Pengabaian Putusan MK Bentuk Pembangkangan Konstitusi ? Simak Penjelasannya
Terbaru

Pengabaian Putusan MK Bentuk Pembangkangan Konstitusi ? Simak Penjelasannya

Pembangkangan konstitusi artinya mengabaikan atau menjalankan secara berbeda dari apa yang dimandatkan konstitusi. Pembangkangan konstitusi tidak memiliki sanksi karena disandarkan pada kesadaran berkonstitusi.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Feri menegaskan pelanggaran terhadap putusan MK itu berarti bertentangan dengan prinsip konstitusional karena putusan MK sifatnya final dan mengikat. Tafsir putusan MK itu konstitusional karena isinya sebagaimana yang diharapkan UUD RI Tahun 1945. Pemerintah seharusnya melaksanakan putusan MK itu, bukan malah melakukan tindakan yang berbeda dan tidak sejalan konstitusi.

Apakah ada sanksi terhadap pembangkangan konstitusi? Feri mengatakan sanksi yang diberikan kepada penyelenggara negara yang melakukan pembangkangan konstitusi dilakukan oleh masyarakat luas. Caranya memprotes atau mempertanyakan kepada penyelenggara negara kenapa mereka tidak menjalankan amanat konstitusi sebagaimana tertuang dalam putusan MK.

“Kalau sanksinya melalui mekanisme impeachment atau pemakzulan belum memungkinkan karena sebagian besar partai politik di parlemen berkoalisi atau mendukung pemerintah,” kata Feri.

Menurut Feri, sanksi eksekutorial terhadap pelaksanaan putusan MK tidak ada karena konsepnya adalah mendorong kesadaran konstitusional. Karena itu, penting bagi publik untuk terus menyuarakan tuntutan mereka agar pemerintah patuh terhadap putusan MK.

Selain tidak mematuhi putusan MK, Feri menjelaskan bentuk lain pembangkangan konstitusi yakni adanya tindakan atau kebijakan yang bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945. Misalnya, Pasal 33 ayat (4) UUD RI Tahun 1945 memandatkan perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

“Tapi ternyata UU No.11 Tahun 2020 tidak melaksanakan mandat tersebut, berarti pembuat UU bisa disebut melanggar konstitusi.”

Tak hanya penyelenggara negara, Feri menyebut warga negara juga bisa melakukan pembangkangan konstitusi. Misalnya, pengusaha mengabaikan hak warga negara atau buruhnya untuk mendapat upah yang layak. Padahal, Pasal 28D ayat (2) UUD RI Tahun 1945 mengamanatkan setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

Dia menambahkan penyelenggara negara, seperti pemerintah, anggota legislatif, dan hakim juga bisa melakukan pembangkangan konstitusi jika melakukan penyimpangan terhadap kekuasaan atau kewenangannya. Bahkan warga negara juga bisa melakukan pelanggaran konstitusi misalnya melakukan kekerasan atau membunuh karena melanggar hak hidup. “Warga negara yang melanggar konstitusi bisa dipidana,” imbuhnya.

Tags:

Berita Terkait