Pendaftaran Hingga Sengketa Ragam Kekayaan Intelektual
Berita

Pendaftaran Hingga Sengketa Ragam Kekayaan Intelektual

Sekalipun suatu merek terkenal dan telah terdaftar di Negara lain, tapi belum terdaftar di DJKI, efeknya merek tersebut tak akan mendapatkan perlindungan di Indonesia.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Risti Wulansari, Partner dari K&K Advocates. Foto: RES
Risti Wulansari, Partner dari K&K Advocates. Foto: RES

Ide bisnis atau hasil invensi brilian atas suatu produk merupakan asset terpenting bagi perusahaan untuk memenangkan kompetisi pasar. Bayangkan, dalam satu produk seperti handphone misalnya bisa saja memuat banyak aspek KI seperti merek, paten, Desain Tata Letak Sirkuit (DTLS), Desain Industri dan Rahasia Dagang. Terlebih bila reputasi KI tersebut telah terbangun dengan sangat baik, terkenal dan bernilai ekonomi tinggi, maka tak jarang banyak pihak ingin mendompleng atau menduplikasi KI untuk mengambil keuntungan hingga merugikan pemilik asal KI.

 

Demi mengamankan aset intelektual berharga itu, tak heran bila banyak perusahaan berbondong-bondong mendaftarkan KI miliknya dan tak segan-segan meminta pembatalan atau bahkan menggugat pihak-pihak yang beriktikad tidak baik mencuri setiap ide intelektual miliknya dengan tanpa hak. Mahalnya nilai suatu KI dapat kita amati dari kasus Sariwangi, sekalipun pabrikan asalnya bangkrut, namun eksistensi merek Sariwangi tetap utuh hingga kini lantaran telah dibeli oleh Unilever.

 

Begitu berharganya nilai orisinalitas intelektual itu terlebih harga atas suatu merek, maka wajar kiranya jika Staf Ahli Bidang Ekonomi Kemenkumham, Razilu menyebut ada lebih dari 70 ribu permohonan pendaftaran merek setiap tahunnya yang diterima oleh Direktorat Merek Kemenkumham. Jika ditelusuri, data terakhir yang dipublikasi DJKI hingga kini terdapat sekitar 1.203.321 juta permohonan merek yang masuk, 146.581 permohonan paten, 71.000 Desain Industri, 137 permohonan Indikasi Geografis, 27 permohonan rahasia dagang dan 97.427 permohonan Hak Cipta.

 

Hukumonline.com

Staf Ahli Bidang Ekonomi Kemenkumham, Razilu.

 

Dia mengatakan, tekad DJKI untuk mempermudah pelayanan permohonan KI pun telah direalisasikan melalui sistem pendaftaran online. Bahkan untuk permohonan perpanjangan merek yang dilakukan secara online, disebutnya dapat diselesaikan DJKI dalam waktu 3 (tiga) hari. Adapun masa perlindungan hak eksklusif dan monopoli atas merek disebutnya paling lama diantara jenis HKI lainnya, yakni selama 10 tahun dan dapat terus diperpanjang setiap 10 tahun sampai batas waktu pemilik tidak menghendaki diperpanjang.

 

Yang penting dicatat, pelaku usaha harus memberikan tanda alert bahwa masa untuk memperpanjang merek hanya berlaku dalam 6 bulan sebelum dan 6 bulan setelah berakhirnya perlindungan merek (vide: Pasal 35 UU 20/2016).

 

“Lewat dari itu maka denda, harus bayar sesuatu, makanya perlu dibuat sistem yg mengingatkan. Itu sudah diberikan kemudahan sekarang, kalau dulu aturannya harus buat lagi baru, repot,” jelasnya, Selasa, (26/3).

 

Selain merek, ia juga menjabarkan lama berlakunya 2 jenis paten, paten biasa disebutnya berlaku dalam 20 tahun, sedangkan paten sederhana hanya berlaku dalam 10 tahun saja dan masing-masing tidak dapat diperpanjang. Desain industri, juga berlaku dalam 10 tahun dan tidak bisa diperpanjang, begitu pula halnya dengan Desain Tata Letak SIrkuit Terpadu (DTLST). Selanjutnya perlindungan untuk rahasia dagang memperoleh batasan sampai rahasianya terbuka secara benar.

 

Adapun hak cipta yang dimiliki perorangan, bisa berlaku seumur hidup dan setelah itu bisa ditambah selama 70 tahun perlindungan. Berbeda halnya jika Hak cipta dimiliki oleh perusahaan, katanya, itu hanya berlaku dalam jangka waktu 50 tahun saja dan akan berakhir selepas itu.

 

“Kalau sampai berakhir perlindungan HKI tersebut, maka dia menjadi milik umum. Tak ada pelanggaran KI bagi pihak yang nanti akan menggunakan atau mengklaimnya,” katanya.

