Pengacara Parpol Ikut Berkibar di Ruang Sidang
Lawyer Pilkada 2015:

Pengacara Parpol Ikut Berkibar di Ruang Sidang

Bantuan hukum dari parpol untuk penanganan perkara sengketa pilkada bersifat probono. Paslon yang tak lewat partai menunjuk pengacara khusus.

AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Gedung Mahkamah Konstitusi tempat para advokat beradu argumentasi. Foto: SGP/HOL
Gedung Mahkamah Konstitusi tempat para advokat beradu argumentasi. Foto: SGP/HOL
Sebagian besar pasangan calon (paslon) kepala daerah yang berlaga di pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2015 diusung partai politik (parpol) atau gabungan parpol. Hingga batas waktu yang ditetapkan ada 147 permohonan penyelesaian sengketa yang masuk register. Belakangan, beberapa permohonan dicabut.

Berdasarkan penelusuran hukumonline, tak kurang dari 1.040 kuasa yang diberikan kepada pengacara di berbagai kota di Indonesia untuk mewakili para pihak dalam penyelesaian sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi. Sebagian paslon terpaksa harus merogok kocek lebih dalam untuk membayar pengacara atau menyewa lawyer dari firma-firma hukum yang ada. Jasa hukum yang diberikan advokat profesional lazimnya berbayar.

Setidaknya ada 82 firma hukum yang berkibar dalam proses penyelesaian sengketa pilkada 2015. Beberapa firma hukum menangani banyak perkara.  Ihza & Ihza Law Firm, misalnya, menangani 9 kasus sengketa pilkada yang 7 diantaranya sebagai lawyer Pihak Terkait. Firma hukum Alfonso & Partners menangani sekitar 11 kasus, dan 9 diantaranya sebagai lawyer Pihak Terkait. Rudy Alfonso, pendiri Alfonso & Partners selama ini benyak menangani perkara yang melibatkan tokoh Partai Golkar.

Namun, pantauan hukumonline tak semua pasangan calon kepala menunjuk advokat profesional. Misbahuddin Gasma, advokat dari Alfonso & Partners mengakui kontestan pilkada umumnya berasal dari parpol sehingga partai juga memberikan dukungan terhadap para lawyer profesional. “Kita pegang tapi orang partainya menitipkan orang,” ujarnya.

Kehadiran para pengacara mewakili partai tak lepas dari kehadiran lembaga-lembaga advokasi dan bantuan hukum di interal partai. PDI Perjuangan, misalnya, memiliki Badan Bantuan Hukum dan Advokasi (BBHA) dari tingkat pusat hingga cabang. Partai Nasional Demokrat punya Badan Advokasi Hukum (BAHU Nasdem). Kedua partai inilah yang paling aktif memberikan bantuan hukum kepada paslon yang sedang memperjuangkan atau mempertahankan hak di Mahkamah Konstitusi.

BBHA PDI Perjuangan selalu menyiapkan belasan hingga puluhan advokat untuk memberikan bantuan hukum. Dalam perkara sengketa pilkada di Wakatobi (No. 117/PHP.BUP-XIV/2016), contohnya, ada 32 orang advokat BBHA yang mendapat kuasa dalam surat permohonan awal. Dalam kasus sengketa pilkada Pelalawan malah ada 34 advokat.

BAHU Nasdem tak jauh beda. Dalam kasus sengketa pilkada Mukomuko, ada 14 advokat BAHU Nasdem yang mendapatkan kuasa. Dalam kasus sengketa pilkada Kabupaten Asmat, 15 advokat, dan Waropen 14 advokat.

Koordinator Bahu DPP Partai Nasdem Taufik Basari mengatakan sekitar 25 advokat ditugaskan mengawal dan menguji hasil kemenangan/kekalahan pasangan calon yang diusung Partai Nasdem baik sebagai pemohon maupun pihak terkait. Para advokat BAHU Nasdem dilibatkan mengadvokasi 28 perkara dari 101 perkara (62 sebagai Pihak Terkait) yang masih tersisa pasca putusan sela Mahkamah Konstitusi.  

“Sekitar 70 persen pasangan calon yang ada dukungan Partai Nasdem telah menunjukan lawyer sendiri. Kita hanya menjalankan fungsi koordinasi dan pemantauan saja,” kata Taufik Basari saat ditemui hukumonline di gedung MK, Senin (18/1).

Namun, kebijakan DPP Partai Nasdem memprioritaskan perkara-perkara yang memenuhi syarat selisih suara yang ditentukan Pasal 158 UU Pilkada. Misalnya, dari 39 perkara sebagai Pemohon hanya 3 perkara yang masuk syarat selisih di bawah 2 persen yakni Pilkada Kabupaten Kuantan Sengingi, Teluk Bintuni, dan Bangka Barat. Sedangkan 62 sebagai Pihak Terkait hanya 4 perkara yang memenuhi syarat selisih suara antara lain pilkada Memberamo Raya, Halmahera Selatan, dan Muna.

“Kebanyakan kita mengawal kemenangan Pihak Terkait yang sebagian melibatkan tim advokasi lokal (tim sukses). Sejak awal semua biaya advokasi ditanggung Partai Nasdem secara probono, berbeda dengan lawyer-lawyer lain yang bersengketa di MK,” kata pria yang akrab disapa Tobas ini.

Di ajang sengketa pilkada ini, pihaknya juga bekerja sama dengan Bahu DPP PDI-P. “Fakta di lapangan kita hanya bekerja sama dengan Bahu DPP PDI-P. Sedangkan partai lain belum terlihat. Kalaupun ada kita hanya bergabung dengan tim bantuan hukum lokal DPD Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di daerah,” katanya.

Nama Taufik Basari praktis ada di surat kuasa. Nama advokat lain adalah Regginaldo Sultan, Wibi Andrino, Parulian Siregar, Wahyudi, Muhammad Gaya Rizanka Yara, Iskandar Zulkarnaen, Rahmat Taufit dan lain-lain. Dalam perkara daerah, biasanya advokat dari cabang partai di daerah dilibatkan.

Di BBHA Pusat PDI Perjuangan, nama Sirra Prayuna, Diarson Lubis, Yanuar Prawira Wisesa, Holden Makmur Atmawidjaja, dan Sayed Muhammad Mulyadi sering disebut dalam surat kuasa, bersama belasan advokat lain. Sirra mengetuai tim advokasi PDI Perjuangan tersebut.

Sirra Prayuna mengaku mengadvokasi sekitar 24 perkara sebagai Pemohon dan 16 perkara sebagai Pihak Terkait. Dari sekitar 24 perkara, 6 perkara memenuhi syarat selisih suara di bawah 2 persen. Sedangkan dari 16 perkara lain, ada sekitar 5 perkara yang memenuhi syarat batas selisih suara yang digugat paslon lain. Sisanya, sekitar 20-an perkara ditangani lawyer-lawyer profesional dengan biaya sendiri.

“Perkara yang kita supervisi ada beberapa pasangan calon yang menunjuk pengacara sendiri atau ditangani BBHA  di daerah masing-masing daerah, seperti di Jawa Timur. Kita hanya memantau dan menerima laporannya saja,” kata Sirra Prayuna saat dihubungi.

Diungkapkan Sirra, Bahu DPP PDI Perjuangan melibatkan sekitar 28 orang yang diberi kuasa menangani 40 perkara sengketa pilkada. Semuanya advokat yang pernah terlibat dalam sengketa Pemilu dan Pilpres 2014 lalu. Penanganan sebagian perkara sengketa pilkada juga melibatkan tim bantuan hukum partai lain ketika pengusung kepala daerah dan wakil daerah berbeda partai alias berkoalisi. “Kita bergabung dengan Bahu DPP Partai Nasdem dan DPD Partai Golkar di beberapa daerah,” lanjutnya.

Sirra menjelaskan ke-28 advokat BBHA Pusat PDI Perjuangan dilarang menggunakan law firm masing-masing untuk menangani kasus sengketa pilkada lain. “Kita tegaskan ini menjadi tanggung jawab hukum dan politik. Kita tidak perkenankan kawan-kawan memegang perkara di luar itu. Ini agar tidak terjadi konflik kepentingan dan mengganggu ritme kerja kita,” katanya.

Selain PDI Perjuangan dan Partai Nasdem, partai yang jelas-jelas menghadirkan tim advokasi adalah Demokrat melalui Tim Advokasi DPP Partai Demokrat, dan PKS melalui Tim Penasehat Hukum PKS. Tim yang disebut terakhir mengadvokasi sengketa pilkada Kabupaten Yakuhimo (No. 42/PHP.BUP-XIV/2016), dan Demokrat antara lain dalam perkara Kutai Timur. Tim Advokasi DPP Partai Demokrat antara lain beranggotakan Denny Kailimang, Hinca IP Panjaitan, Yosef B. Badoeda, Didi Irawadi Syamsudin, dan Yustian Dewi Widiastuti.

Ada juga paslon yang mengandalkan tim hukum pasangan tersebut tanpa melibatkan secara formal partai walaupun mungkin berasal dari partai tertentu. Dalam permohonan awal perkara No. 6/PHP.BUP-XIV/2016, misalnya, tercatat nama Tim Advokasi Pasangan Bus-Damri beranggotakan 7 orang advokat (Samsudin dan lain-lain) menjadi kuasa hukum dalam sengketa pilkada di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat.

Berdasarkan informasi yang diperoleh hukumonline, Badan Hukum dan HAM Partai Golkar juga ingin memberikan advokasi. Tetapi lantaran partai beringin ini masih berkutat pada perselisihan pengurus, akhirnya badan bantuan hukum partai tak terlibat secara formal. Penanganan advokasinya diserahkan kepada pengurus di daerah bersangkutan.

Pengurus partai juga berperan menunjuk pengacara atau lawfirm yang dimintai bantuan mengadvokasi dalam sidang Mahkamah Konstitusi. M. Fadli Nasution, pengacara dari Lubis Nasution & Partners (LNP Law Firm), mengakui diberi kuasa dalam beberapa perkara berkat rekomendasi orang tertentu di partai yang dikenal. “Perkara pilkada yang kami dapat biasanya dari rekomendasi orang perorang atau partai kepada pihak yang akan bersengketa di MK,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait