Pemulangan Sherny Kojongian Bukan Ekstradisi
Berita

Pemulangan Sherny Kojongian Bukan Ekstradisi

Proses ekstradisi lebih panjang dan berbelit ketimbang deportasi. Pengacara minta kasus Sherny dibuka ulang.

Nov
Bacaan 2 Menit
Sherny Kojongian (kacamata) Buron terpidana korupsi Kredit Likuiditas Bank Indonesia tiba dibandara Sukarno-Hatta. Foto: Sgp
Sherny Kojongian (kacamata) Buron terpidana korupsi Kredit Likuiditas Bank Indonesia tiba dibandara Sukarno-Hatta. Foto: Sgp

Buron terpidana korupsi Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) Sherny Kojongian telah dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Anak dan Wanita Tangerang. Sebelum dieksekusi, Sherny diserahterimakan Immigration and Customs Enforcement (ICE) Amerika Serikat ke Ditjen Imigrasi Indonesia.

Dari Ditjen Imigrasi, Sherny diserahterimakan kembali kepada Tim Terpadu Pencari Tersangka, Terpidana Tindak Pidana Korupsi yang diketuai oleh Wakil Jaksa Agung Darmono. Kesuksesan pemulangan buron KLBI tidak lepas dari peran Interpol, Kemenkumham, dan Kemenlu.

Darmono mengatakan selaku Direktur Kredit PT Bank Harapan Sentosa (BHS), Sherny bersama-sama almarhum Hendra Rahardja dan buron Eko Edi Putranto, Komisaris BHS, dihukum karena melakukan tindak pidana korupsi KLBI. “Perbuatannya dipandang sebagai perbuatan berlanjut antara tahun 1992 sampai 1996,” katanya, Rabu (13/6).

Sherny dan dua terpidana lainnya dianggap menyalahgunakan fasilitas KLBI dengan memberikan persetujuan kredit terhadap enam grup perusahaan dan 28 lembaga pembiayaan yang belakangan diketahui fiktif. Pemberian kredit itu dalam bentuk kredit modal kerja sama, investasi, surat berharga, dan pasar uang.

Akibat perbuatan mereka, Darmono menyatakan, negara dirugikan sebesar Rp1,95 triliun. Berdasarkan putusan in absentia yang dikeluarkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Maret 2002 dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 8 November 2002, Sherny diputus bersalah serta dihukum 20 tahun penjara.

Sementara, Hendra dihukum penjara seumur hidup dan Eko dihukum 20 tahun penjara. Selain pidana penjara, Sherny, Hendra, dan Eko juga dihukum membayar denda masing-masing Rp30 juta. Bukti berupa tanah, bangunan, berikut surat-surat hasil lelang sebesar Rp13,52 miliar dirampas untuk negara.

Ketiganya juga diperintahkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,95 triliun. Akan tetapi, sebelum putusan dieksekusi, Sherny, Hendra, dan Eko sudah kabur ke luar negeri. “Sherny kabur dari Indonesia sekitar tahun 1998 dengan paspor yang berlaku sampai 2003,” ujar Darmono.

Kemudian, pada tahun 2004, Sherny mendapat semacam kartu kuning untuk bisa menjadi warga negara Amerika Serikat melalui berbagai macam tahapan. Di tahun yang sama Sherny mendapatkan status sebagai Permanent Residence (PR). Pada tahun 2009, Sherny mengajukan permohonan naturalisasi untuk menjadi warga negara Amerika.

Darmono melanjutkan, pada saat bersamaan, tahun 2009, pemerintah Indonesia memberikan informasi bahwa Sherny masuk dalam daftar orang yang dicari karena terlibat melakukan suatu tindak pidana. Informasi itu tertuang dalam red notice yang dikeluarkan Interpol.

Atas dasar itu, otoritas Amerika meminta data, dokumen, dan keterangan dari pemerintah Indonesia untuk melakukan klarifikasi. Darmono menuturkan, pemerintah Indonesia telah menyerahkan berbagai dokumen, seperti putusanpengadilan, surat penangkapan, dan penahanan Sherny ketika di proses penyidikan.

