Peneliti Hukum: Melihat dengan Lensa Kebutuhan
Edisi Lebaran 2010:

Peneliti Hukum: Melihat dengan Lensa Kebutuhan

Penelitian bidang hukum masih banyak bergantung proyek. Padahal isu dan dokumen yang layak diteliti cukup banyak. Kapan mau serius?

Mys/Fat
Bacaan 2 Menit
Peneliti Hukum melihat dengan lensa kebutuhan, Foto: Ilustrasi (Sgp)
Peneliti Hukum melihat dengan lensa kebutuhan, Foto: Ilustrasi (Sgp)

Pernahkah Anda berpikir bagaimana politik hukum pemerintah dalam aktivitas berkebudayaan dan berkesenian? Apa perubahan kebijakan sejak zaman Bung Karno hingga awal masa jabatan Presiden SBY? Kalau ada perbedaan, apa saja yang berbeda? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang menggelayut di benak anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Untuk mengetahui jawaban atas pertanyaan itu, DKJ tak memiliki sumber daya yang paham betul riset hukum.

 

DKJ akhirnya menggandeng beberapa peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), lembaga yang banyak melakukan kajian di bidang legislasi. Imam Nasima, peneliti PSHK, mengatakan tim peneliti menemukan lebih dari 108 payung hukum yang pernah diterbitkan Pemerintah. Setelah melalui penelitian beberapa bulan, Imam Nasima membuat kategorisasi payung hukum tadi. Tak semua spesifik mengatur aktivitas berkesenian dan berkebudayan. Sebagian malah berkaitan dengan pajak dan retribusi. Hasil penelitian Imam dan kawan-kawan akhirnya dikumpulkan menjadi sebuah buku tebal “Kerangka Hukum untuk Kegiatan Kesenian dan Kebudayaan”.

 

Ini bukan penelitian Imam yang pertama. Lulusan salah satu perguruan tinggi di Belanda itu melanjutkan penelitian tentang kebijakan mengenai grosse akte di Indonesia. Karena rentang waktunya panjang, penelitian ini lebih membutuhkan tenaga dan pikiran. Ia dan tim peneliti harus berkutat memelototi banyak dokumen. “Kami juga harus menganalisis kebijakan tentang grosse akte sejak zaman Belanda,” ujarnya.

 

PSHK adalah lembaga berbentuk yayasan yang tak berafiliasi secara langsung dengan fakultas hukum tertentu. Penelitian hukum yang dilakukan umumnya bekerjasama dengan lembaga tertentu. Dalam penelitian itu, PSHK juga sering mengikutsertakan akademisi.

 

Aktivitas penelitian yang dilakukan Imam umumnya dilakukan para akademisi. Di kampus-kampus Fakultas Hukum, aktivitas penelitian sudah menjadi bagian dari lingkungan akademik. Karena itu, dalam literatur dikenal penelitian yang dilakukan untuk kepentingan praktik hukum dan kebutuhan akademik. Penelitian itu umumnya bersifat sosio-legal.

 

Itu pula yang dilakukan sebelasan peneliti hukum di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Para peneliti hukum di sini berada di bawah payung Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan. Seakan menggambarkan socio-legal research, para peneliti hukum LIPI tak semuanya berlatar belakang keilmuan hukum. “Latar belakangnya macam-macam. Ada yang sosiologi, ada yang administrasi negara, ada kajian wanita, dan ada yang hukum sendiri,” jelas Widjajanti, Kepada Bidang Hukum pada Puslit Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI.

 

Pendekatan yang digunakan para peneliti hukum di LIPI lebih bersandar pada hubungan hukum dengan masyarakat, law and society. LIPI lebih melihat pada kebutuhan. Namun bukan berarti tak ada kajian khusus mengenai suatu rancangan peraturan. Widjajanti memberi contoh, meneliti kemungkinan pentingnya Undang-Undang Material Transfer Agreement. Wet seperti ini penting diteliti lalu dibuat ke dalam naskah akademik demi perlindungan spesimen tertentu di Indonesia. “memprotek spesimen tertentu supaya tidak seenaknya dibaa ke luar negeri,” ujarnya.

 

Peneliti di LIPI, kata Widjajanti, tak melihat spesifik apakah yang diteliti pidana atau perdata. Yang lebih banyak diteliti justru masalah-masalah sosial yang bersinggungan dengan hukum. “Kita melihat hukum itu terkait dengan banyak hal,” ujar peraih gelar doktor bidang sosiologi ini.

 

Penelitian di LIPI dilaksanakan oleh mereka yang memang menjalankan tugas sebagai peneliti. Sehari-hari mereka bergelut dengan dokumen dan masalah-masalah hukum yang harus dipecahkan. Hasil penelitian itu sebagian dipublikasikan. Sebagai pegawai negeri sipil, para peneliti LIPI terikat pada konsep dan administrasi kepegawaian. Termasuk soal gaji dan tunjangan. Beruntung, tunjangan untuk jabatan fungsional peneliti telah dinaikkan Pemerintah sejak pertengahan 2007 lalu.

 

Tabel

Tunjangan Jabatan Fungsional Peneliti

(Berdasarkan Perpres No. 30 Tahun 2007)

 

Jabatan fungsional

Jabatan

Besaran tunjangan (rp)

Peneliti

Peneliti utama

1,4 juta

 

Peneliti madya

1,2 juta

 

Peneliti muda

750 ribu

 

Peneliti pertama

325 ribu

 

Namun tak selamanya hasil penelitian para peneliti menjadi masukan bagi dan direpons pengambil keputusan. Riset-riset yang dilakukan Komisi Hukum Nasional (KHN) misalnya nyaris tak mempengaruhi kebijakan. Padahal sesuai tugasnya, KHN memberikan masukan kepada Presiden di bidang hukum.

 

Ruang lingkup hukum yang layak dikaji sebenarnya cukup luas. Dengan sumber daya yang memadai, penelitian hukum seharusnya bisa berkembang pesat. Sayang, menurut Imam, acapkali penelitian terkendala dana. Apalagi jika penelitian dilakukan lintas negara. Jika ingin meneliti hukum Indonesia zaman pra-kemerdekaan, misalnya, perpustakaan di Belanda menyediakan referensi dan dokumen relatif memadai. Kemampuan berbahasa Belanda menjadi hambatan tersendiri.

 

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) terbilang banyak melakukan penelitian hukum. Bahkan di lembaga plat merah ini ada divisi khusus tentang penelitian hukum. Bedanya, penelitian di sini banyak menggunakan tenaga di luar BPHN. Tidak mengherankan kalau nama Andi Hamzah banyak Anda temukan dalam publikasi hasil-hasil penelitian BPHN.

 

Apa yang dilakukan peneliti hukum pada dasarnya berkorelasi dengan output yang dihasilkan. Jika hendak melakukan amandemen kelima UUD misalnya, penelitian menyeluruh merupakan keniscayaan. Jangan sampai gagasan amandemen itu hanya karena kebutuhan sesaat. Itu pula yang diingatkan Presiden SBY saat membuka Konvensi Hukum Nasional di Istana Negara, 15 April 2008 silam. Presiden mengingatkan pentingnya membuat grand design sistim hukum, sistim ketatanegaraan dan kepemerintahan. Dan agar grand design itu bisa dihasilkan, para peneliti hukum harus memulainya dengan penelitian komprehensif.

 

Ayo…kembangkan penelitian hukum di Indonesia…

 

 

Tags:

Berita Terkait