 

(Baca Juga: Kenali Batasan Pelanggaran Hak Cipta dalam Karya Fotografi)

 

Risti Wulansari yang merupakan Partner dari K&K Advocates, mengingatkan bahwa first to file menjadi prinsip dasar agar KI terlindungi di Indonesia, bukan first use system. Sekalipun suatu merek terkenal dan telah terdaftar di Negara lain, sepanjang ia belum mendaftarkan merek tersebut ke DJKI, efeknya merek tersebut tak akan mendapatkan perlindungan di Indonesia. Sekalipun tak ada kewajiban mendaftarkan perlindungan suatu ide intelektual, katanya, sebaiknya ide tersebut tetap didaftarkan agar tak muncul klaim merugikan bahwa ide tersebut milik orang lain.

 

“Apabila ciptaan tersebut penting dan berpotensi menciptakan perselisihan, kami sarankan untuk segera dicatatkan,” kata Risti.

 

Akan tetapi untuk rahasia dagang, merujuk Pasal 3 ayat (1) UU Rahasia Dagang (RD) disebutkan bahwa memang tak diperlukan pendaftaran untuk perlindungan RD. Perlindungan RD berlaku sepanjang kerahasiaannya dapat disembunyikan atau dikelola dengan baik oleh pemiliknya. Sifat penting RD yang harus dipenuhi pemilik hak agar bisa terlindungi terdiri dari 3 sifat, yakni bila informasi tersebut bersifat rahasia, mempunyai nilai ekonomi dan dijaga kerahasiaannya sebagaimana mestinya.

 

Rahasia dagang ini, katanya, berciri hanya diketahui oleh jumlah orang yang sangat terbatas dan berlaku sampai batas bocornya rahasia tersebut ke ruang publik. Untuk mengantisipasi bocornya rahasia dagang itu, salah satu caranya yang ditawarkan Risti yakni menjaga kerahasiaan melalui penandatanganan Non-Disclosure Agreement (NDA) setiap kali melibatkan pihak ketiga. “NDA ini sangat penting terlebih jika kehidupan pemilik RD sangat dekat dengan invensi,” tukasnya.

 

Layaknya RD, hak cipta pun disebut Risti tak perlu didaftarkan, mengingat sifat perlindungan hak cipta menganut prinsip first publication. Artinya, pihak yang paling pertama mempublikasikan suatu ciptaan entah itu melalui media cetak, elektronik, acara TV dan sebagainya, maka ialah yang dianggap sebagai pemilik ciptaan.

 

Penyelesaian Sengketa HKI

Partner pada firma hukum K&K lainnya, Fortuna Alvariza menjelaskan bilamana terjadi sengketa dalam suatu konflik HKI, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui beberapa cara, pertama, pendekatan secara kekeluargaan/somasi/peringatan tertulis; kedua,Gugatan pada Pengadilan Niaga. Untuk Merek, terdapat 2 jenis gugatan yang bisa diajukan, yakni gugatan pembatalan pendaftaran merek atau melakukan gugatan penghapusan pendaftaran merek.

 

Untuk penghapusan merek, katanya, dapat dilakukan atas prakarsa pemilik merek dan dapat pula dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM maupun pihak ketiga. Dalam penghapusan Merek terdaftar dilakukan atas prakarsa menteri, berdasarkan Pasal 72 ayat (8) dapat dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari Komisi Banding Merek. Ketiga, penyelesaian sengketa HKI juga dapat dilakukan melalui Arbitrase. Keempat, tak menutup kemungkinan pula penyelesaian sengketa ini juga dilakukan melalui jalur pidana.

 

Hukumonline.com

Fortuna Alvariza, Partner dari K&K Advocates

 

Ditambahkan Risti, dalam Pasal 100 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (MIG) tegas disebutkan bahwa penggunaan merek yang sama pada keseluruhannya secara tanpa hak dapat mengakibatkan pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2 miliar.

 

Sedangkan penggunaan tanpa hak atas merek yang sama pada pokoknya, diancam penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2 miliar. Bahkan, katanya bila hasil pelanggaran tersebut mengakibatkan gangguan kesehatan, gangguan lingkungan hidup dan/atau kematian manusia maka diancam penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5 miliar.

 

Untuk menghindari berbagai ancaman pidana itu, maka memang penting dilakukan penelusuran terlebih dahulu sebelum menggunakan suatu KI yang berpotensi memunculkan konflik kedepannya. Lebih jauh lagi, pemilik KI juga dituntut mesti mampu menggolongkan suatu ide kedalam jenis KI apa. Jangan sampai terjadi overlapping perlindungan dengan pihak lain. Misalnya, untuk jenis produk yang sama didaftarkan sebagai Paten oleh satu pihak, namun ternyata juga telah didaftarkan oleh pihak lain untuk kategori hak cipta.

 

“Dulu kerap terjadi sebelum UU hak cipta lahir, ada grey area di mana orang bisa daftarkan hak cipta tapi dia bisa daftarkan paten juga. Itu menjadi suatu yang bisa merugikan, sehingga penelusuran menjadi penting dilakukan,” tegasnya.

 

Tags:

Berita Terkait