Peneliti LIPI Kritik RUU Intelijen
Berita

Peneliti LIPI Kritik RUU Intelijen

UU Lambang Negara dan UU Gelar Pahlawan merupakan contohnya. Jangan sampai hal serupa terjadi pada UU Intelijen.

Ali
Bacaan 2 Menit
LIPI ingatkan agar DPR dan Pemerintah tidak terburu-buru<br> menyelesaikan RUU Intelijen. Foto: Ilustrasi (Sgp)
LIPI ingatkan agar DPR dan Pemerintah tidak terburu-buru<br> menyelesaikan RUU Intelijen. Foto: Ilustrasi (Sgp)

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengingatkan agar DPR dan Pemerintah tidak terburu-buru menyelesaikan RUU Intelijen. “DPR harus cermat. Jangan buat undang-undang asal jadi. Susah diimplementasikan,” ujarnya di Jakarta, Rabu (11/5).

 

Asvi mengakui bahwa bangsa ini memang membutuhkan undang-undang yang mengatur kerja intelijen. Namun, dalam RUU yang tengah dibahas ini, Asvi mencatat beberapa hal yang sangat bias sehingga dapat menimbulkan multitafsir. Contohnya, kewenangan intelijen dalam melakukan ‘pengamanan’.

 

“Kalau maksudnya kontra intelijen tentu kita butuh. Tapi kalau pengamanan berarti bisa mengawasi dan menangkap warga negara Indonesia, itu justru berbahaya dan melanggar prinsip demokrasi,” ujarnya.

 

Ia berharap RUU Intelijen hanya mengatur kewenangan intelijen dalam menjaga kedaulatan negara dari ancaman asing. Selain itu, lanjut Asvi, makna ‘penggalangan’ dalam RUU Intelijen juga tidak jelas. Ia khawatir bila makna ‘penggalangan’ dapat diartikan bahwa intelijen dapat menggalang massa untuk demonstrasi untuk kepentingannya atau menggalang dana dari luar APBN yang disediakan.

 

Karenanya, Asvi menyarankan agar DPR dan pemerintah mengkaji RUU Intelijen ini lebih mendalam. “Tidak apa-apa bila harus memakan waktu 3 atau 2 tahun. Asalkan ketika RUU ini menjadi undang-undang benar-benar bisa diterapkan dan tidak bertentangan dengan undang-undang yang lain,” ujarnya.

 

Asvi mencontohkan undang-undang yang dibuat dengan tidak cermat. Yakni, UU No 24 Tahun 2009 tentanng Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan (UU Lambang Negara) dan UU No 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan (UU Gelar Pahlawan). “Jangan sampai UU Intelijen dibuat seperti dua undang-undang ini,” tuturnya.

 

Dalam UU Lambang Negara disebutkan penggunaan lambang negara, burung garuda, secara terbatas. “Makanya ada yang menggugat pemain timnas sepakbola kita tak boleh mengggunakan lambang garuda. Kalau membaca undang-undang ini secara letterlijk, gugatan itu memang benar. Pemain tak boleh gunakan lambang garuda,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: