Penanganan Terorisme Harus Berpijak pada Dua Hal Ini
Utama

Penanganan Terorisme Harus Berpijak pada Dua Hal Ini

DPR mengimbau pemerintah untuk melaksanakan amanat UU ini sebaik-baiknya sesuai kebutuhan yang sudah diputuskan bersama.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit

 

“Koalisi mendorong disahkannya revisi UU Terorisme ini dapat lebih memperkuat aspek pencegahan aksi terorisme, seperti penguatan peran BNPT dalam mengkoordinasikan kebijakan penanganan terorisme antar lembaga terkait, seperti Kepolisian, TNI, BIN, Imigrasi, dan lain-lain,” harapnya.  

 

Selain itu, Koalisi mengapresiasi perubahan-perubahan pasal yang bersifat positif. Seperti masa penangkapan yang disetujui menjadi 14 hari dan dapat diperpanjang selama 7 hari dengan persetujuan Ketua Pengadilan (Pasal 28); total masa penahanan yang menjadi 290 hari (Pasal 25); penghapusan pasal Guantanamo (43A); dan penghapusan pencabutan kewarganegaraan (46A).

 

Hanya saja, Koalisi menilai masih terdapat beberapa pasal yang berpotensi bermasalah, yakni soal definisi terorisme yang mencantumkan unsur politik. Definisi yang menggunakan frasa “motif politik” berpotensi menyulitkan aparat penegak hukum dalam upaya penegakannya. 

 

Masalah pelibatan TNI dalam UU yang baru disahkan ini juga dikhawatirkan berpotensi menggeser kebijakan penanganan terorisme menjadi eksesif dan keluar dari koridor penegakan hukum (criminal justice system) dan HAM. Untuk itu, pemerintah perlu hati-hati dan cermat merumuskan tentang pelibatan TNI dalam perpres sebagai aturan pelaksana nantinya. 

 

Lebih leluasa

Terpisah, Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan kehadiran UU Terorisme membuat penanganan perkara terorisme akan lebih leluasa lagi. "Dulu banyak hal, polisi sudah tahu persis jaringan mereka, tapi tidak bisa menindak karena mereka belum melakukan sesuatu yang memenuhi unsur-unsur untuk dinyatakan melanggar hukum. Nah sekarang rasanya UU kita jauh lebih komprehensif lagi, lebih maju," katanya di Jakarta, Jumat (25/5/2018) seperrti dikutip Antara.

 

Ia menilai UU Terorisme yang lama itu terkesan negara atau aparat hukum/keamanan berada di belakang teroris, sehingga sulit menjangkau mereka. "Sekarang ini, setidaknya kita harap bisa selangkah di depan mereka (teroris). Demikian kita justru bisa melakukan upaya pencegahan agar jangan sampai terjadi peristiwa yang memakan banyak korban," harapnya.

 

Karena itu, ia mensyukuri adanya UU Terorisme yang baru ini. “Kenapa dinyatakan revisi, karena yang lama dianggap tidak memadai. Yang lama kan cenderung lebih bersifat reaktif, jadi di sini aparat penegak hukum dan keamanan itu cenderung seperti pemadam kebakaran saja," katanya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait