Penegakan Hukum Sektor Kehutanan Masih Bermasalah
Berita

Penegakan Hukum Sektor Kehutanan Masih Bermasalah

Korupsi di sektor kehutanan harus diberantas siapapun pelakunya, termasuk korporasi.

KAR
Bacaan 2 Menit
Penegakan Hukum Sektor Kehutanan Masih Bermasalah
Hukumonline

Korupsi sektor kehutanan selama ini belum banyak diusut. Penegakan hukum belum banyak menjerat pelaku kunci, seperti korporasi. Hal itu merupakan masalah serius, tapi sayang belum banyak yang membahasnya. Demikian kesimpulan yang mengemuka dalam diskusi kejahatan korporasi pada sektor kehutanan yang diselenggarakan Silvagama, ICW, Walhi dan WWF, di Jakarta, Kamis (5/12).

“Pelaku kejahatan kehutanan selalu berupaya untuk bisa memperoleh kayu dan keuntungan sebanyak-banyaknya dari lahan yang seluas-luasnya,” ujarAhli Kehutanan IPB, Togu Manurung.

Togu mengatakan, modus korupsi yang kerap terjadi di sektor kehutanan terkait perizinan hutan. Seringkali izin diurus secara tak prosedural. Diamencontohkan, banyak izin operasi untuk perusahaan pengolah kertas (pulp) telah dberikan sebelum ada kepastian bahwa kayu bukan dari hutan alam. Padahal, iamengingatkan seharusnya izin tersebut diberikan setelah ada jaminan bahwa kayu berasal dari hutan tanaman (HTI), bukan hutan alam.

“Jika korupsi dikategorikan kejahatan extra ordinary, sudah selayaknya kejahatan kehutananmasuk kejahatan very extra ordinary. Jadi, cara-cara memberantasnya harus dengan cara-cara sangat luar biasa pula. Tidak ada kata terlambat untuk menyelamatkan hutan kita, walaupun sudah begitu banyak yang rusak,” tutur Togu tegas.

Riset ICW menunjukkan, potensi kerugian negara sektor non-pajak kawasan hutan selama kurun waktu 2004-2007 mencapai sekitar Rp170 triliun. Nilai itu merupakan selisih antara potensi penerimaan negara dari dana reboisasi dengan provisi sumber daya hutan, dikurangi pendapatan negara yang diterima.

Menurut ICW, seharusnya negara memperoleh hampir Rp218 triliun atas pembukaan lahan perkebunan sawit seluas  8 juta hektar. Namun, data Kementerian Kehutanan memperlihatkan total penerimaan negara dari kedua pos itu hanya Rp47 triliun. Tak hanya itu, ICW juga memperhitungkan kerugian negara akibat operasi 14 perusahaan yang dinilai bermasalah di Riau dengan nilai hampir  Rp2 triliun.

Di sisi lain, ICW juga mencatat bahwa telah ada perkara korupsi sektor kehutanan yang ditangani KPK. Sejak KPK berdiri pada akhir tahun 2003 hingga pertengahan 2012 lalu, setidaknya ada tujuh perkara. Dari perkara-perkara itu, tercatat 15 orang pelaku berasal dari lingkungan eksekutif baik mantan kepala daerah atau Kementerian Kehutanan. Ada pula enam orang pelaku yang berasal dari kalangan legislatif, dan lima orang swasta.

Manajer Kampanye Perkebunan Skala Besar dan Hutan Walhi, Deddy Ratih, menuturkan bahwa kejahatan kehutanan juga banyak yang terkait dengan pelanggaran aturan tata ruang. Hanya saja, ratih menyayangkan hingga kini tak ada yang menggugat pelanggaran tersebut. Dengan demikian, seakan tak pernah ada pelanggaran tata ruang oleh korporasi pada sektor kehutanan.

“Korupsi di sektor kehutanan harus diberantas, siapapun pelakunya, termasuk korporasi,” tegas Ratih.

Praktik korupsi yang marak, kata Ratih, membuat pengawasan hutan tak efektif. Akibatnya, pembabatan hutan menjadi kian tinggi dan deforestasi terjadi semakin cepat. Selain itu, dampak korupsi yang lain, menurut Ratih adalah alih fungsi lahan dari hutan menjadi perkebunan tak terkendali. “Berjuta-juta hektar hutan dikonversi menjadi perkebunan dan berbagai keperluan lain,” keluhnya.

Menurut dia, selama ini undang-undang serta aparat tidak pernah mengenal penjeratan korporasi. Padahal, kerusakan kehutanan selama ini terjadi akibat korporasi. Pemberantasan kejahatan kehutanan hanya berfokus pada penerapan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Ratih menilai, upaya penegakan hukum di sektor kehutanan ini dinilai cukup bermasalah. Ia merinci mulai dari tumpah tindih aturan, hingga lemahnya UU Kehutanan baik secara norma ataupun dalam penerapan. “Menjerat korporasi sebagai pelaku kejahatan kehutanan diharapkan bisa menjadi sebuah langkah maju pemberantasan kejahatan kehutanan,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait