Penagihan Pinjaman Jadi Tantangan Perusahaan Pembiayaan di Tengah Covid-19
Berita

Penagihan Pinjaman Jadi Tantangan Perusahaan Pembiayaan di Tengah Covid-19

Covid-19 membuat perusahaan pembiayaan menghentikan kegiatan penagihan atau collection terhadap debitur. Sisi lain, perusahaan pembiayaan harus memenuhi kewajiban pembayaran pinjaman kepada kreditur.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Gedung Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta. Foto: RES
Gedung Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta. Foto: RES

Industri jasa keuangan perusahaan pembiayaan atau multifinance berada dalam kondisi tertekan dari sisi keuangan saat ini. Hal ini karena sumber permodalan sebesar 89 persen perusahaan pembiayaan sebagian besar tergantung pinjaman. Selain itu, perusahaan pembiayaan juga mengalami kendala dalam penagihan pinjaman atau collection terhadap debitur pada kondisi Covid-19.

Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank II B Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bambang W Budiawan, mengatakan indikator keuangan industri perusahaan pembiayaan seperti aset, piutan pembiayaan, sumber pendanaan, laba dan aset pengelolaan per Mei 2020 menurun dibandingkan tahun lalu atau year on year (yoy). Selain itu, kondisi non-performing finance (NPF) atau kredit macet meningkat 1,38 persen yoy menjadi sebesar 4,11 persen.

Perusahaan pembiayaan mendapat tanggung jawab mengadakan program restrukturisasi pinjaman kepada debitur terdampak Covid-19. Ketentuan ini tercantum dalam Peraturan OJK Nomor 11 Tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid-19 dan POJK 14/2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid-19 bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank. Tercatat restrukturisasi perusahaan pembiayaan mencapai 4.823.271 kontrak dengan nilai outstanding pokok Rp 150,43 triliun dan bunga Rp 38,03 triliun.

Bambang mengatakan perusahaan pembiayaan perlu berhati-hati merestrukturisasi pinjaman debitur tersebut untuk menjaga kondisi keuangan perusahaan. (Baca Juga: OJK Berencana Perpanjang Masa Restrukturisasi Kredit Akibat Covid-19)

“Kondisi kesehatan perusahaan pembiayaan perlu dijaga, sehingga restrukturisasi yang diberikan tidak mengakibatkan kegagalan perusahaan pembiayaan dalam membayar atau memenuhi kewajibannya kepada kreditur perusahaan pembiayaan yang akan memiliki dampak luas bagi stabilitas perekonomian nasional,” jelas Bambang, Rabu (12/8).

Dia menambahkan perusahaan pembiayaan harus mematuhi prinsip-prinsip restrukturisasi terhadap debitur agar terhindar dari moral hazard. Selain itu, perusahaan pembiayaan juga harus mengetahui profil debitur agar mengetahui skema restrukturisasi yang tepat.

Dengan kondisi tersebut, Bambang menjelaskan perusahaan pembiayaan memiliki tantangan menjaga kondisi keuangan agar stabil saat Covid-19. Hal ini karena perusahaan pembiayaan tidak dapat menagih pinjaman kepada debitur secara fisik. Bambang juga mengatakan program restrukturisasi ini mengurangi kemampuan aliran dana perusahaan pembiayaan. 

“Dampak dari restrukturisasi ini berpengaruh pada kapasitas perusahaan pembiayaan kepada customer-customer. Juga dipengaruhi presentase collection. Sementara, collection beradu fisik (tatap langsung) masa pandemi gini dilarang. Ini jadi tantangan besar bagi perusahaan pembiayaan khususnya kegiatan-kegiatan menyangkut collection,” jelas Bambang. (Baca Juga: 2 Kebijakan Pemerintah untuk Dukung Korporasi Terdampak Pandemi)

Meski demikian, Bambang menyatakan kesehatan industri perusahaan pembiayaan masih stabil terlihat belum adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap tenaga kerja yang mencapai sekitar 200 ribu karyawan. "Berdasarkan monitoring kami ada 177 perusahaan pembiayaan di luar syariah sudah ada 26 perusahaan mengajukan restrukturisasi dan 118 perusahaan belum mengajukan restrukturisasi kepada kreditur. Sementara sisanya perusahaan pembiayaan tersebut tidak memiliki pinjaman kepada kreditur," ujarnya.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Suwandi Wiratno, mengatakan permasalahan penagihan sempat terjadi pada masa awal pandemi Covid-19. Hal ini disebabkan pembatasan sosial berskala besar dan kebijakan pemerintah daerah yang melarang aktivitas penagihan perusahaan pembiayaan.

“Pada masa awal-awal Covid-19, penagihan sulit dikarenakan pandemi Covid-19 dan larangan pemda terhadap perusahaan pembiayaan,” jelas Suwandi.

Selain itu, dia juga menyampaikan perusahaan pembiayaan berkomitmen kepada kreditur untuk mengembalikan pinjaman sesuai waktu yang disepakati. Suwandi menerangkan kondisi kesehatan perusahaan pembiayaaan berbeda-beda tergantung spesifikasi usaha. “Ada yang restrukturisasi itu bukan tidak sehat,” jelas Suwandi.

Tags:

Berita Terkait