Soal jenjang karir, LBH juga menerapkannya dalam profesi pengacara publik ini. Mereka yang sudah mengabdi selama dua tahun disebut pengacara publik muda. Sedangkan yang sudah empat tahun menyandang predikan pengacara publik madya. “Pengacara publik utama setelah delapan tahun.”
Selama menjalani profesinya, para pengacara publik ini terikat dengan kode etik. Mereka, misalnya, dilarang memberi bantuan hukum komersil atau menerima uang dari klien. “Kalau dilanggar, sanksinya keras.”
Meski secara finansial profesi ini tak langsung membikin dompet gemuk, Erna menuturkan adanya kemudahan bagi pengacara publik untuk menggaet beasiswa pendidikan di luar negeri.
Terakhir, untuk menjaga proses regenerasi dan kaderisasi, LBH memberi batas waktu bagi pengacara publik untuk berkiprah. “Mereka yang sudah delapan tahun harus keluar dari LBH.”
Setelah keluar dari LBH, pengacara publik bebas memilih profesi yang diinginkan. Apakah akan membuat LSM serupa LBH, membuat kantor hukum yang berorientasi profit atau profesi lainnya. Yang pasti, sudah banyak tokoh hukum ‘produk’ LBH. Mulai dari Artidjo Alkostar, Abdul Hakim Garuda Nusantara, Todung Mulya Lubis, Luhut Pangaribuan, Bambang Widjojanto, Irianto Subiakto atau Taufik Basari.