Penerapan Protokol Kesehatan di Tempat Kerja Butuh Intervensi Pemerintah
Utama

Penerapan Protokol Kesehatan di Tempat Kerja Butuh Intervensi Pemerintah

Petugas pengawas dan mediator ketenagakerjaan harus memastikan pelaksanaan protokol kesehatan di setiap perusahaan. Pemerintah bisa membantu perusahaan yang mengalami kesulitan finansial untuk kebutuhan sarana yang mendukung penerapan protokol kesehatan.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES

Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga Kementerian Kesehatan Kartini Rustandi mengatakan ada dua regulasi untuk mencegah penyebaran Covid-19 di tempat kerja. Pertama, Kepmenkes No.3 Tahun 328 Tahun 2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi. Kedua, Kepmenkes No.382 Tahun 2020 tentang Protokol Kesehatan Bagi Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.

“Kedua regulasi ini layak menjadi perhatian industri sektor formal dan informal. Pemerintah mulai mengurangi pembatasan sosial (PSBB, red) dan menerapkan kebiasaan baru (new normal). Intinya masyarakat harus tetap produktif dan aman dari Covid-19,” kata Kartini Rustandi dalam diskusi daring dalam rangka 20 Tahun Hukumonline bertema “Kesiapan New Normal: Panduan K3 di Era Covid-19”, Kamis (16/7/2020).

Kartini mengatakan pemerintah berkepentingan mengatur pencegahan dan pengendalian Covid-19 di tempat kerja dan fasilitas umum karena kedua lokasi itu merupakan tempat orang berkumpul dan rentan terjadinya penularan Covid-19 melalui droplet yang keluar dari mulut atau hidung, misalnya ketika bersin, batuk, dan berbicara.  

Untuk itu, pemilik perusahaan dan manajemen harus melakukan pencegahan dengan cara melaksanakan panduan sebagaimana diatur Kepmenkes itu. Pencegahan perlu dilakukan tidak hanya di tempat kerja, tapi juga dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja dan sebaliknya.

Pencegahan yang bisa dilakukan di tempat kerja antara lain melakukan cek suhu, sebelum masuk gedung atau wilayah tempat kerja. Manajemen perlu menyiapkan sarana, seperti tempat cuci tangan, mendeteksi titik yang berpotensi menjadi tempat berkumpul, sosialisasi, dan edukasi. “Ini perlu dilakukan karena kita kan tidak mau tempat kerja kita menjadi episentrum atau klaster baru (penyebaran Covid-19, red),” kata dia mengingatkan.

Kartini pun mengingatkan setiap individu menggunakan masker, sering cuci tangan, menjaga jarak sampai 2 meter, olahraga, dan meningkatkan daya tahan tubuh. Ketika berada di tempat atau fasilitas umum, hindari menyentuh benda apapun, dan gunakan nontunai. “Ketika kita sampai rumah langsung mandi, cuci tangan, bersihkan semua pakaian, dan alat yang mungkin terpapar Covid-19,” imbaunya.

Kurang patuh protokol kesehatan

Terpisah, Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengamini bahwa tempat kerja berpotensi menjadi klaster penyebaran Covid-19. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kasus penyebaran Covid-19 yang terjadi di tempat kerja seperti Surabaya, Semarang, dan Bekasi.

Menurutnya, penyebaran Covid-19 itu terjadi salah satunya karena kurang mematuhi protokol kesehatan sebagaimana diatur dalam Kepmenkes No.328 Tahun 2020 dan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan (SE Menaker) No.M/7/AS.02.02/V/2020 tentang Rencana Keberlangsungan Usaha Dalam Menghadapi Pandemi Covid-19 dan Protokol Pencegahan Penularan Covid-19 di Perusahaan.

Hanya saja, persoalannya untuk melaksanakan kedua regulasi itu perusahaan butuh biaya tambahan. Sementara tidak semua perusahaan memiliki kemampuan finansial yang cukup pada masa pandemi Covid-19 saat ini. Akibatnya, pelaksanaan protokol kesehatan di tempat kerja sebagaimana mandat kedua regulasi itu diabaikan perusahaan yang tidak memiliki finansial yang cukup, sehingga penerapannya kurang optimal. Kondisi ini membuat pekerja semakin rentan terpapar Covid-19.

“Jika semakin banyak pekerja yang terkena Covid-19 dan konsekuensinya perusahaan itu tutup, maka target pemerintah mensinergikan penanganan Covid-19 dan memulihkan perekonomian Indonesia terancam gagal,” kata Timboel ketika dihubungi, Kamis (16/7/2020).

Untuk itu, Timboel mengusulkan pemerintah tidak sekedar mengimbau perusahaan untuk melaksanakan protokol Kesehatan, tapi juga melakukan intervensi langsung. Misalnya, petugas pengawas dan mediator ketenagakerjaan harus memastikan pelaksanaan protokol kesehatan di setiap perusahaan.

Petugas pengawas ketenagakerjaan bisa menggunakan UU No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang memandatkan adanya pengawasan dan pembinaan. Termasuk melaksanakan sanksi pidana sebagaimana diatur Pasal 15 UU No.1 Tahun 1970. Untuk mengoptimalkan pengawasan, petugas harus menjalin komunikasi yang baik dengan serikat buruh.

Tak hanya itu, Timboel mengusulkan pemerintah membantu perusahaan yang mengalami kesulitan finansial untuk mendapatkan alat perlindungan diri (APD) dan fasilitas kesehatan lain untuk penerapan protokol kesehatan. Selain itu, BPJS Ketenagakerjaan bisa melakukan hal serupa melalui program manfaat layanan tambahabn (MLT) program JHT yang selama ini telah berjalan. 

Tags:

Berita Terkait