Pemulihan Ekonomi Pasca Covid, Pemerintah Dorong Investasi via Negosiasi IJEPA
Berita

Pemulihan Ekonomi Pasca Covid, Pemerintah Dorong Investasi via Negosiasi IJEPA

Indonesia-Jepang dalam proses negosiasi untuk melakukan amandemen terhadap protokol kesepakatan IJEPA.

Hamalatul Qur’ani
Bacaan 2 Menit
Webinar bertajuk Indonesia-Japan Trade & Investment Post Covid-19: A New Frontier. Foto: HMQ
Webinar bertajuk Indonesia-Japan Trade & Investment Post Covid-19: A New Frontier. Foto: HMQ

Walaupun terjebak dalam krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19, kini banyak negara sudah mulai mencoba kembali untuk memulihkan kondisi ekonominya masing-masing. Indonesia sendiri, kendati cukup terpukul di kuartal II, namun rebound ekonomi diprediksi bisa saja terjadi pada kuartal 4. Menarik minat investor Jepang menjadi salah satu langkah pemerintah.

Berkaca dari pengalaman, Jepang tergolong sebagai mitra strategis investasi terbesar di Indonesia sejak 2018 hingga Q1 2020. Direktur Fasilitas Promosi Daerah BKPM, Indra Darmawan mengatakan, 78% dari total Foreign Domestic Index (FDI) di Indonesia berasal dari negara-negara Asia, dan Jepang menempati urutan ke-2 terbesar setelah Singapura, yakni 15% dari total FDI.

Adapun dari segi kerja sama perdagangan, diungkapkan oleh Direktur Perundingan Bilateral Kementrian Perdagangan, Ni Made A Marthini, sebesar 41% dari total seluruh negara partner dagang RI (ekspor), berasal dari Asia Timur, yakni 72,8% berasal dari China dan partner dagang terbesar kedua yakni Jepang, sebesar 31,5%.

Untuk itu, kata Ni Made A Marthini, China memang menjadi Indonesia biggest trading partner saat ini, sedangkan Jepang terbesar kedua, hampir mencapai 32%. Bila dibandingkan jaraknya cukup jauh dari China. “Diharapkan kita bisa meningkatkan kerja sama dagang dengan Jepang dan menaikkan angkanya, dengan review agreement dengan IJEPA kita harap bisa merealisasikan itu,” katanya.

Sekadar informasi, IJEPA (Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement) merupakan perjanjian kerja sama ekonomi Indonesia-Jepang yang ditandatangani oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe pada 20 Agustus 2007 lalu dan berlaku efektif (implementasi) pada 1 Juli 2008. (Baca: 4 Strategi BKPM Menjaga Iklim Investasi Saat Pandemi Covid-19)

Perjanjian perdagangan bilateral ini mencakup Trade in Goods, Investment, Trade in Services, Movement of Natural Persons, Intellectual Property Rights, Rules of Origin,Competition Policy, Energy and Mineral Resources, Government Procurement, Custom Procedures, Improvement of Business Environment, Cooperation.

Sesuai amanat pasal 151 IJEPA, perlu dilakukan review lima tahun setelah pelaksanaan perjanjian. Pertemuan awal General Review (GR) IJEPA dilaksanakan pada 12 September 2014 di Jakarta dan Pertemuan General Review IJEPA terakhir (ke-12) dilaksanakan pada 20-22 Mei 2019 di Tokyo. Dikutip dari laman resmi Kemendag, Presiden RI Joko Widodo dan PM Jepang Shinzo Abe mengkonfirmasi selesainya General Review IJEPA di sela-sela KTT G20 di Osaka, 28 Juni 2019, dan sepakat untuk melanjutkan perundingan untuk mengamandemen perjanjian IJEPA sesuai dengan rekomendasi hasil General Review yang tertuang dalam Joint Report.

Dan saat ini, dalam diskusi bertajuk ‘Indonesia-Japan Trade & Investment Post Covid-19: A New Frontier’, Ni Made Martini mengungkapkan bahwa Indonesia sedang dalam proses negosiasi untuk melakukan amandemen terhadap protokol kesepakatan IJEPA tersebut. Lantas terkait hal apa saja review dan upgrading IJEPA yang saat ini dilakukan pemerintah Indonesia dan Jepang?

Made menjabarkan, pertama terkait dengan akses pasar (market access) yang lebih baik untuk distribusi barang, jasa maupun investasi. Dari segi aturan, persoalan kekayaan intelektual dan government procurement juga turut dibahas termasuk kebijakan dan aturan yang berkaitan dengan non-discriminatory participation terhadap investasi Jepang di Indonesia maupun Indonesia di Jepang.

Terkait fasilitas perdagangan, kata Ni Made A Marthini, rules of origin perlu diperbaiki. Sebagai contoh, sekitar 10 tahun yang lalu beberapa produk Indonesia yang diekspor ke Jepang seperti kopi, hanya bisa dilakukan untuk bahan baku saja (raw material). Ketentuan-ketentuan seperti itu disebutnya termasuk salah satu di antara hal-hal yang sedang didiskusikan kedua belah pihak dan rules of origin terkait hal ini perlu diamandemen. “Agar kedua belah pihak bisa mendapatkan keuntungan, ini masih sedang didiskusikan,” katanya.

Pertemuan rutin antar pemerintah (government to government) soal urusan bisnis juga perlu dilakukan untuk membangun iklim bisnis yang baik dan kepercayaan antar negara. Terlebih dalam segala kondisi ketidakpastian dan krisis ekonomi global yang terjadi akibat covid-19, tentu membangun dan maintaining trust antar negarasangat dibutuhkan.

Adapun terkait kerja sama ekonomi dan capacity building, pemerintah juga mendiskusikan terkait upgrading beberapa program, termasuk yang tadinya hanya diperuntukkan untuk industri otomatif saja, sekarang menjangkau lebih dari itu. Dukungan kerja sama untuk proyek-proyek ekonomi kreatif juga turut dibahas. (Baca: Pelaku Usaha Diminta Maksimalkan Pemanfaatan IA-CEPA)

Greita Anggraeni, advokat pada firma hukum SSEK Legal Consultant dalam forum yang sama menyebut bahwa sektor ekonomi digital bisa menjadi opsi menarik untuk berinvestasi di Indonesia. Dengan populasi sekitar 264 juta penduduk (populasi keempat terbesar di dunia), sudah tentu bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah market yang besar untuk sektor ini, perilaku konsumtif masyarakatnya juga membuat investasi di bidang ini semakin menarik. Bahkan berdasarkan UN report, diketahui sekitar 171 juta penduduk Indonesia yang terkoneksi dengan internet. Selain itu, Indonesia juga termasuk dalam kategori pasar smartphone terbesar di dunia.

“Spesifiknya, ada banyak sekali sektor ekonomi digital yang menarik untuk berinvestasi, seperti P2P Lending, e-wallet, e-money dan lainnya. P2P lending bahkan sangat popular dengan total loan yang terus meningkat bahkan hingga lebih dari 100%,” ungkapnya. Selain itu, investasi di bidang telemedicine (pemakaian telekomunikasi untuk memberikan informasi dan pelayanan medis jarak jauh) juga menjadi contoh investasi yang menarik.

Tags:

Berita Terkait