Pengadaan Barang dan Jasa Dominasi Kasus Korupsi di 2013
Berita

Pengadaan Barang dan Jasa Dominasi Kasus Korupsi di 2013

Tidak hanya membuat aturan, pemerintah diminta melakukan pengawasan mulai proses pembukaan hingga pengumuman pemenang tender.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Pengadaan Barang dan Jasa Dominasi Kasus Korupsi di 2013
Hukumonline
Tindak pidana korupsi sepanjang 2013 masih didominasi sektor Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ). Modus suap dalam rangka memenangkan tender proyek kerap terjadi. Bahkan, para kalangan pejabat selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) kerap terseret menjadi tersangka akibat adanya kongkalikong dalam pemenangan proyek yang nilainya miliaran rupiah.

Koordinator Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun, mengatakan di era tahun politik, kasus PBJ diprediksi akan meningkat dengan berbagai modus. Ia berharap pemerintah berkomitmen dalam pemberantasan korupsi dengan meningkatkan pemerintahan yang bersih.

“Ke depan ini tidak akan berubah kalau pemerintah tidak serius memperbaiki mekanisme proses PBJ. Apalagi tren perkara korupsi 2014 akan meningkat karena akan salin melaporkan,” ujarnya di Jakarta, Selasa (7/14).

Merujuk pada hasil pantauan ICW, perkara korupsi di Indonesia pada semeter I 2013 ada 293 kasus. Sedangkan semester II sebanyak 267 kasus. Menurut Tama, 114 kasus diantaranya terkait PBJ dengan tersangka berjumlah  314 orang.

“Bisa dikatakan sepanjang 2013 kasus korupsi didominasi pengadaan barang dan jasa,” katanya.

Berdasarkan kajian ICW,  pelaku kasus korupsi PBJ berasal dari berbagai kalangan. Mulai kalangan swasta selaku rekanan, kepala dinas, bupati, dan kepala daerah seperti Gubernur. Kasus pengadaan alat kesehatan di Banten, misalnya.

Dalam upaya pencegahan korupsi di sektor PBJ, pemerintah diminta esktra ketat. Pemerintah diminta tidak hanya membuat aturan, tetapi melakukan pengawasan mulai proses pembukaan tender hingga pengumuman pemenang tender sebuah proyek. Maklum, proyek pemerintah menggunakan anggaran negara.

 “Persiapan apa yang perlu dilakukan pemerintah selain aturan dan penegakan hukum. Soal monitoring internal pemerintah, ekternal, dan masyarakat harus diperkuat,” katanya.

Wakil Koodinator ICW Agus Sunaryanto menambahkan, sejumlah kasus korupsi yang tercatat di ICW masih dalam tingkat penyidikan di Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan, dan Kepolisian. Agus berpendapat dalam rangka mencegah dan menutup celah korupsi di PBJ, harus dilakukan mekanisme berbasis online via internet.

“Karena dengan mekanisme konvensional masih terjadi markup, dan pertemuan para pihak,” katanya.

Menurutnya, dengan via internet akan menghindari pertemuan antara peserta tender dengan Kuasa Pengguna Anggaran. Sistem pengadaan barang dan jasa berbasis elektronik sejatinya menghapus batas teritorial. Dengan begitu, Agus melanjutkan, peserta tender dari berbagai provinsi maupun kabupaten kota manapun di Indonesia dapat ikut serta.

Menurutnya, jika peserta tender dalam suatu proyek sedikit, dimonopoli oleh peserta dari satu wilayah atau peserta sama dalam setiap tender, maka patut diduga terjadinya koupsi. “Maka tender elektronik itu patut dicurgai direkayasa atau sistem arisan,” katanya.

Agus khawatir aparat penegak hukum dalam penanganan kasus korupsi PBJ hanya menjerat kelas bawah dan menengah. Sedangkan kelas atas masih dapat lepas dari jeratan. Ia berpendapat, parlemen memiliki hak penentuan anggaran. Makanya bukan tidak mungkin parlemen dapat melakukan intervensi terhadap proyek tertentu.
“Saya khawatir hanya menjerat kelas teri dan tidak menjerat kelas atas. Kalau di parlemen punya hak budget, saya curiga korupsi tidak hanya di birokrasi, tapi juga politisi. Saya curiga mereka punya kewenangan proyek mana yang harus dilaksanakan dan dimenangkan,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait