Pengacara Tomy Winata: Ada Keanehan dalam Pemberitaan Tempo
Berita

Pengacara Tomy Winata: Ada Keanehan dalam Pemberitaan Tempo

Pengacara Tomy Winata, Desmond J. Mahesa, membeberkan beberapa hal yang ia nilai sebagai keanehan terkait dengan pemberitaan Majalah Mingguan Berita (MBM) Tempo. Menurutnya, berbagai keanehan itulah yang mendorong Tempo untuk melakukan politisasi terhadap dua hal yang dituduhkan kepada kliennya, proposal renovasi Pasar Tanah Abang dan menyuruh preman menyerang kantor Tempo.

Amr
Bacaan 2 Menit

Sebelumnya, Fredrik J. Pinakunary, salah seorang anggota tim kuasa hukum Tempo, mengemukakan bahwa sejauh ini memang belum ada upaya ke arah perdamaian. Apalagi, dalam pernyataan bersama antara Pimred Tempo dengan perwakilan massa yang menyerang kantor Tempo. Telah disepakati bahwa kedua belah pihak akan menempuh jalur hukum.

"Mereka kirim somasi supaya kami minta maaf. Sejauh ini, klien kami belum ada niatan untuk minta maaf sehubungan dengan pemberitaan itu. Kalau bicara soal damai, perlu ada tindakan dari kedua belah pihak. Sejauh ini, belum ada pembicaraan ke arah sana," ungkap Fredrik ketika dihubungi hukumonline.

Masyarakat harus melawan

Pada kesempatan lain, aktivis Koalisi untuk Kebebasan Informasi Mas Ahmad Santosa sangat menyesalkan penyerangan massa Tomy Winata terhadap Tempo. Ia menilai penyerangan terhadap pers sama dengan penyerangan terhadap satu tulang punggung dari pemerintahan yang terbuka. Menurutnya, seluruh unsur masyarakat harus melawan ketika hal itu terjadi.

"Kalau pers sendiri sekarang sudah dikooptasi oleh kekuatan-kekuatan yang tidak menginginkan keterbukaan, itu berbahaya menurut saya. Dan kasus Tempo kemarin merupakan suatu contoh konkret betapa perjuangan kita untuk menciptakan pemerintahan terbuka itu sangat berat. Dan kita harus lawan itu," tegasnya kepada wartawan.

Hal senada juga dikemukakan Rudy Satrio. Pakar hukum pidana Fakultas Hukum universitas Indonesia menyarankan agar Tempo tidak menempuh upaya perdamaian dengan pihak Tomy Winata. Karena ia khawatir, kasus yang serupa akan menimpa media-media lain.

"Begitu mengibarkan bendera putih, maka akan muncul kasus-kasus yang serupa. Orang boleh luka dan barang boleh rusak. Tapi yang saya lihat, kejadian itu adalah suatu penyerangan terhadap kebebasan berpendapat dan kebebasan pers," komentar Rudy kepada hukumonline.

 

Tags: