Terkait