Penerima Gelar Bintang Gerilya Berhak Dimakamkan di Kalibata
Berita

Penerima Gelar Bintang Gerilya Berhak Dimakamkan di Kalibata

Pemohon masih tidak terima kalau presiden dianggap penerima gelar Bintang Gerilya dan pemilik semua bintang.

ASH
Bacaan 2 Menit
Majelis MK kabulkan sebagian permohonan pengujian Pasal 33 No 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Foto: ilustrasi (Sgp)
Majelis MK kabulkan sebagian permohonan pengujian Pasal 33 No 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Foto: ilustrasi (Sgp)

Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan pengujian Pasal 33 ayat (6)UU No 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan yang dimohonkan Dewan Pengurus Legiun Veteran RI. Mahkamah menyatakan penerima gelar Bintang Gerilya berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama (TMPN) Utama (Kalibata), selain Bintang Republik Indonesia dan Bintang Mahaputera.      

“Pasal 33 ayat (6) UU No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘Hak pemakaman di TMPN Utama hanya untuk penerima Gelar, Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia, Bintang Mahaputera, dan Bintang Gerilya’,” kata Ketua Majelis MK, Moh Mahfud MD saat membacakan putusan di Gedung MK, Rabu (12/9).

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan pemegang Bintang Gerilya adalah para pejuang yang sangat berjasa bagi keberadaan NKRI. Sebab, berkat perjuangan merekalah kemerdekaan NKRI dapat ditegakkan hingga saat ini. Penghargaan yang sama harus juga diberikan kepada mereka yang telah berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan dengan cara bergerilya yang telah banyak mengorbankan nyawa.  

“Jasa pejuang gerilya yang tewas dalam pertempuran, maupun yang selamat dan hingga kini masih hidup tidaklah dapat dibeda-bedakan. Jadi, wajar dan adil bagi mereka jika diberi penghargaan atas jasa dan pengorbanannya dimakamkan di TMPN Utama,” kata Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi. 

Sebelum berlakunya UU 20 Tahun 2009 pemegang Bintang Gerilya dapat dimakamkan di TMPN Utama. Lalu, UU 20 Tahun 2009 menghapus hak pemegang Bintang Gerilya untuk dimakamkan di TMPN Utama. Hal itu menurut Mahkamah melanggar prinsip keadilan yang menjadi jiwa UUD 1945.

Meski Pasal 28 ayat (8) UU No. 20 Tahun 2009 memperluas kualifikasi penerima Bintang Gerilya, yaitu tidak hanya pejuang melawan Agresi Militer Belanda I dan II. Namun tidak menutup kemungkinan agresi dapat saja terjadi di masa mendatang, sehingga pejuang yang mempertahankan NKRI saat agresi itu berhak pula memperoleh Bintang Gerilya.

“Dengan demikian jumlah penerima Bintang Gerilya mungkin bertambah dalam hal terjadi lagi agresi militer negara asing, dan pejuang yang mempertahankan NKRI berhak memperoleh Bintang Gerilya,” tegas Fadlil.  

Menurut Mahkamah, kemungkinan dapat terus bertambahnya pemegang Bintang Gerilya akan memenuhi TMPN Utama dengan lahan yang terbatas. Karena itu, Pemerintah dapat menambah jumlah TMPN Utama karena penerima Bintang RI dan Bintang Mahaputera pun akan terus bertambah seiring berjalannya waktu. “Ini harus dicarikan jalan keluar.”

Terkait  Pasal 43 UU No. 20 Tahun 2009 yang mencabut berbagai undang-undang yang mengatur hal yang sama, menurut Mahkamah hal ini merupakan hal yang diperlukan guna menjamin adanya kepastian hukum bahwa sejak berlakunya Undang-Undang a quo, maka peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan yang ada sebelumnya, harus dipastikan status keberlakuannya. “Dalil para Pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum.”

Usai sidang, salah satu pemohon Mayjen TNI (Purn) Soekotjo Tjokroatmodjo menyatakan terima atas dikabulkannya pengujian UU ini. “Alhamdulillah, saya terima semuanya. Tetapi, kita sebenarnya masih tidak terima kalau presiden penerima gelar Bintang Gerilya, kenapa presiden enggak ikut gerilya kok dipasang, padahal ia tidak berjuang. Terlebih, ada satu pasal dalam UU itu bahwa presiden adalah pemilik semua bintang, tetapi okelah, tidak apa-apa,” katanya dengan nada kecewa. 

Permohonan ini diajukan oleh Dewan Pengurus Pusat Legiun Veteran RI (LVRI) yaitu Letjen TNI (Purn) Rais Abin dan Mayjen TNI (Purn) Soekotjo Tjokroatmodjo, Laksamana (Purn) Wahyono menguji 33 ayat (6) dan Pasal 43 ayat (7) UU No 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.  

Para pemohon - penerima gelar Bintang Gerilya selama perjuangan kemerdekaan periode 1945-1949 - merasa hak konstitusionalnya dirugikan lantaran tak bisa dimakamkan di TMPN Utama yaitu Taman Makam Pahlawan Nasional (TPMN) Kalibata lantaran hingga kini TMPN Utama belum ditetapkan.  

Menurut pemohon Pasal 33 ayat (6) UU Gelar itu bersifat diskriminatif karena hanya penerima gelar, tanda kehormatan Bintang RI dan Bintang Mahaputera yang berhak dimakamkan di TMPN Utama. Sementara Pasal 43 ayat (7)-nya intinya menyebutkan UU No 21 Tahun 1959 tentang Bintang Gerilya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Untuk diketahui, Bintang Gerilya dan Bintang Sakti adalah dua penghargaan yang disediakan bagi mereka yang melahirkan dan menjaga RI yang telah mempertaruhkan nyawanya sebagaimana diatur dalam PP No 8 Tahun 1949 dan UU No 65 Tahun 1958.

Sementara, Bintang RI dan Bintang Mahaputera adalah bintang administratif bagi pejabat tinggi penyelenggara pemerintahan tanpa harus mempertaruhkan nyawanya sebagaimana diatur dalam UU Darurat No 5 Tahun 1959 dan UU Darurat No 6 Tahun 1959.

Tags: