Penerapan Tanggung Jawab Pidana Mutlak Pada Perkara Pencemaran Lingkungan
Fredrik J. Pinakunary *)

Penerapan Tanggung Jawab Pidana Mutlak Pada Perkara Pencemaran Lingkungan

Sehubungan dengan adanya pengaduan ke Mabes Polri yang diajukan oleh beberapa warga Teluk Buyat terhadap para pihak yang diduga mencemarkan Teluk Buyat, artikel ini bermaksud untuk mengkaji sistem tanggungjawab pidana mutlak (crime strict liability) yang perlu dipertimbangkan untuk diterapkan dalam dugaan tindak pidana lingkungan hidup.

Bacaan 2 Menit

 

Namun demikian jika pengadilan berani mengeluarkan putusan yang menjatuhkan hukuman pidana maka dapat dipastikan bahwa hakim perkara tersebut telah terjun ke tengah-tengah masyarakat untuk mengenal, merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

 

Artinya hakim tersebut mampu menjadi living interpretator yang dapat menangkap semangat keadilan dalam masyarakat dan tidak terbelenggu oleh kekakuan normatif prosedural yang ada dalam suatu peraturan perundang-undangan, karena mereka menyadari sepenuhnya bahwa hakim bukan lagi sekedar mulut atau corong undang-undang (la bouche de la loi).

 

A Ahsin Thohari dalam artikelnya yang berjudul Law Enforcement ke Justice Enforcement (Kompas, 3 Juli 2002), menguraikan bahwa hakim yang akan memutus suatu perkara di pengadilan harus mengkombinasikan tiga hal secara simultan, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan hukum dan keadilan hukum. Sehubungan dengan itu, jika hakim berani mengeluarkan putusan yang menjatuhkan hukuman pidana terhadap para pelaku pencemaran Teluk Buyat, maka dapat dipastikan bahwa putusan itu mengandung kepastian hukum karena bisa diprediksi bahwa harus ada pihak yang dipidana karena telah terjadi pencemaran yang menimbulkan korban.

 

Selanjutnya, putusan tersebut juga memiliki kemanfaatan hukum karena menjadi suatu preseden yang sangat berguna dalam penegakkan hukum lingkungan. Disamping itu, putusan tersebut akan memenuhi unsur keadilan, khususnya keadilan masyarakat (social justice) karena hakim dalam perkara tersebut tidak hanya mempertimbangkan law enforcement saja tetapi juga mempertimbangkan dan menegakkan justice enforcement.

 

Not only what is lawful but what is proper or convenient, is to be considered; because nothing that is inconvenient is lawful. Sesuai dengan ungkapan ini, sekiranya hakim berani untuk tidak menerapkan sistem pembuktian sebagaimana diatur dalam UUPLH dan sebaliknya menerapkan sistem  tanggungjawab pidana mutlak, maka putusan yang dihasilkannya akan menjadi putusan yang  proper atau convenient di mata masyarakat kita yang sangat mendambakan keadilan. Jauh sebelum itu, Aeschylus seorang dramatist Yunani yang hidup pada abad ke enam sebelum Masehi, menyatakan bahwa wrong must not win by technicalities. Jika diaplikasikan dalam kasus ini, maka pihak yang mencemari Teluk Buyat seharusnya tidak dibebaskan karena hal-hal atau kelemahan-kelemahan teknis yang terdapat dalam UUPLH.

Tags: