Pengacara Budi Gunawan Persoalkan Surat Kuasa KPK
Berita

Pengacara Budi Gunawan Persoalkan Surat Kuasa KPK

Surat kuasa ditandatangani oleh Bambang Widjojanto, pimpinan KPK yang sudah mengundurkan diri.

HAG
Bacaan 2 Menit
Maqdir Ismail (paling kanan) bersama para pengacara Budi Gunawan lainnya dalam persidangan praperadilan di PN Jakarta Selatan, Senin (9/2). Foto: RES.
Maqdir Ismail (paling kanan) bersama para pengacara Budi Gunawan lainnya dalam persidangan praperadilan di PN Jakarta Selatan, Senin (9/2). Foto: RES.

Pengacara Budi Gunawan, Maqdir Ismail mempersoalkan surat kuasa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ditandatangani oleh Bambang Widjojanto, pimpinan KPK yang sudah mengundurkan diri.

Ini disampaikan Maqdir dalam sidang perdana praperadilan penetapan tersangka Budi Gunawan oleh KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (9/2). Bila pada sidang sebelumnya yang sempat ditunda karena ketidakhadiran kuasa hukum KPK, kini sidang praperadilan digelar dengan kehadiran tujuh kuasa hukum KPK selaku termohon praperadilan. 

Awalnya, Hakim perkara praperadilan ini, Sarpin Rizaldi memulai persidangan dengan mengecek surat kuasa dari pengacara pihak pemohon (Budi Gunawan) dan surat kuasa dari pihak termohon (KPK).

Lalu, tiba-tiba tim pengacara Budi Gunawan mempertanyakan surat kuasa yang dibawa oleh kuasa hukum KPK. Menurut Maqdir Ismail (salah seorang tim pengacara Budi Gunawan), sidang praperadilan ini adalah antara individu dengan KPK, bukan antara Polri dengan KPK. 

"Setelah membacakan permohonan praperadilan, mohon izin untuk memeriksa surat kuasa dari pihak termohon. Apakah kuasa diberikan oleh seluruh pimpinan KPK dan apakah sesuai dengan ketentuan atau tidak?" pinta Maqdir saat persidangan.

Permintaan ini diluluskan oleh hakim. Lalu, hakim memanggil masing-masing dua kuasa hukum dari Budi Gunawan dan KPK untuk memeriksa surat kuasa masing-masing. Nah, setelah melihat surat kuasa itulah, tim pengacara Budi Gunawan menyampaikan keberatannya atas surat kuasa KPK.

Maqdir mempertanyakan keabsahan surat kuasa itu. Pasalnya, surat kuasa itu juga ditandatangani oleh Bambang Widjojanto (BW) sebagai salah seorang unsur pimpinan KPK. “Menurut pemahaman kami, surat kuasa termohon masih ditandatangani oleh BW. Seingat kami, BW sudah mengundurkan diri,” ujarnya.

Lebih lanjut, Maqdir merujuk ke Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang mengatur bahwa komisioner KPK diberhentikan, salah satunya, karena mengundurkan diri. “Apakah BW dalam posisi sekarang, apakah masih berwenang dalam memberikan surat kuasa?” sergah Maqdir.

Kuasa hukum KPK, Chatarina langsung menyanggah. Ia mengatakan memang benar ada Pasal 32 ayat (1) UU KPK yang menyatakan salah satu alasan berhentinya komisioner KPK adalah dengan mengundurkan diri. Namun, ia mengingatkan ada pula Pasal 32 ayat (3) yang menambahkan bahwa pengunduran diri itu harus disetujui oleh Presiden Republik Indonesia (RI).

"Pasal 32 ayat (1) memang salah satu alasannya ialah mengundurkan diri. Namun, Pasal 32 ayat (3) menegaskan bahwa pemberhentian sebagaimana Pasal 32 ayat (1) harus dengan Ketetapan Presiden. Dan sampai saat ini belum ada ketetapan Presiden mengenai pengunduran diri BW," jelas Chatarina.

Secara lengkap, Pasal 32 ayat (1) berbunyi, “Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena: 1. meninggal dunia; 2. berakhir masa jabatannya 3. menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan; 4. berhalangan tetap atau secara terus-menerus selama lebih dari 3 (tiga) bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya; 5. mengundurkan diri; atau 6. dikenai sanksi berdasarkan Undang-Undang ini.

Sedangkan, Pasal 32 ayat (3) berbunyi pemberhentian sebagaimana di maksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia.

Hakim Praperadilan, Sarpin Rizaldi akhirnya menerima surat kuasa KPK dan mengakui surat yang ditandatangani oleh BW itu. "Sampai saat ini belum ada Keputusan Presiden mengenai surat pengunduran BW. Maka saudara BW masih dianggap sah sebagai komisoner KPK dan berhak untuk menandatangani surat kuasa tersebut," tegas Sarpin.

Sebagai informasi, dalam perkara praperadilan ini, KPK memberi kuasa kepada Chatarina M, Nur Chusniah, Rasamala Aritonang, Rini Afrianti, Juliandi Tigor Simanjuntak, Anatomi Muliawan, Indra Mantong, Suryawulan, R. Natalia Kristianto, dan Mia Suryani. Surat kuasa itu bernomor SKS-05/01-55/01/2015 tanggal 29 Januari 2015.

Tags:

Berita Terkait