Pemohon Pailit Paling Dirugikan Aturan Baru Fee Kurator
Berita

Pemohon Pailit Paling Dirugikan Aturan Baru Fee Kurator

Kurator yakin Peraturan Menteri tentang fee kurator melanggar UU Kepailitan.

HRS
Bacaan 2 Menit
Pemohon Pailit Paling Dirugikan Aturan Baru <i>Fee Kurator</i>
Hukumonline

Kreditor yang menjadi pemohon pailit paling dirugikan atas berlakunya Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permen) No 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Imbalan Bagi Kurator dan Pengurus. Karena itu pula, yang paling berkepentingan untuk mengajukan uji materi terhadap Permen ini adalah pemohon pailit. Aturan baru ini sudah diterapkan hakim niaga PN Jakarta Pusat.

Pasal 2 ayat (1) huruf c Permen mengatur pemohon dibebankan membayar imbalan kurator apabila permohonan pailit dicabut di tingkat kasasi. Pasal ini dinilai membuat kreditur berpikir dua kali untuk mengajukan pailit debitur karena putusan hakim tidak bisa diprediksi. Niat kreditur untuk mendapatkan pengembalian utang bisa berubah menjadi bumerang jika di tingkat kasasi permohonan pailitnya ditolak.

Kurator Swandy Halim mengatakan kalangan kurator perlu mengkomunikasikan masalah ini dengan Menteri Hukum dan HAM. Kalaupun ada kurator yang ingin menempuh langkah hukum, Swandy menilai yang paling layak mengajukan justru pemohon pailit. “Yang paling dirugikan siapa? Ya, kreditur pemohon pailit,” kata Swandy saat ditemui di PN Jakarta Pusat, Kamis (28/3) pekan lalu.

Swandy berpendapat Peraturan yang diterbitkan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin itu bertentangan dengan Pasal 17 ayat (3) UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Permen ini telah mengebiri wewenang majelis hakim untuk menentukan siapa yang harus membayar imbalan kurator.

Tak lama setelah beleid Menteri itu diterbitkan, kalangan kurator sudah melihat ada kejanggalan terutama menyangkut beban pembayaran fee kurator. Ketua DPC Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Jakarta Pusat, Jamaslin Purba, misalnya, menilai Permen itu cacat, sehingga layak diuji materi ke Mahkamah Agung (MA).

Kendati demikian, James dan asosiasi yang dia pimpin mengambil sikap belum berkeinginan untuk melakukan langkah tersebut. "Kalau dari AAI sendiri, kami tidak akan melakukan judicial review. Belum berkeinginanlah," tuturnya kepada hukumonline.

Kurator Edino Girsang termasuk yang tegas menyampaikan niat mengajukan uji materi Permen. Anggota Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) ini menilai Permen Hukum dan Ham No. 1 Tahun 2013 telah mengambil kewenangan majelis dalam menentukan pihak yang akan membayar. Selain itu, beleid ini terbilang unik karena sepengetahuan Edino, negara seperti Inggris, Malaysia, dan India tidak membebankan pemohon untuk membayar fee kurator.

"Dasarnya darimana? Pemohon itu korban dari tagihan yang dikemplang. Tidak selayaknya pemohon dibebankan imbalan kurator," tuturnya kepada hukumonline di PN Jakpus, Senin (01/4). 

Anggota Bidang Sertifikasi AKPI yang juga pengacara, Aji Wijaya, mengatakan prinsip hakiki dalam suatu kepailitan yang dianut di seluruh negara adalah biaya kepailitan termasuk fee kurator dibayar dari budel atau harta pailit. Sehingga, imbalan kurator tidak dapat dibebankan kepada pemohon.

"Untuk kemajuan hukum, tentunya harus ada yang mau dan berani melakukan pelurusan, termasuk melalui cara judicial review," tulis Aji kepada hukumonline melalui pesan singkat, Selasa (2/4).

Jika tujuan Permen adalah melindungi debitor dari iktikad jahat pemohon, Aji melanjutkan, langkah yang tepat dilakukan ialah semacam "discovery" dalam sistem Common Law. Discovery adalah suatu sistem dimana sebelum perkara diperiksa di pengadilan, perkara tersebut harus dilakukan pemeriksaan pendahuluan oleh hakim tunggal.

Pemeriksaan ini berguna dalam menentukan apakah perkara tersebut layak diperiksa atau tidak sesuai undang-undang yang mengatur. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengenal proses dismisal. "Hal ini sudah dijalankan dalam perkara Tata Usaha Negara. Jadi semua pihak kepentingannya terlindungi secara hukum," pungkasnya.

Beleid Menteri juga bisa berimbas pada keungan negara. Misalnya, jika pemohon pailit adalah Kejaksaan Agung. Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari Cibadak, Sekti Anggraini, menilai beleid terbaru fee kurator tidak masuk akal. Meskipun permohonan pailit yang diajukan kejaksaan sangat jarang, aturan itu bisa membebani keuangan Kejaksaan. Padahal permohonan pailit oleh Kejaksaan adalah amanat Undang-Undang demi kepentingan umum.

"Saya memang belum perhatian dengan peraturan tersebut. Akan tetapi, peraturan itu tidak masuk akal jika imbalan kurator dibebankan kepada kejaksaan karena kejaksaan mengajukan pailit demi kepentingan umum," ucapnya ketika dihubungi hukumonline, Senin (1/4).

Di mata Swandy Halim, kisruh akibat Permen imbalan kurator terjadi karena tidak ada sinergitas yang baik antarlembaga. Hakim, jaksa, Kemenkumham, BPHN, akademisi, dan kurator tidak bersatu. Semuanya jalan sendiri-sendiri dalam merumuskan suatu aturan.

Padahal, harusnya peraturan baru yang dibuat harus lebih baik dari sebelumnya. "Legal law society-nya yang tidak ada. Jika semua bersatu, hasilnya kan cantik. Ini tidak," ujar Swandy.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin menilai para kurator salah memahami beleid yang baru dia terbitkan.

Tags:

Berita Terkait