Pendaftaran dan Pengawasan Kurator Ditargetkan Pakai Sistem Online
Utama

Pendaftaran dan Pengawasan Kurator Ditargetkan Pakai Sistem Online

Dengan terpusatnya semua data kurator lengkap dengan laporan kinerjanya secara online di Kemenkumham diharapkan data-data kurator terdaftar lebih rapi dan terpantau.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Saat ini Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) sedang memproses penyusunan perubahan Permenkumham No.18 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Kurator dan Pengurus. Perubahan yang cukup signifikan kali ini adalah kurator dan pengurus akan diwajibkan untuk mendaftarkan dirinya serta melaporkan kinerjanya melalui sistem online. Bahkan, ada sanksi bagi Kurator dan pengurus yang tidak mematuhi permen a quo nantinya.

 

“Sanksinya bisa berupa sanksi sementara seperti pencabutan SK kurator dan pengurus dalam waktu beberapa hari hingga terbukti bahwa  ia telah memenuhi kewajiban administrasinya. Bahkan akan ada pula sanksi pencabutan SK tetap,” kata Direktur Perdata Direktorat Administrasi Hukum Umum (AHU), Daulat P. Silitonga kepada hukumonline, Kamis (20/9).

 

Daulat menjabarkan, jenis-jenis laporan kinerja yang harus dilaporkan kurator melalui sistem online. Pertama, laporan tentang pengangkatan sebagai kurator; Kedua, laporan pelaksanaan tugas. Ketiga, laporan tentang keadaan harta pailit yang ditangani.

 

Menurut Daulat, dengan terpusatnya semua data kurator lengkap dengan laporan kinerjanya secara online di Kemenkumham diharapkan data-data kurator terdaftar lebih rapi dan terpantau. Selain itu, pengawasan kinerja kurator bisa lebih efektif serta terwujud efektivitas sanksi administratif yang nantinya akan diterapkan.

 

Daulat mencontohkan, larangan kurator menangani perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (KPKPU) lebih dari 3 perkara berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, selama ini memang seringkali dilanggar akibat lemahnya pengawasan terhadap kurator.

 

UU Kepailitan dan PKPU

Pasal 15:

  1. Kurator yang diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Debitor atau Kreditor, dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang lebih dari 3 (tiga) perkara.

 

Untuk kasus seperti itu, sambung Daulat, jika data kurator terdaftar serta laporan kinerja kurator tersebut telah dilakukan secara tersistem melalui aplikasi online, maka ketika mereka akan mengajukan perkara yang keempat kalinya akan langsung di block oleh sistem. Tak sampai di situ, Kemenkumham juga berwacana membentuk sebuah Majelis Pengawasan Kurator yang bahkan saat ini disebut Daulat juga sudah masuk dalam Naskah Akademik Revisi UU Kepailitan dan PKPU.

 

(Baca Juga: Basuki Rekso Wibowo: Penyusunan Hukum Acara Perdata Nasional Sudah Mendesak)

 

Arah kebijakan pembentukan Majelis Pengawas Kurator bentukan Kemenkumham nantinya, kata Daulat, terdiri dari unsur-unsur Mahkamah Agung (MA), Kemenkumham, Organisasi Profesi Kurator dan lembaga lain/ormas. Majelis ini nantinya bertugas melakukan pengawasan kinerja kurator, melakukan pemeriksaan atas pengaduan dan laporan yang ditujukan pada kurator dan memberi rekomendasi untuk mencabut izin dan pengangkatan kurator.

 

“Penguatan pengawasan kurator ini sangat penting karena banyak pengaduan dari masyarakat terkait kurator bermasalah. Sayangnya, belum ada suatu power yang memungkinkan pengawasan Kemenkumham terhadap kurator bermasalah tadi, maka dibentuk sistem online ini diperkuat dengan Majelis Pengawas Kurator,” ujar Daulat.

 

Selanjutnya, kata Daulat, Kemenkumham juga bertekad akan memaksimalkan tugas komite bersama untuk menyusun standar kurikulum, standar kelulusan, memberi rekomendasi pendidikan, evaluasi atas pelaksanaan pendidikan serta kode etik yang sama terhadap seluruh organisasi kurator dan pengurus.

 

(Baca Juga: Gagasan Insolvency Test Tidak Relevan untuk Revisi UU Kepailitan)

 

Sekjen Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), Imran Nating, menyambut iktikad baik Kemenkumham untuk melakukan perubahan kebijakan pendaftaran kurator secara online. Hanya saja, Imran menyebut pihaknya kurang sepakat dengan sanksi yang diterapkan.

 

Pasalnya, kata Imran, tak ada kewajiban berdasarkan UU Kepailitan dan PKPU untuk menyampaikan laporan keadaan harta pailit kepada Kemenkumham. Justru berdasarkan Pasal 74 UU a quo kewajiban itu disampaikan kepada hakim pengawas.

 

UU Kepailitan dan PKPU

Pasal 74:

  1. Kurator harus menyampaikan laporan kepada Hakim Pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya setiap 3 (tiga) bulan.
  2. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat terbuka untuk umum dan dapat dilihat oleh setiap orang dengan cuma-cuma.
  3. Hakim Pengawas dapat memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

“Nah kalau Permen mau atur ini, masa iya Permen menyimpangi UU? takutnya kalau ‘ujug-ujug’ laporan ke Kemenkumham, hakim pengawasnya bisa tersinggung jika kerjasama soal ini belum jelas. Kan kalau hakim pengawas marah ke kurator urusannya bisa gawat,” kata Imran kepada hukumonline.

 

Saat ditanyai perihal lemahnya pengawasan selama ini terkait aturan kurator tak boleh menangani lebih dari 3 perkara, Imran tak menampik hal itu. Bahkan menurutnya, tanpa menggunakan sistem pendaftaran dan pengawasan secara online ini akan sulit mendeteksi pelanggaran yang dilakukan para kurator.

 

“Karena bisa saja dia pegang satu di Medan, satu di Makassar, satu di Surabaya dan satu di daerah mana gitu, itu siapa yang tahu? Nah kalau lewat online inikan kita bisa tahu dari situ,” ungkap Imran.

 

Saat ini, sambung Imran, memang sulit mengetahui seberapa jujur dan seberapa siap si kurator menanggung risiko batal demi hukum perbuatannya. Isu ini tak bisa dianggap remeh. Menurutnya, aturan batasan penanganan 3 perkara itu berkaitan erat dengan ‘fokus atau tidak fokusnya’ kurator dalam menangani perkara. Di samping itu ada isu pemerataan kesempatan kerja dalam aturan pembatasan itu.

 

Intinya, kata Imran, pihaknya tak masalah dengan perubahan selama Permen yang dibentuk tidak mengintervensi independensi organisasi dan bertujuan baik menjaga kualitas layanan dan standar profesi kurator.

 

Sekalipun wadah kurator ini multibar layaknya advokat, tapi dengan kode etik, standar kelulusan dan dewan kehormatan ‘yang satu’, diharapkan ke depannya kualifikasi kurator dan pengurus akan sama terlepas dari apapun organisasi yang menaunginya.

 

Tags:

Berita Terkait