Pengadilan HAM Paniai Momentum Mengkaji Ulang Efektivitas UU Pengadilan HAM
Terbaru

Pengadilan HAM Paniai Momentum Mengkaji Ulang Efektivitas UU Pengadilan HAM

Pengadilan kasus Paniai harus mampu memberikan keadilan bagi korban. Jika berjalan dengan baik dan fair, semestinya pengadilan ini bisa menjadi modal untuk mewujudkan perdamaian di Papua.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

Elvira juga menyampaikan, para akademisi harus terlibat dalam realitas sosial politik di masyarakat. “Pemikiran tersebut penting sebagai bentuk tanggung jawab serta tugas seorang akademisi terhadap keberpihakan pada kemanusiaan,” imbuhnya.

Sebelumnya, kalangan masyarakat sipil memberikan sejumlah catatan terhadap proses penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat Paniai. Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti mengatakan antara lain kalangan masyarakat sipil tidak dilibatkan dalam proses penyelidikan dan penyidikan.

Fatia menyebut Pasal 21 UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM mengatur Jaksa Agung dapat mengangkat penyidik ad hoc yang terdiri atas unsur pemerintah dan/atau masyarakat. Absennya masyarakat sipil dalam proses penyidikan membuat prosesnya menjadi tertutup, sehingga yang ditetapkan hanya 1 tersangka.

Akibatnya, muncul ketidakpercayaan dari keluarga korban atas proses penegakan hukum yang berjalan. Menurut Fatia, tidak mungkin kasus pelanggaran HAM berat hanya dilakukan 1 orang. Proses penegakan hukum harusnya menyeluruh sampai meminta keterangan pimpinan tertinggi Polri dan TNI ketika peristiwa Paniai terjadi tahun 2014.

“Penegakan kasus pelanggaran HAM berat Paniai ini formalitas karena yang jadi tersangka hanya 1 orang. Pelanggaran HAM berat ini terkesan seperti kasus pidana biasa karena tersangkanya cuma 1 orang,” kata Fatia dalam diskusi publik bertema “Pelindungan untuk Saksi di Pengadilan HAM Peristiwa Paniai” beberapa waktu lalu.

Tags:

Berita Terkait