Pengacara Setnov Akui Libatkan Mantan Hakim Agung Sebagai Associate
Utama

Pengacara Setnov Akui Libatkan Mantan Hakim Agung Sebagai Associate

Mantan hakim agung yang menjadi rekan di kantor hukum bukan persoalan, kecuali hakim agung aktif.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi. Foto: RES
Pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi. Foto: RES

Beberapa bulan terakhir, nama Ketua DPR Setya Novanto dan kuasa hukumnya Fredrich Yunadi menjadi sorotan publik lantaran “bertempur” dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penanganan dugaan kasus korupsi KTP elektronik (e-KTP). Sebab, Fredrich disebut tengah bermain “akrobat” hukum, mulai mangkirnya dari sejumlah pemanggilan KPK, melaporkan pimpinan KPK ke Mabes Polri, mengajukan judicial review UU KPK, hingga kembali mengajukan praperadilan.

 

Tindakan itu dinilai sebagian pihak sebagai alasan untuk mengulur-ngulur proses hukum. Akibatnya, belum lama ini, sejumlah advokat yang tergabung dalam Perhimpunan Advokat Pembela KPK (PAP-KPK) "menyerang" Setya Novanto dan Fredrich dengan melaporkan keduanya ke KPK atas dugaan tindak pidana menghalang-halangi proses penyidikan kasus e-KTP sebagaimana diancam Pasal 21 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.  

 

Hari ini, Kamis (16/11), sejumlah advokat yang tergabung dalam Forum Advokat Anti Mafia Peradilan Indonesia (FAAMPI) pun melaporkan kantor hukum Yunadi & Associates ke Mahkamah Agung (MA). Firma hukum yang didirikan sejak 1994 ini diduga menjadikan hakim agung dan hakim tinggi sebagai rekan di kantor hukum Fredrich Yunadi. Laporan itu didasarkan temuan dalam situs resmi www.yunadi.com       

 

Di laman itu disebutkan kantor hukum Yunadi & Associates didukung 12 pengacara, 25 hakim MA, pengadilan tinggi, ahli-ahli hukum sebagai associates atau rekan. Bagi FAAMPI menjadikan hakim agung dan hakim tinggi sebagai rekan (associates) dalam sebuah law firm bentuk tindakan memperdagangkan pengaruh untuk memenangkan perkara dengan cara tidak terpuji.

 

“Kantor Hukum Yunadi & Associate ini merupakan kuasa hukum dari Setya Novanto (SN). Tercatat di websitenya kantor hukum ini memiliki beberapa partners yang didukung 12 pengacara, 25 hakim MA, pengadilan tinggi, polisi, dan ahli-ahli hukum sebagai rekan,” ujar Koordinator FAAMPI Erick S. Paat usai melayangkan surat permohonan audiensi dengan Ketua MA, di Gedung MA Jakarta, Kamis (16/11/2017).

 

Erick menuturkan surat permohonan audiensi dengan Ketua MA ini untuk meminta klarifikasi mengenai hakim agung dan hakim tinggi menjadi rekan di kantor hukum Yunadi & Associates itu. “Apakah benar ada 25 hakim MA, hakim tinggi yang dilibatkan menjadi rekan? Nantinya, kita juga akan tanya ke Ketua MA, siapa saja 25 hakim agung tersebut, yang hampir setengah dari jumlah seluruh hakim agung di MA,” ujarnya. (Baca juga: Ketua MA Janji Tindak Tegas Hakim Bermasalah)

 

Apabila benar adanya, Erick menyayangkan sikap kantor hukum tersebut apabila hakim agung/hakim tinggi termasuk petinggi kepolisian dibawa-bawa hanya untuk meninggikan nilai jual sebuah kantor hukum. “Ini benar-benar sangat merendahkan harkat dan martabat hakim agung sebagai penegak hukum,” kata dia.

 

“Apa maksudnya ini? Apakah seluruh instansi penegak hukum mau ditarik dalam kasus perkara SN? Karena kantor hukum ini kan sedang menangani perkara SN. Bisa saja publik menghubung-hubungkan kemenangan kantor hukum ini dalam praperadilan SN karena adanya KKN dengan lembaga peradilan,” tudingnya.