“Karena berdasarkan dokumen lengkap, yang bersangkutan melakukan suatu indikasi tindak pidana, permintaan untuk menjadi warga negara Amerika ditunda,” tuturnya. Selain karena alasan itu, ICE juga melakukan pengusutan terhadap Sherny karena dugaan pelanggaran hukum Keimigrasian Amerika.

Darmono menjelaskan, Sherny sempat ditahan Keimigrasian Amerika pada tahun 2010. Selama hampir dua tahun, Sherny mengajukan keberatan sampai akhirnya keluar putusan banding yang menyatakan mantan Direktur Kredit BHS ini harus dideportasi ke negeri asalnya, Indonesia. Putusan banding itu dikeluarkan pada 6 Mei 2012.

“Bandingnya ditolak, sehingga dia harus tetap dideportasi. Maka dari itu, pemerintah Amerika menginformasikan pemerintah Indonesia melalui Interpol agar Sherny segera dideportasi,” terang Darmono. Deportasi dikawal oleh petugas ICE bernama Leon Jennifer serta didampingi atase Kepolisian yang ada di San Fransisco.

Setelah dideportasi, Sherny diserahkan ke Ditjen Imigrasi Indonesia, lalu ke Tim Terpadu. Darmono mengatakan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat telah mengeluarkan surat perintah penangkapan dalam rangka melaksanakan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Sherny akhirnya dibawa ke LP Anak dan Wanita Tangerang untuk dieksekusi.

Darmono berharap buron lainnya dapat dideportasi seperti Sherny. Sebab, jika melalui proses ekstradisi pasti akan memakan waktu yang cukup panjang. Salah satu buron terpidana yang harus melalui proses berbelit adalah Adrian Kiki Ariawan. Hingga kini masih menunggu putusan banding pengadilan Australia.

Buka kembali sidang Sherny

Pengacara Sherny, Afrian Bondjol menyatakan kliennya kooperatif mengikuti prosedur hukum yang berlaku. Sembari menjalani masa hukuman, tim pengacara akan mendiskusikan upaya hukum lanjutan karena kliennya merasa tidak terlibat dengan tindak pidana yang dilakukan Hendra dan Eko.

Menurutnya, ada beberapa upaya hukum yang dimungkinkan. Pertama, dengan mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK). Kedua dengan mengajukan pembukaan sidang kembali. Afrian beralasan sidang Sherny berlangsung secara in absentia, sehingga keterangan klien dan saksi meringankan belum didengar.

“Kami sudah ajukan surat ke Mahkamah Agung. Sekarang tinggal menunggu respon. Proses persidangan kan untuk mencari kebenaran yang materil. Sekarang terdakwanya sudah ada. Tinggal bagaimana digali bukti-bukti materil. Apakah benar bukti itu menunjukan keterlibatan Sherny,” katanya.

Afrian bersikukuh kliennya bukan pelaku tindak pidana korupsi bersama-sama Hendra Rahardja dan Eko Edi Putranto. Sherny hanya seorang profesional yang bekerja di BHS. Keberangkatan Sherny ke Amerika pun bukanlah sebuah pelarian. Sherny meninggalkan Indonesia pada Januari 1999 karena situasi politik yang memanas di Indonesia.

Pengacara dari kantor hukum OC Kaligis ini menjelaskan, ketika Sherny pergi ke Amerika, statusnya tidak dicekal dan tidak melanggar aturan apapun. Sherny kemudian mengajukan suaka politik dan permohonannya diterima pemerintah Amerika. Setelah itu, hubungan Sherny dengan Indonesia sama sekali terputus.

Sherny baru mengetahui dirinya dihukum 20 tahun penjara pada tahun 2007. Afrian mengaku kliennya tinggal di San Fransisco bersama keluarga dan anak-anaknya. Sherny juga bekerja di sebuah perusahaan di Amerika. “Tidak ada pelanggaran imigrasi yang dilakukannya. Sherny hanya terkait masalah UU Perbankan”.

Oleh karenanya, tim pengacara meminta sidang kasus Sherny dibuka kembali. “Patut digarisbawahi, Sherny seorang profesional, seorang pekerja, dia bukan owner BHS, tidak ada hubungan sama sekali dengan Hendra Rahardja. Dia murni sebagai profesional yang masuk ke BHS tahun 1995 dan menjadi Direktur Kredit tahun 1996,” tukas Afrian.

Tags: