Penegakan HAM di Indonesia Memprihatinkan
Berita

Penegakan HAM di Indonesia Memprihatinkan

Banyak kasus mandek dan pelaku pelanggar HAM semakin meluas.

ADY
Bacaan 2 Menit
Penegakan HAM di Indonesia Memprihatinkan
Hukumonline

Dalam beberapa tahun terakhir, penegakan dan pemenuhan HAM di Indonesia semakin memprihatinkan. Keprihatinan itu terungkap dari laporan yang dipaparkan tiga lembaga HAM nasional yaitu Komnas HAM, Komnas Perempuan dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam sidang HAM yang berlangsung di Jakarta.

Menurut Ketua Komnas HAM, Siti Noor Laila, dalam sidang itu masing masing lembaga HAM mengangkat tema khusus. Komnas HAM menyoroti isu Intoleransi Beragama, Komnas Perempuan menangkat tema Pemiskinan dan Kekerasan Terhadap Perempuan, dan KPAI menyoroti Kekerasan Seksual dan Pornografi Anak.

Laila menjelaskan berbagai tema yang diangkat itu mengacu pada pertimbangan tertentu.  Misalnya, Komnas HAM mengangkat isu intoleransi beragama yang menimpa jamaah Ahmadiyah, Syiah, dan sebagian penganut Kristen. Negara seolah tidak hadir dalam penyelesaian masalah kebebasan beragama. Padahal, kebebasan beragama dan keyakinan merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun. Komnas HAM mencatat kasus pelanggaran HAM yang berkaitan dengan kebebasan beragama dan keyakinan cenderung meningkat, jumlahnya mencapai ratusan.

Laila menuturkan pelaku pelanggar HAM semakin meluas. Jika pada masa Orde Baru pihak yang banyak dilaporkan ke Komnas HAM adalah TNI, tapi sekarang polisi, pemerintah daerah (Pemda) dan swasta. Menurutnya, semakin besar kewenangan di sebuah institusi maka makin banyak lembaga itu diadukan masyarakat ke Komnas HAM. “Terjadi penyebaran pelaku pelanggar HAM,” katanya dalam jumpa pers tentang Sidang HAM 3 di Jakarta, Kamis (12/12).


Lebih lanjut Laila mengatakan selama ini sebagian besar kasus pelanggaran HAM berat belum diselesaikan secara baik oleh pemerintah. Padahal, Komnas HAM sudah berkali-kali mengajak Kejaksaan Agung dan Menkopolhukam untuk duduk bersama membahas penuntasan pelanggaran HAMberat. Ironisnya, sampai saat ini Komnas HAM belum mendapat tanggapan yang memuaskan. Ia mengatakan Kejaksaan Agung sudah bersedia untuk membahas masalah itu secara bersama, tapi Menkopolhukam bersikap sebaliknya. Menurutnya, pembahasan itu perlu dilakukan guna mencari solusi atas penuntasan kasus pelanggaran HAM berat.

Wakil Ketua Komnas HAM, Dianto Bachriadi, mengatakan penegakan HAM di Indonesia saat ini memprihatinkan. Sebab, jumlah pelanggaran HAM dari tahun ke tahun tidak menurun tapi meningkat. Misalnya, tahun lalu jumlah pengaduan yang diterima Komnas HAM sekitar 5 ribu, namun sekarang jumlahnya menjadi 6 ribu. Dari pengaduan itu paling banyak berkaitan dengan kasus agraria. Kemudian pelaku pelanggar HAM bukan lagi aparatur negara tapi juga Pemda dan kelompok masyarakat sipil tertentu. “Kondisi itu sudah memprihatinkan dan patut disebut Indonesia dalam darurat HAM,” tegasnya.


Menambahkan Laila, Dianto menyebut 7 kasus pelanggaran HAM berat yang sudah diselidiki Komnas HAM mandek di Kejaksaan Agung. Dari hasil penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM sejak tahun 2000, sampai sekarang hanya ada dua kasus yang sudah digelar peradilannya. Menurutnya hal itu menunjukan pemerintah tidak serius menyelesaikan masalah HAM. Padahal, tanpa penegakan HAM arah pembangunan Indonesia diyakini tidak maksimal. “Kalau kita ingin menuju kondisi Indonesia yang lebih baik ya selesaikanlah kasus-kasus pelanggaran HAM,” tandasnya.

Ketua Komnas Perempuan, Yuniyanti Chuzifah, menyoroti kekerasan terhadap perempuan. Komnas Perempuan mendorong agar kekerasan terhadap perempuan dikategorikan sebagai kejahatan HAM berat. Sebab, hal itu dilakukan secara masif dan sistematis serta dampaknya luas. Misalnya, sebagian besar pekerja migran Indonesia adalah kaum perempuan dan selama ini perlindungannya minim. Sehingga, pekerja migran Indonesia kerap mendapat tindak kekerasan di negara penempatan.

Selain itu, Yuniyanti melihat PJTKI yang bertugas mengirim pekerja migran seolah lepas dari tanggungjawab. Akhirnya, pekerja migran Indonesia banyak yang menjadi korban. Oleh karenanya pemerintah perlu melakukan tindakan tegas terhadap PJTKi yang lalai menjalankan kewajibannya. “Korban migran ini lebih parah dari korban perang, tapi tak tersentuh,” keluhnya.

Yuniyanti mencatat jumlah kekerasan terhadap perempuan semakin meningkat, mencapai 30-an kasus kekerasan setiap hari. Begitu pula dengan regulasi yang diskriminatif, dalam tiga tahun terakhir jumlahnya semakin banyak. Jika tahun 2010 jumlah regulasi diskriminatif yang tersebar di seluruh Indonesia hanya seratusan tapi sekarang mencapai lebih dari tiga ratus.

Ketua KPAI, Badriyah Fayumi, mengatakan kekerasan seksual dan pornografi terhadap anak perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak. Sebab, sudah banyak kasus yang berkaitan dengan kekerasan seksual dan pornografi anak. Misalnya, bayi perempuan berumur 9 bulan menjadi korban kekerasan seksual pamannya. Bayi malang itu diperkosa dan disodomi. Kemudian, anak berumur 7 tahun melakukan kekerasan seksual terhadap temannya yang masih berusia balita. KPAI mencatat kasus kekerasan seksual dan pornografi saat ini jumlahnya meningkat. “Maka itu, hari ini Indonesia bisa dikatakan darurat kekerasan seksual anak,” ucapnya.

Menurut Badriyah, mudahnya mengakses konten pornografi menjadi pemicu terjadinya kekerasan seksual dan pornografi anak. Kondisi lingkungan terdekat anak juga berpengaruh besar terhadap perlindungan anak. Parahnya, kekerasan seksual dan pornografi anak, terutama yang terjadi secara online belum memliki payung hukum yang tepat. Padahal, jumlah kasus itu banyak dilakukan secara online. Misalnya, komunikasi antara pelaku dan korban dilakukan lewat online, tapi kejahatan dilakukan secara offline. Atau komunikasi dan kejahatan itu dilakukan dengan cara online. “Sayangnya kasus itu tak tersentuh, kami belum mendengar ada penuntasannya,” ujarnya.

Badriyah melihat ada jarak antara perangkat hukum yang memadai dengan perlindungan anak. Kemudian, aparat penegak hukum di tingkat pusat dan daerah belum peka terhadap upaya perlindungan anak, baik itu penanganan kasus atau pemulian bagi korban dan pelaku. Ia pun merasa lingkungan terdekat anak saat ini dalam posisi tidak ketat melindungi anak.  Malah, Badriyah melanjutkan, korban kekerasan seksual mendapat diskriminasi dan dikeluarkan dari sekolah. Untuk mencegah hal tersebut sekaligus menjaga pemenuhan hak anak, maka kebijakan  sekolah ramah anak harus segera diterapkan. “Sehingga proses penyelenggaraan pendidikan diselaraskan antara perlindungan anak dan kurikulum pendidikan,” paparnya.

Tags: