Penerapan Pidana Mati dalam KUHP Nasional Bersifat Ultimum Remedium
Utama

Penerapan Pidana Mati dalam KUHP Nasional Bersifat Ultimum Remedium

Karena terdapat upaya mengubah hukuman dengan masa percobaan selama 10 tahun, agar terpidana memperbaiki diri.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 5 Menit
Dirjen PUU Kemenkumham, Prof Asep Nana Mulyana  saat menjadid narasumber  dalam webinar bertajuk ”Pengubahan Pidana Mati Secara Otomatis Mandat KUHP Baru
Dirjen PUU Kemenkumham, Prof Asep Nana Mulyana saat menjadid narasumber dalam webinar bertajuk ”Pengubahan Pidana Mati Secara Otomatis Mandat KUHP Baru", Jumat (3/5/2024) pekan lalu. Foto: Tangkapan layar zoom

Mengacu UU No.1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional mengatur ketentuan masa percobaan 10 tahun bagi terpidana hukuman mati sebelum dieksekusi. Nantinya, mekanisme penilaian akan diterapkan tidak hanya bagi terpidana mati yang divonis pasca KUHP Nasional berlaku, namun juga bagi terpidana mati saat ini yang telah menunggu eksekusi lebih dari 10 tahun.

Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Dirjen PUU Kemenkumham), Prof Asep Nana Mulyana menyampaikan perkembangan hukum pidana yang terjadi ini harus disosialisasikan kepada para aparat penegak hukum dan masyarakat luas.  Sehubungan penerapan pidana mati, Asep menyampaikan pidana mati merupakan kategori tindak pidana khusus dalam KUHP Nasional.

”Pidana mati ini dalam KUHP baru ini merupakan pidana yang bersifat khusus yang selalu dialternatifkan dengan pidana penjara sumber hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun,” ungkap Asep dalam seminar daring bertajuk ”Pengubahan Pidana Mati Secara Otomatis Mandat KUHP Baru", Jumat (3/5/2024) pekan lalu.

Baca juga:

Dia menyampaikan pidana mati merupakan pidana yang khusus karena ini salah satu hal yang berbeda dengan KUHP lama atau Wetboek van Strafrecht (WvS). Misalnya, dalam Pasal 67 KUHP Nasional menyatakan secara tegas dalam ketentuan ini tindak pidana yang dapat diancam dengan pidana khusus adalah tidak pidana yang sangat serius  atau tindak pidana yang luar biasa seperti tindak pidana narkotik, terorisme, korupsi, tindak pidana berat terhadap hak asasi manusia.

”Untuk itu pidana mati dicadangkan dalam bagian tersendiri untuk menunjukkan bahwa jenis pidana ini benar-benar bersifat khusus jika dibandingkan jenis pidana lain pidana mati merupakan jenis pidana yang paling berat oleh karena harus selalu diancamkan secara alternatif dengan jenis lainnya yakni pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun,” imbuh Asep.

Dia menyampaikan tindak pidana serius atau extraordinary crime harus digunakan secara selektif karena dapat berimplikasi luas terhadap penegakan hukum. Dengan begitu, dalam kondisi tersebut penerapannya dapat berlaku menyimpang dengan asas legalitas dan tidak berlaku kadaluawarsa.

Dengan dimasukannya pidana mati sebagai kategori pidana khusus maka dibedakan dengan pidana pokok. Asep menyampaikan pembedaan tersebut bertujuan menekankan bahwa pidana mati penerapannya bersifat upaya terakhir atau ultimum remedium, mendesak, dan urgen.

Penerapan pidana mati juga harus selalu diancamkan secara alternatif dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun. Dengan demikian, pidana mati dijatuhkan dengan masa percobaan agar terpidana memperbaiki diri sehingga tidak dilaksanakannya terpidana mati tersebut.

Secara umum, mantan  Kepala Kejaksaaan Tinggi Jawa Barat itu menyampaikan pidana mati pada KUHP Nasional menekankan rasa kemanusiaan lebih luas dibandingkan aturan sebelumnya. Hal ini terlihat dalam Pasal 100 KUHP Nasional  ayat (1) yang menyebutkan, ”Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dengan memperhatikan: a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri: atau b. peran terdakwa dalam tindak pidana”.

Sementara ayat (2) menyebutkan, ”Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus dicantuumkan dalam putusan pengadilan”. Kemudian ayat (3) menyebutkan, ”Tenggang waktu masa percobaan 10 tahun dimulai 1 hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap”.

