Penasihat Hukum Sebut Ada Diskriminasi dalam Kasus Kenny Sonda
Terbaru

Penasihat Hukum Sebut Ada Diskriminasi dalam Kasus Kenny Sonda

Karena pejabat pengambil keputusan (President/General Manager) perusahaan tempat Kenny bekerja hanya berstatus sebagai tahanan kota, alias tidak ditahan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Penasihat hukum Kenny Wisha Sonda, Fredrik J. Pinakunary. Foto: RES
Penasihat hukum Kenny Wisha Sonda, Fredrik J. Pinakunary. Foto: RES

Nama Kenny Wisha Sonda mendadak menjadi perbincangan publik setelah dirinya mendekam di Rumah Tahanan Pondok Bambu. Kenny yang berprofesi sebagai in-house counsel pada PT Energy Equity Epic Sengkang (EEES), dan hanya menjalankan tugasnya memberi nasihat hukum kepada pimpinan perusahaan justru dianggap melakukan penggelapan oleh PT Energi Maju Abadi (EMA), partner bisnis EEES.

Menurut penasihat hukum Kenny, Fredrik J. Pinakunary, ada perlakuan diskriminatif dalam perkara yang menimpa kliennya. Karena Kenny adalah seorang perempuan yang bekerja sebagai legal counsel, dikungkung di rumah tahanan pondok bambu, tangannya diborgol ketika dihadirkan ke pengadilan. Sementara pejabat pengambil keputusan (President/General Manager) perusahaan tempat Kenny bekerja hanya berstatus sebagai tahanan kota, alias tidak ditahan.

Maka tak aneh jika apa yang terjadi terhadap Kenny adalah bentuk sebuah ketidakadilan yang menimbulkan kemarahan banyak orang, khususnya advokat yang bekerja sebagai legal counsel, termasuk alumni FH Unpar, the Indonesian Corporate Counsel Association (ICCA), organisasi advokat dan berbagai pihak lainnya.

Baca Juga:

Karena itu, dalam sidang pekan lalu Tim Penasihat Hukum Kenny mengajukan permohonan penangguhan penahanan. “Bersyukur karena hari ini hakim meminta pihak keluarga untuk memberikan uang jaminan, yang artinya permohonan kami akan dikabulkan,” kata Fredrik, Selasa (3/9/2024).

Besok, lanjut Fredrik, Tim Penasihat Hukum akan mendampingi keluarga Kenny menyetorkan jaminan senilai Rp50 juta. Dan setelah sidang yang rencananya akan dilaksanakan Kamis, (5/9), Kenny akan berkumpul kembali bersama keluarga di rumah.

Untuk diketahui, Kenny dijerat dengan Pasal 372 KUHP jo 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Perempuan kelahiran 11 Maret 1982 itu dilaporkan karena opini hukum yang diberikan ke direksi perusahaan EEES, pemilik 51 persen participating interest di wilayah Kerja Kontrak Kerja Sama Blok Migas Sengkang, Sulawesi Selatan, tidak mendistribusikan pendapatan kepada PT Energi Maju Abadi (EMA) selaku pemegang 49 persen participating interest. Opini hukum Kenny didasarkan karena EEES masih membayarkan pinjaman kepada sejumlah kreditor sesuai dengan perjanjian antara EEES dan EMA.

Dalam eksepsi, tim penasihat hukum menilai surat dakwaan penuntut umum keliru soal penangkapan Kenny pada 22 Juli  2024. Pasalnya tanggal tersebut, Kenny secara sukarela menghadap penyidik Polres Jakarta Selatan karena dipanggil dengan tujuan penyerahan tahap II berupa berkas dan tersangka kepada pihak Kejaksaan. Alhasil, tak pernah terjadi penangkapan.

Indonesian Corporate Counsel Association (ICCA), sebuah asosiasi yang mewadahi profesi in-house counsel di Indonesia turut angkat bicara. ICCA dengan tegas menyuarakan keprihatinan mendalam atas proses hukum yang sedang berlangsung dan menimpa Kenny Wisha Sonda. Kenny adalah seorang pengacara perusahaan atau in-house counsel yang menurut informasi saat ini ditahan di Rumah Tahanan Pondok Bambu.

Sebelumnya, Kepala Bidang Hubungan Antar Lembaga & Advokasi ICCA, Tri Junanto Wicaksono, melihat penahanan Kenny menjadi preseden yang kurang baik bagi profesi in-house counsel. Dalam keterangan persnya, Tri Junanto mengatakan seharusnya dakwaan terhadap Kenny perlu ditinjau kembali secara menyeluruh dan seksama, termasuk penahanan yang diberlakukan terhadap Kenny.

Ia menjelaskan dalam perannya seorang In-House Counsel memberikan advis hukum bagi perusahaan berdasarkan ketentuan yang berlaku serta didasarkan pada prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance). Namun, perlu dipahami selama posisi In-House Counsel tetaplah merupakan karyawan perusahaan, sudah sepatutnya dipahami seorang In-House Counsel tidak dapat dipidana atas tindakannya memberikan saran hukum kepada manajemen perusahaan.

“Sebab, keputusan akhir tetap merupakan ranah dan wewenang dari manajemen perusahaan. Dengan demikian, menjadikan Kenny sebagai terdakwa atas keputusan manajemen perusahaan di tempatnya bekerja adalah preseden yang sangat berbahaya dan tidak adil bagi profesi ini,” ungkap Tri.

ICCA juga mendesak pihak berwenang untuk meninjau kembali atas penahanan Kenny dan menangguhkan penahanannya selama proses hukum yang sedang berlangsung. Kenny berhak mendapatkan perlindungan hukum yang adil dan harus diizinkan untuk membela diri tanpa ancaman penahanan yang tidak proporsional.

Tags:

Berita Terkait