Penanganan Aksi Tolak UU Cipta Kerja Dinilai Langgar HAM
Berita

Penanganan Aksi Tolak UU Cipta Kerja Dinilai Langgar HAM

Banyak orang yang ditangkap mengalami penyiksaan, tidak manusiawi, dan perlakuan buruk lainnya.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 4 Menit

Andi berpandangan bahwa kepolisian tidak dapat menggunakan alasan adanya provokasi atau peserta aksi yang terlebih dahulu melakukan kekerasan sebagai justifikasi melakukan kekerasan balik. Tugas kepolisian adalah memastikan pelaku tindak pidana diproses secara hukum, sementara memastikan masyarakat yang terlibat dalam aksi dilindungi hak-haknya. “Lebih dari itu, kepolisian harus menemukan pelaku utama dari provokasi tersebut agar hal serupa tidak terulang kembali di masa yang akan datang,” ujar Andi.

Oleh karena itu, terhadap peristiwa terakhir, koalisi memandang terdapat sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam menangani aksi unjuk rasa. Pertama, penggunaan kekuatan berlebihan berupa kekerasan terhadap peserta aksi. Menurut Pasal 5 Perkap Nomor 1 Tahun 2009, tujuan penggunaan kekuatan dalam tindak kepolisian ialah untuk mencegah, menghambat dan menghentikan tindakan yang diduga melakukan perbuatan melanggar hukum.

Namun menurut Andi, yang terjadi sebaliknya. Anggota Polri justru menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk melukai massa aksi. Bahkan petugas kesehatan pun yang harusnya dihormati dan dilindungi, juga mengalami kekerasan  hal ini dialami relawan medis Muhammadiyah (13/10). “Tindakan penganiayaan hingga luka-luka merupakan pelanggaran atas Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia sebagaimana telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998.

Kedua, pembubaran massa aksi menurut koalisi tidak sesuai dengan prinsip dan tahap-tahap penggunaan kekuatan. Masih menurut Perkap Nomor 1 Tahun 2009, dalam menggunakan kekuatan anggota Polri haruslah mengedepankan prinsip proporsionalitas yang berarti penggunaan kekuatan harus dilaksanakan secara seimbang antara ancaman dan tingkat kekuatan yang ada.

Ketiga, penangkapan sewenang-wenang. Baik sebelum ataupun setelah aksi demontrasi terjadi, seringkali anggota Polri melakukan perburuan dan menangkap secara sewenang-wenang para massa aski, dengan dalih pengamanan. Padahal menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak dikenal istilah pengamanan, yang ada ialah penangkapan. 

“Alasan pengamanan ini, merupakan tipu daya Polisi untuk tidak menjalankan kewajibannya memenuhi syarat administratif dalam melakukan penangkapan. Perbuatan Polisi ini merupakan pelanggaran serius terhadap kemerdekaan seseorang,” ujar Gufron Mabruri dari Imparsial.

Koalisi berpendapat tindakan kekerasan dan penggunaan kekuatan yang berlebihan dapat terus terjadi disebakan tidak adanya penghukuman baik secara pidana dan etik terhadap aktor yang melakukan kekerasan dan atasan yang membiarkan kekerasan tersebut.

Tags:

Berita Terkait