Pengacara Laporkan Dugaan Maladministrasi dan Pungli Panitera Pengganti
Berita

Pengacara Laporkan Dugaan Maladministrasi dan Pungli Panitera Pengganti

Pengadilan akan melakukan pengecekan berdasarkan register perkara.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Abdul Hamim Jauizie (kanan) dan rekannya Jefrey Kashogy (kiri). Foto: DAN
Abdul Hamim Jauizie (kanan) dan rekannya Jefrey Kashogy (kiri). Foto: DAN

Lebih dari satu kali dimintai uang, advokat Abdul Hamim Jauzie melaporkan oknum Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Utara ke Ombudsman Republik Indonesia. Abdul dan rekannya adalah kuasa hukum dalam sebuah perkara perceraian yang berlangsung di pengadilan itu. Sang klien mereka adalah warga negara Perancis. Abdul menilai permintaan uang itu sebagai bentuk pungutan liar.

Pada awalnya, oknum panitera pengganti meminta uang untuk biaya transport mengantarkan relaas panggilan sidang. Tim pengacara memberikan satu juta rupiah karena menganggap menyampaikan relaas pengadilan membutuhkan biaya transport. Tetapi kemudian, oknum panitera pengganti kembali meminta uang untuk alasan lain.

Selain permintaan uang, Abdul menduga prosedur penanganan perkara ini tak semestinya. Penanganan perkara berlarut-larut. Jika tergugat sudah dipanggil dua kali secara sah maka seharusnya sidang dilanjutkan. Dalam perkara kliennya, kata Abdul, sudah empat kali dilakukan pemanggilan dan sudah lima kali digelar persidangan. “Ini perkara perdata yang semestinya setelah dua kali panggilan dan tidak datang harusnya perkara berlanjut. Dalam perkara ini pemanggilan sudah 4 kali dan menjalani 5 kali persidangan,” papar Abdul.

Ia menilai proses penanganan perkara ini diundur berkali-kali sebagai bentuk maladministrasi, dan menduga terkait permintaan uang dari panitera pengganti. Karena itu, ia melapor ke Ombudsman Republik Indonesia.

(Baca juga: Divonis 4 Tahun Bui, Begini Modus Suap Panitera Pengganti PN Jakarta Selatan).

Komisioner Ombudsman, Ninik Rahayu mengatakan laporan Abdul Hamim Jauzie diterima secara formal. Ombudsman akan melakukan verifikasi kelengkapan administrasi seperti kronologis peristiwa, identitas pelapor, dan buki-bukti pendukung. Setelah itu dilakukan verifikasi materil, lalu dibawa ke rapat pimpinan. “Biasanya (pleno pimpinan) setiap hari senin,” ujar Ninik Rahayu kepada wartawan.

Laporan Abdul bukan laporan pertama mengenai layanan peradilan yang disampaikan pencari keadilan ke Ombudsman. Tahun 2018, pengadilan berada di urutan kelima lembaga yang dilaporkan. Biasanya menyangkut proses eksekusi, penundaan sidang, serta prosedur hukum yang tak dilakukan sebagaimana mestinya. Panitera pengadilan sudah berkali-kali tersandung masalah hukum karena uang. Terakhir, pertengahan Maret ini, KPK melakukan operasi tangkap tangan yang juga menyeret hakim dan panitera Pengadilan Negeri Tangerang. Uang dijadikan tameng untuk mengulur-ulur persidangan.

Itu pula yang dikhawatirkan Abdul. Penundaan sidang kliennya berkali-kali tak lepas dari permintaan uang yang disampaikan oknum panitera pengganti. Untuk mengelabui panitera dimaksud, Abdul sempat menyusun strategi berpura-pura hendak memberikan uang 10 juta rupiah. Kalau persidangan sudah selesai, Abdul tak akan memberikan uang tersebut.  

Sebelum melapor ke Ombudsman, sebenarnya Abdul sudah melaporkan secara informal tindakan oknum panitera pengganti itu kepada salah seorang staf Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA). Oleh staf Bawas, Abdul diarahkan untuk membuat laporan tertulis dengan melampirkan bukti awal. “Jika bukti awal khususnya tentang dugaan permintaan uang itu ada, akan langsung diprioritaskan,” ujar staf Bawas MA kepada Abdul sebagaimana yang diperoleh hukumonline melalui foto percakapan melalui pesan WA.

Merasa tidak memiliki bukti awal yang cukup kuat akibat rekaman suara perbincangan dengan oknum panitera pengganti tidak begitu jelas, Abdul kemudian mengadukan hal yang sama kepada Ketua Mahkama Agung, Hatta Ali melalui pesan elektronik yang hingga kini belum direspons.

Secara terpisah, Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jootce Sampaleng, berjanji akan melakukan pengecekan atas dugaan maladministrasi yang dilaporkan ke Ombudsman, termasuk dugaan permintaan uang. “Akan saya cek dulu perkara nomor 30 itu,” pungkasnya. Nomor 30 dimaksud adalah nomor perkara 30/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Utr.

Namun Humas PN Jakarta Utara itu menegaskan permintaan uang tidak dapat dibenarkan dan tidak boleh dilakukan aparat pengadilan. Ia tidak tahu kebenaran tuduhan itu dan akan mengecek lebih lanjut. “Saya tidak tahu karena itu sebenarnya sudah tidak ada dan tidak boleh di pengadilan,” ujar Jootce melalui sambungan telepon.

Tags:

Berita Terkait