Reputasi Rp5 Miliar
Majelis berpandangan, kerugian immateriil yang didalilkan Tommy akibat perbuatan beritikad jahat Bulog adalah masuk akal. Sebab, gugatan Bulog terhadap Tommy telah memerosotkan kredibilitas dan reputasi Tommy sebagai pengusaha di hadapan mitra-mitra bisnis baik tingkat nasional maupun internasional. Bilangan Rp5 Miliar dianggap Majelis sebanding dengan kerugian immateriil yang diderita Tommy seseuai status dan kedudukan sosial di mata masyarakat.
Kerugian immateriil didasarkan publikasi Penggugat atas kasus ruislag tersebut di media massa. Nilai gugatan immateriil Tommy ini hanya seperduapuluh dari nilai taksiran kerugian materiil yang diderita Gubernur Kepulauan Riau Ismeth Abdullah akibat pemberitaan Tabloid Investigasi. Uniknya, Majelis sama sekali tidak menilik bantahan Bulog bahwa gugatan perkara pencemaran nama baik melalui siaran media massa tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban kepada narasumber pemberitaan.
Padahal dalam beberapa putusan yang disodorkan JPN sebagai bukti tambahan, hakim di PN Jakarta Selatan hampir selalu mengedepankan penggunaan hak jawab untuk menyelesaikan sengketa pers. Bahkan narasumber tidak bisa disentuh sama sekali dengan adanya hak tolak dari perusahaan pers.
Usai sidang, Kuasa Hukum Bulog dari Tim JPN yang diwakili Maria Bernadetha dan Cahyaning Nuratih belum mau memberikan komentar. Seperti biasa, mereka hanya berujar, Kami menghormati putusan Pengadilan. Untuk rencana banding, kata Maria, Harus kami konsultasikan dulu dengan klien kami.
Lain halnya Asfifuddin. Kuasa Hukum Bulog di luar tim JPN itu mengaku kecewa dengan putusan hakim. Menurutnya putusan ini bisa berakibat munculnya ketakutan negara atau seseorang untuk menggugat kerugian yang ditimbulkan orang-orang berpengaruh alias memiliki kedudukan dalam status sosial di masyarakat. Untuk mengikis efek buruk itu, ia berencana untuk mengajukan banding.
Ia juga mengaku terkejut dengan pertimbangan hakim yang malah menghukum Bulog membayar kerugian immateriil atas dasar Tommy seorang pengusaha bereputasi nasional dan internasional. Memangnya kenapa kalau pengusaha terkenal. Di depan hukum, alasan seperti itu sama sekali tidak relevan, cetus Asfifuddin. Lagipula, tambahnya, Itu tidak rasional. Darimana angka 5 miliar. Itu kan seperti orang mengkhayal".