Pendapatan Terpengaruh Akibat PPKM, Masyarakat Diimbau Hindari Fintech Ilegal
Terbaru

Pendapatan Terpengaruh Akibat PPKM, Masyarakat Diimbau Hindari Fintech Ilegal

Ketidakmampuan membayar utang yang membengkak dari pinjaman online sangat dipengaruhi oleh ketidakpahaman bahwa pinjaman online menarik bunga yang jauh lebih besar dari kredit bank pada umumnya.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit

Dalam aturan mengenai fintech yang tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, setiap fintech yang beroperasi di Indonesia diharuskan untuk mencatatkan diri ke OJK secara legal lewat prosedur yang berlaku. Walaupun secara peraturan, OJK hanya dapat mengatur perusahaan fintech yang terdaftar. OJK dapat bekerja sama dengan kementerian dan lembaga lain dan lebih gencar dalam melakukan pemblokiran pemberi pinjaman ilegal ini untuk melindungi konsumen.

“Ironisnya, lebih banyak jumlah perusahaan fintech lending yang tidak terdaftar. Kontroversi yang sering terjadi pada faktanya banyak disebabkan oleh para fintech lending ilegal, terutama yang menjalankan model bisnis payday loan ini,” ujar Thomas.

Sementara itu, maraknya penipuan berkedok penawaran investasi di tengah masyarakat melalui grup pesan singkat telah memakan banyak korban dan jumlahnya terus bertambah. Tidak jarang, pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab tersebut menduplikasi dan mencatut atau mengatasnamakan penyelenggara fintech berizin untuk mengelabui masyarakat.

Pada bulan April lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kerugian masyarakat akibat investasi ilegal mencapai Rp114,9 triliun sejak 2011 hingga 2020. Selain itu, kejahatan tersebut juga merugikan penyelenggara fintech yang telah berizin karena hilangnya kepercayaan masyarakat.

OJK, Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyambut baik inisiatif Kampanye Anti Fintech Palsu ini.  Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara, juga mengingatkan kepada masyarakat agar lebih bijak dalam memilih instrumen investasi. Terlebih dengan iming-iming bunga tinggi yang diklaim tidak ada risikonya.

“Penipuan berkedok penawaran investasi melalui berbagai grup pesan singkat oleh fintech bodong saat ini tengah marak berlangsung. Kami mengimbau masyarakat agar selalu memastikan bahwa penawaran yang diterima memenuhi prinsip 2L, Legal dan Logis. Legal, berarti, memiliki legalitas dan izin penawaran produk dari lembaga yang berwenang; dan Logis, menawarkan keuntungan yang masuk akal,” kata Tirta, Kamis (15/7), dalam acara “Waspada Pencatutan Nama dan Logo Penyelenggara Fintech Resmi di Aplikasi Pesan Instan dan Media Sosial”.

Asisten Gubernur dan Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Filianingsih Hendarta, menjelaskan saat ini jenis penipuan online dan kejahatan siber berpotensi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya digitalisasi di sektor jasa keuangan, termasuk sistem pembayaran. Bank Indonesia mengajak konsumen layanan keuangan digital untuk meningkatkan kewaspadaan atas potensi makin maraknya praktik penipuan ini.

Tags:

Berita Terkait