Pengacara Syahril Anggap PK Oleh Jaksa Tidak Sah
Berita

Pengacara Syahril Anggap PK Oleh Jaksa Tidak Sah

Perdebatan apakah jaksa berhak mengajukan PK atau tidak kembali mencuat dalam perkara ini. Batasan pengajuan PK dalam KUHAP dianggap limitatif.

Mon
Bacaan 2 Menit

 

Mahkamah Konsitusi dalam putusannya No. 16/PUU-VI/2008 menyatakan hal senada. Dalam putusan judisial review atas pasal Pasal 23 ayat (1) UU No. 4/2004 itu, Mahkamah Konstitusi menyatakan hakim pidana harus tundur dan menerapkan aturan yang khusus untuk peninjauan kembali, yaitu KUHAP.

 

Mahkamah Agung dalam putusan No. 84/PK/Pid/2006 menyatakan pihak yang boleh mengajukan PK telah diatur secara tegas dan limitatif dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP. Yakni terpidana atau ahli warisnya. Jika aturan itu dilanggar maka akan melanggar keadilan dan kepastian hukum. Jadi, peninjauan kembali yang diajukan jaksa harus dinyatakan tidak dapat diterima.

 

Lagipula, Syahril Sabirin lolos dari hukuman lantaran Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutuskan Syahril bebas segala dakwaan (vrijspraak). Artinya, unsur-unsur pasal dakwaan tidak ada yang terbukti. Sementara dalam KUHAP disebutkan peninjauan kembali bisa diajukan jika suatu dakwaan terbukti namun tidak dituntut hukuman. 

 

Melanggar HAM

Kuasa hukum menilai pengajuan peninjauan kembali terhadap Syahril bertentangan dengan HAM. Sebab falsafah peninjauan kembali adalah perlindungan hak azasi terdakwa untuk memperoleh kepastian hukum yang adil dari proses hukum yang dihadapinya. Proses persidangan dari pengadilan negeri, tinggi dan Mahkamah Agung dinilai cukup buat jaksa untuk membuktikan kesalahan terdakwa.

 

Yurisprudensi yang dipakai jaksa dalam permohonannya tidak bisa dijadikan acuan. Kuasa hukum berpendapat hukum acara Indonesia tidak menganut azas stare decisis (preseden). Azas itu hanya dianut dalam sistem hukum common law (kebiasaan) bukan civil law (mengacu ke undang-undang). Hukum acara pidana juga tidak bisa ditafsirkan secara bebas. Hal itu untuk melindungi hak-hak tersangka atau terdakwa.

 

Tags: