Penanganan Karhutla Dinilai Abaikan Hak Korban
Berita

Penanganan Karhutla Dinilai Abaikan Hak Korban

Masyarakat yang menjadi korban kebakaran hutan dan lahan disarankan mengajukan gugatan citizen law suit atau class action ke pengadilan.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kebakaran hutan. Foto: RES
Ilustrasi kebakaran hutan. Foto: RES

Pemerintah telah melakukan upaya untuk menangani kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. Awal September lalu, Presiden Joko Widodo sempat bertandang ke Pekanbaru, Riau, untuk memimpin rapat terbatas terkait penanganan karhutla. Pada intinya Presiden Jokowi meminta jajarannya untuk segera menanggulangi karhutla. Aparat penegak hukum pun diperintahkan untuk menindak tegas pelaku pembakaran hutan dan lahan.

 

“Aparat penegak hukum harus bertindak tegas baik kepada perusahaan dan perorangan,” kata Jokowi dalam rapat terbatas di Pekanbaru, Riau, Senin (19/9/2019) sebagaimana dilansir laman setkab.go.id. Baca Juga: Presiden Jokowi Diminta Berkomitmen Lindungi Hutan

 

Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Muhammad Teguh Surya menilai dalam menangani karhutla pemerintah terlalu fokus soal pemadaman dan penegakan hukum. Padahal, ada yang lebih penting untuk diperhatikan yakni pemenuhan hak-hak masyarakat yang menjadi korban karhutla. Sebab, asap yang dihasilkan dari karhutla berkontribusi besar menyebabkan penyakit yang dialami masyarakat seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

 

Penyakit akibat asap ini sangat rawan bagi kelompok rentan seperti anak, lanjut usia, perempuan hamil, dan janin. Teguh mencatat sedikitnya 45 kabupaten/kota di Indonesia mengalami karhutla. “Karhutla mungkin padam di sejumlah daerah karena diguyur hujan deras. Tapi masalahnya belum berakhir, ada dampak lanjutan yang dialami masyarakat yang menjadi korban, salah satunya masalah kesehatan,” kata Teguh dalam acara diskusi di Jakarta, Selasa (19/11/2019).

 

Selain itu, Teguh mencatat ada 1.253 lahan konsesi milik perusahaan yang terbakar selama 2019. Sebagaimana konsep strict liability, perusahaan harus bertanggung jawab penuh terhadap kebakaran yang terjadi di lahan konsesinya. Sebab, karhutla berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat dan berpotensi mengancam generasi unggul karena tidak sedikit anak-anak dan bayi yang mengalami masalah gangguan kesehatan.

 

Karena itu, untuk menuntut tanggung jawab pemerintah dan perusahaan, Teguh menyarankan masyarakat yang menjadi korban karhutla dapat mengajukan gugatan citizen law suit atau class action. Dalam gugatan itu, masyarakat korban asap karhutla bisa menuntut karena secara umum pemerintah dan perusahaan abai melaksanakan tanggung jawabnya sesuai amanat UUD Tahun 1945.

 

Pasal 28H UUD RI 1945 menyebutkan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. “Karhutla menimbulkan gas beracun yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat, pemerintah lalai menjalankan perintah Pasal 28H UUD Tahun 1945,” sebutnya. Baca Juga: Pelanggaran HAM di Balik Bencana Kabut Asap

 

Selain mengajukan gugatan di dalam negeri, Teguh mengatakan korban karhutla juga bisa menuntut negara asal perusahaan yang konsesinya terbakar. Upaya itu bisa dilakukan untuk mengingatkan agar pemerintah di negara asal perusahaan itu ikut bertanggung jawab.

 

Direktur Penanganan Pengungsi BNPB Johny Sumbung menghitung bencana yang terjadi periode 1 Januari-18 November 2019 di Indonesia mencapai 3.271 kejadian. Bencana paling tinggi yakni angin puting beliung 1.050 kejadian; karhutla 708; banjir 684; longsor 655; dan kekeringan 121. Bencana yang terjadi selama hampir setahun ini mengakibatkan 461 orang meninggal, 107 menderita, 5,94 juta orang mengungsi, dan 3.312 terluka.

 

Khusus karhutla, Johny menghitung sampai saat ini lebih dari 857 ribu hektar lahan terbakar. Upaya yang sudah dilakukan BNPB antara lain melakukan water bombing dan hujan buatan. Tercatat masih ada 483 titik panas di sejumlah daerah, dan ada 3 helikopter beroperasi untuk melakukan bom air. Menurutnya, BNPB tidak bisa sendirian untuk menangani bencana yang terjadi di Indonesia terutama karhutla. Pemerintah daerah berperan penting untuk mencegah terjadinya karhutla.

 

Johny mengingatkan sejak kebakaran besar tahun 2015, Presiden Jokowi sudah mengarahkan seluruh pihak untuk fokus memadamkan api. Untuk mencegah karhutla, mulai tahun 2020 BNPB akan melakukan patroli menggunakan drone. Selain itu pemerintah sudah berupaya melakukan penegakan hukum dan ada perusahaan yang diproses di pengadilan. “Untuk menangani karhutla perlu koordinasi optimal semua pihak dari pemerintah pusat sampai daerah,” tegasnya.

 

Dia juga menghitung kerugian yang ditimbulkan karhutla lebih besar ketimbang tsunami yang menerjang Aceh tahun 2004. Kerugian karhutla tahun 2015 diperkirakan mencapai 16,1 triliun, dan tsunami Aceh di tahun 2004 sekitar Rp7 triliun. Karhutla yang terjadi tahun 2019 sebagian besar melanda Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, NTT, Kalimantan Selatan, Riau, dan Sumatera Selatan. “99 persen karhutla terjadi karena ulah manusia,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait