Terkait penembakan di Papua, lanjut Genoveva, peristiwa tersebut tidak mengandung nature utama dari terorisme yaitu menciptakan rasa takut. “Sebenarnya jika kejahatan terorisme diartikan secara luas, maka bisa saja perbuatan penembakan itu digolongkan sebagai terorisme. Tapi motif dari tindakannya kan bukan untuk menciptakan rasa takut,” ungkap Genoveva.
“Kalau dicocok-cocokan unsurnya bisa saja masuk. Tapi apakah tindakan ini benar untuk menimbulkan rasa takut, teror, kegoncangan di masyarakat atau justru bentuk ‘melawan’ pemerintah,” tambahnya.
Menurut Genoveva, perbedaan utama antara terorisme dengan gerakan separatisme adalah tujuannya. Terorisme bertujuan untuk menciptakan rasa takut sementara gerakan separatisme atau pemberontakan itu berkeinginan untuk menjadi kombatan dan tujuannya memisahkan diri dari wilayah RI.
Selain narasumber di atas, Hukumonline mencoba menghubungi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius namun tidak mendapat respon. Sedangkan Mufti Makarim peneliti keamanan dan pertahanan Lokataru enggan berkomentar mengenai kasus ini.