Selanjutnya ayat (4)  menyebutkan, ”Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan keputusan presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung”. Sementara ayat (6) menyebutkan, ”Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunjukan sikap dan perbatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk didperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan di atas perintah Jaksa Agung”.

Menengahi pro dan kontra

Dalam kesempatan tersebut, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu mengatakan, berlakunya KUHP Nasional kurang dari dua tahun sehingga aturan turunan penerapan pidana mati perlu segera dirumuskan dan diterbitkan pemerintah. Dalam KUHP Nasional, implementasi pidana mati ini merupakan keseimbangan antara pro dan kontra.

”Indonesia mengambil langkah progresif karena pidana mati otomatis dijatuhkan dengan masa percobaan. Bagi kami mengapresiasi meski kami menolak pidana mati secara keseluruhan,” ungkap Erasmus.

ICJR sendiri menemukan penambahan dengan total 218 kasus pidana baru yang dituntut serta divonis dengan pidana mati dengan jumlah terdakwa sebanyak 242 orang. Angka penambahan kasus pidana mati baru yang terkumpul pada periode pelaporan tahun 2023 memperlihatkan tren penambahan kasus yang terus meningkat selama 5 tahun terakhir.

”Tren penambahan kasus yang dituntut maupun divonis pidana mati pada 2023 masih didominasi oleh tindak pidana narkotika atau 89 persen,” ungkap Eras.

Bahkan, berdasarkan data ICJR menyatakan dari penerapan kasus pidana mati di Indonesia secara umum, terdapat setidaknya 11 terdakwa yang sebelumnya pernah dituntut maupun divonis pidana mati kemudian kembali dituntut serta divonis dengan pidana mati untuk kedua kalinya atau lebih. Seluruhnya kasus narkotika, sekalipun suatu kasus telah dituntut ataupun diputus pidana mati, kecenderungan terjadi kembali tindak pidana juga tetap terjadi.

Terkait dengan jumlah seluruh orang dalam deret tunggu terpidana mati, sampai Oktober 2023 terdapat penambahan sebanyak 81 orang atau 19 persen yang berada di dalam antrian tunggu pidana mati di Indonesia. Menurutnya, total terpidana mati per 19 Oktober 2023 yang berada di deret tunggu eksekusi mati di Indonesia ada 509 orang.

Kasus narkotika/psikotropika masih menduduki posisi tertinggi sebanyak 351 (69 persen) terpidana mati. Sedangkan total terpidana mati yang telah berada dalam deret tunggu eksekusi lebih dari 10 tahun per Februari 2024 diperkirakan berjumlah 110 orang.

Dengan kondisi tersebut, terdapat dua kategori terpidana mati yang akan menjalani proses penilaian untuk mendapatkan perubahan hukuman, yakni terpidana mati sebelum ada KUHP Baru dan setelah ada KUHP Baru, maka mekanisme penilaian terhadap dua kategori terpidana mati tersebut juga perlu dibedakan. Perbedaan mekanisme penilaian ini sangat relevan karena adanya perbedaan tingkat kerentanan dan kondisi psikologis yang dialami oleh masing-masing kategori terpidana mati.

Rekomendasi

Dalam keterangan resminya, ICJR merekomendasikan kepada berbagai pemangku kepentingan. Seperti Jaksa Agung untuk melakukan moratorium penuntutan pidana mati, berkaca dari politik hukum pidana mati saat ini yang mulai mengarah pada penghapusan pidana mati secara de facto.

Selain itu, pemerintah agar tidak melakukan eksekusi mati, karena politik hukum pidana mati telah berubah pasca KUHP 2023, seluruh terpidana mati akan menjadi subjek penialaian atau assessmen untuk pengubahan hukuman. ICJR juga merekomendasikan agar pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai mekanisme penilaian bagi terpidana mati, termasuk aturan untuk terpidana mati yang telah berada dalam Lapas sebelum disahkannya KUHP Baru.

Serta, menyegerakan proses penilaian atau assessmen dan mengatur mekanisme pengubahan hukuman mati, sesuai dengan komitmen UPR, paling tidak pada 110 orang yang sudah dalam deret tunggu lebih dari 10 tahun , dan rekomendasi untuk lembaga lain yang selengkapnya dapat diakses di dalam laporan.

Tags:

Berita Terkait