Penangkapan Samin Tan dan Surganya Koruptor di Singapura
Utama

Penangkapan Samin Tan dan Surganya Koruptor di Singapura

Masih ada 4 buron lain termasuk Harun Masiku.

Aji Prasetyo
Bacaan 4 Menit
Setahun masuk daftar pencarian orang (DPO), pemilik PT Borneo Lumbung Energi & Metal (BLEM), Samin Tan (SMT) akhirnya ditangkap tim penyidik KPK. Foto: RES
Setahun masuk daftar pencarian orang (DPO), pemilik PT Borneo Lumbung Energi & Metal (BLEM), Samin Tan (SMT) akhirnya ditangkap tim penyidik KPK. Foto: RES

Setahun masuk daftar pencarian orang (DPO), pemilik PT Borneo Lumbung Energi & Metal (BLEM), Samin Tan (SMT) akhirnya ditangkap tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi pada Senin (5/4). Sebelumnya, Samin Tan berstatus tersangka karena diduga turut andil dalam perkara dugaan suap kesepakatan kontrak kerjasama pembangunan PLTU Riau 1.

Deputi Penindakan KPK Karyoto menjelaskan kronologi penangkapan ini yang bermula dari adanya informasi dari masyarakat mengenai keberadaan Samin Tan di salah satu kafe di wilayah Jakarta Pusat. Tim kemudian bergerak dan memantau keberadaannya dan melakukan penangkapan terhadap pengusaha di bidang tambang ini.

“Tim bergerak dan memantau keberadaan tersangka yang sedang berada di salah satu kafe yang berlokasi di wilayah Jln Thamrin Jakarta Pusat dan langsung dilakukan penangkapan. Tersangka kemudian dibawa ke Gedung KPK Merah Putih untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut guna kepentingan penyidikan,” jelas Karyoto dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (6/5).

Penahanan dilakukan kepada Samin Tan untuk 20 hari ke depan, terhitung sejak tanggal 6 April 2021 sampai dengan 25 April 2021. Karyoto menambahkan, kepada tersangka akan dilakukan penahanan di rumah tahanan KPK Gedung Merah Putih. "Untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19 di lingkungan rutan KPK, tersangka akan lebih dulu dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari di rutan KPK cabang kavling C1," imbuhnya. (Baca: Cara Baru Pencegahan Korupsi di Era Firli Bahuri)

Samin sendiri sudah ditetapkan sebagai DPO sejak April 2020 lalu. Penangkapan terhadapnya merupakan pengembangan operasi tangkap tangan pada tanggal 3 Juli 2018 silam di Jakarta. Dimana KPK sebelumnya telah menetapkan tiga orang tersangka yaitu Eni Maulani Saragih, Johanes Kotjo dan Idrus Marham yang saat ini perkaranya telah berkekuatan hukum tetap.

Karyoto memaparkan, Samin diduga meminta bantuan kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih guna mengurus permasalahan pemutusan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi 3 di Kalimantan Tengah. Diduga saat itu PT BLEM milik tersangka Samin telah mengakuisisi PT AKT untuk penyelesaian persoalan interminasi perjanjian tersebut.

“SMT diduga meminta bantuan sejumlah pihak salah satunya Eni untuk masalah pemutusan pemutusan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi 3 antara PT AKT dengan Kementerian ESDM," jelasnya.

Eni menyanggupi permintaan tersebut dan meminta uang Rp 5 miliar. Adapun uang tersebut digunakan untuk biaya kampanye suami Eni yang mengikuti Pilkada di Temanggung Jawa Tengah. Kemudian telah terjadi pemberian uang dari tersangka Samin Tan melalui stafnya dengan Eni sebanyak 2 kali dengan total Rp 5 miliar.

Dengan tertangkapnya SMT, Karyoto menegaskan pihaknya akan menggali kemungkinan pihak-pihak lain yang terlibat. "Kita gali apakah ada pihak-pihak yang dulu misalnya ada baunya, kita akan berjalan dengan mencari mengumpulkan alat bukti yang lain, baik dari saksi, petunjuk dokumen dan lainnya," pungkas dia.

Sulit ditangkap

Karyoto juga mengatakan tak mudah bagi KPK menangkap Samin Tan yang sebelumnya dikabarkan berada di Singapura. Apalagi jika seseorang sudah mendapatkan status penduduk tetap, maka meskipun aparat penegak hukum negara lain telah menetapkan sebagai tersangka namun proses penangkapan sulit sekali dilakukan karena kendala izin dari negara bersangkutan.

Alasan lainnya, kata dia, Indonesia dan Singapura tidak mempunyai perjanjian ekstradisi. “Dan kita tahu bahwa satu-satunya negara yang tidak menandatangani ekstradisi yang berkaitan dengan korupsi adalah Singapura, itu surga-nya koruptor yang paling dekat adalah Singapura, ujar Karyoto.

Dalam kasus yang ditangani KPK, Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim diketahui berada di Singapura. Keduanya juga telah dimasukkan dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) setelah dijadikan sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dalam proses pemenuhan kewajiban pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) kepada BPPN yang dilakukan oleh tersangka Sjamsul selaku pemegang saham pengendali BDNI.

Sejak ditetapkan sebagai tersangka, baik Sjamsul maupun Itjih belum pernah diperiksa, baik sebagai saksi maupun tersangka di tingkat penyidikan meski KPK sudah mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan terhadap keduanya ke tiga lokasi, yaitu The Oxley, Cluny Road, dan Head Office of Giti Tire Pte. Ltd. (keduanya berlokasi di Singapura) dan ke satu alamat di Simprug, Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

KPK pun akhirnya mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) sehingga status keduanya bukan tersangka lagi. KPK pun segera mengurus pencabutan status DPO terhadap dua orang tersebut.

Selanjutnya, tersangka KPK yang juga diduga berada di Singapura adalah Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos yang merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e). Namun, KPK belum memasukkan Paulus Tannos dalam status DPO.

Dari 2017 sampai 2020, ada 10 tersangka yang berstatus DPO KPK dan khusus di tahun 2020 telah ditangkap tiga tersangka yang berstatus DPO, yaitu Nurhadi, Rezky Herbiyono, dan Hiendra Soenjoto. Adapun rinciannya, lima tersangka adalah DPO dari 2017 sampai 2019, yaitu Kirana Kotama, Sjamsul Nursalim, Itjih Nursalim yang juga istri Sjamsul, Izil Azhar, dan Surya Darmadi. Sedangkan DPO KPK pada 2020, yaitu Harun Masiku dan Samin Tan yang baru ditangkap.

Rezky, Nurhadi dan Hiendra telah diproses hukum sementara Sjamsul dan Itjih Nursalim kasusnya dihentikan. Dengan demikian, empat buronan KPK yang belum tertangkap, yakni Kirana Kotama, Izil Azhar, Surya Darmadi, dan Harun Masiku.

“Kemudian yang menyangkut DPO lainnya, saya pernah menyampaikan pada rekan-rekan bahwa kami telah membentuk tim pencarian DPO dan itu kami lepaskan dari tugas sehari-hari. Saya tidak akan cerita keberadaan DPO lainnya,” ujar Karyoto.

Karyoto berharap dengan tertangkapnya Samin Tan bisa menjadi awal ditangkapnya para buronan lain. “Mudah-mudahan (tertangkapnya Samin Tan) ini adalah salah satu kerja dari tim itu. Kemudian mudah-mudahan dalam waktu singkat yang akan datang juga masih bisa kami mencari DPO-DPO lain. Saya tidak akan cerita kalau misalnya ada ini ada ini tetapi mudah-mudahan dia sedang tidur nyenyak, tidak dengar kami. Nanti pas kami datang, ada kami tangkap," tuturnya.

Tags:

Berita Terkait