 

Karena itu, pihaknya menduga keras Yunadi & Associates melakukan praktik “memperdagangkan pengaruh” hakim-hakim MA dan hakim tinggi sebagai salah satu modus memperkuat jaringan KKN. Padahal, UU MA, UU Kekuasaan Kehakiman dan UU Polri melarang rangkap jabatan sebagai penasihat hukum atau usaha lain yang menimbulkan conflict of interest.

 

Dia menyebut Pasal 10 UU No. 3 Tahun 2009 tentang MA menyebutkan hakim agung dilarang merangkap sebagai wali atau pengampu, penasihat hukum, pengusaha. “FAAMPI mendesak Ketua MA melakukan pemeriksaan khusus. Apakah benar ada hakim agung menjadi rekan di kantor hukum Yunadi &  Associates?” pintanya.

 

Namun, setelah ditelusuri website yang bersangkutan, terdapat informasi profil kantor hukum Yunadi & Associates dua versi bahasa Inggris dan bahasa Indonesia yang berbeda. Versi bahasa Inggris tertulis "didukung 25 mantan hakim agung….”. Sedangkan versi bahasa Indonesia tertulis "didukung 25 hakim agung..”.

 

Hukumonline.com

Profil kantor hukum Yunadi & Associates, sebelah kiri versi Indonesia dan sebelah kanan versi Inggris.

 

Saat dikonfirmasi, Managing Partner Yunadi & Associates, Fredrich Yunadi mengakui ada perbedaan antara profil kantor versi bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Dalam versi bahasa Inggris jelas tertulis “25 ex supreme court judge...”. Sementara versi bahasa Indonesia tertulis “25 hakim MA...”

 

“Itu editan orang lain saja yang tidak punya kerjaan dan makelar semua itu,” ujar Fredrich saat dihubungi Hukumonline.

 

Dia sendiri membantah selama ini melibatkan hakim agung atau hakim tinggi yang masih aktif. Namun, dia mengakui ada mantan hakim agung yang menjadi rekan di kantor hukumnya. Tetapi, dia enggan menyebutkan berapa orang dan siapa saja mantan hakim agung yang menjadi associate?  

 

“Saya tekankan sekali lagi, semua mantan hakim agung, hakim tinggi, dan polisi. (Lagipula) Kan tidak mungkin kalau hakim agung (yang masih aktif),” katanya.

 

Terpisah, Juru Bicara MA Suhadi mempersilakan apabila FAAMI ingin beraudiesi dengan Ketua MA. “Ya, silakan saja. Itu terserah Ketua MA, apakah ingin menerima atau tidak?” ujar Suhadi saat dihubungi.  

 

Dia meminta apabila benar ada nama-nama hakim agung sebagai rekan di kantor hukum Fredrich Yunadi laporkan saja ke Badan Pengawasan MA. Selain itu, harus jelas keterlibatan hakim agung itu dalam konteks apa? “Ya sebutkan saja, siapa 25 hakim agung itu? Kemudian, laporkan ke Badan Pengawasan MA,” ujar Suhadi.

 

“Kalau hanya kenal saja, semua orang di Indoensia ini bisa saja kenal dengan hakim agung itu. Karena itu, perlu dicari tahu dulu dalam konteks apa mencantumkan para hakim agung di profil kantor hukum tertentu?”

 

Namun, apabila yang dicantumkan merupakan mantan hakim agung bukan persoalan karena statusnya sudah bebas tugas dari hakim agung alias pensiun. Artinya, dia sudah menjadi masyarakat biasa. “Silakan saja (kalau hakim agung) menjadi pengacara atau pengajar, yang tidak diperbolehkan jika melakukan tindak pidana saja,” katanya.

 

Komisi Yudisial (KY) sendiri sebenarnya sudah menyikapi isu ini melalui rapat pimpinan. Juru Bicara KY Farid Wajdi mengatakan Biro Advokasi KY tengah menelusuri ada atau tidaknya pelanggaran etik soal informasi yang beredar soal itu. Namun, menurutnya hakim agung dilarang rangkap jabatan dalam konteks ini sebagai penasihat hukum atau pengacara.   

 

“Kalau ditanya hakim agung boleh atau tidak turut serta dalam kantor hukum tertentu, sudah jelas tidak. Hakim itu normatif tidak boleh berpihak kepada siapapun dan harus netral. Tetapi kalau mantan hakim agung, ya boleh karena statusnya sudah bebas dan tidak ada kaitan lagi dengan lembaga MA," katanya.

Tags:

Berita Terkait