Pemohon Optimis MK Kabulkan Pengujian Batas Usia Jabatan Notaris Hingga 70 Tahun
Utama

Pemohon Optimis MK Kabulkan Pengujian Batas Usia Jabatan Notaris Hingga 70 Tahun

Notaris yang telah berakhir masa jabatannya tetap harus bertanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya sesuai dengan Penjelasan Pasal 65 UU Notaris, namun tidak terdapat perlindungan hukum terhadapnya.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi Notaris. Foto: Istimewa
Ilustrasi Notaris. Foto: Istimewa

Proses sidang pengujian aturan batas usia jabatan notaris masih berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK). Persidangan yang telah dimulai sejak Februari lalu ini akan memasuki tahap mendengarkan keterangan DPR dan Pemerintah atas permohonan yang diajukan oleh 24 notaris. Permohonan ini tercatat Perkara Nomor 14/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan oleh Yualita Widyadhari, Vivi Novita Rido, Syarifah Hadzami, Elizabeth Eva Djong, Dewantari Handayani, dst (Yualita dkk).    

Kuasa hukum para pemohon, Saiful Anam menyampaikan pihaknya optimistis permohonannya akan dikabulkan MK. Menurutnya, setidaknya akan ada 3-5 persidangan lagi hingga pembacaan putusan dalam perkara tersebut. ”Kami optimistis karena sudah satu bulan lebih dari perbaikan belum ada panggilan. Biasanya, kalau begitu lanjut ke proses persidangan berikutnya yang biasanya mendengar jawaban dari DPR dan pemerintah,” ungkap Saiful saat dihubungi Hukumonline, Sabtu (15/6/2024).

Permohonan yang diuji yakni batas usia jabatan notaris yang diatur dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UU Notaris). Dalam permohonannya, Saiful menyampaikan pihaknya merasa batas usia tersebut bersifat diskriminatif sekaligus memberatkan bagi profesi notaris.

Baca Juga:

“Kami hanya fokus pada batasan usia karena menurut kami apabila dibandingkan profesi lainnya sangat tidak adil kalau misalnya dihubungkan dengan usia pejabat negara lainnya bisa sampai 70 tahun. Bahkan di negara lain usia notaris ada yang 70 tahun lebih dan seumur hidup,” ungkap Saiful.

Dia menerangkan dari hasil penelitian terbukti tidak terdapat korelasi antara usia dengan kesehatan biologis manusia. Sehingga, notaris pun dapat berpraktik meski usianya sudah di atas 65 tahun. Selain itu, saat notaris harus pensiun juga memberatkan dari sisi ekonomi karena harus kehilangan penghasilan.

“Kalau mereka pensiun juga dapat stigma kurang baik dari masyarakat, kemudian juga jadi beban dan pengangguran. Notaris tidak dapat gaji dan pensiun dari negara tapi dibatasi (usianya),” tegasnya.

Dia juga membandingkan dengan profesi hukum lainnya yang tidak memiliki batasan usia. Menurutnya, profesi notaris seharusnya mendapat perlakuan sama. Padahal, dia menjelaskan tanggung jawab notaris atas akta yang dibuatnya berlaku seumur hidup.

Kemudian, Saiful juga menjelaskan terdapat ketidakpastian hukum dalam UU Notaris tersebut. Seperti yang dijabarkan dalam situs MK, para Pemohon dirugikan dengan berlakunya Pasal 8 ayat (2) UU Notaris, yang dapat diperpanjang sampai berumur 67 tahun dengan mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan. Dengan adanya pengaturan norma Pasal 8 ayat (2) UU Notaris, maka menimbulkan ketidakpastian hukum.

Hal tersebut dapat dilihat Pasal 8 ayat (1) huruf b UU Notaris telah ditentukan bahwa notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena telah berumur 65 tahun. Namun dalam Pasal 8 ayat (2) UU Notaris ternyata usia notaris masih dapat diperpanjang sampai berusia 67 tahun, bahkan terdapat norma yang mengatur dengan mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan.

Dengan demikian, terdapat tiga norma yang saling bertentangan, yaitu notaris berhenti atau diberhentikan pada saat umur 65 tahun, kemudian terdapat pengaturan 67 sampai dengan adanya pengaturan kriteria pertimbangan kesehatan. Sementara itu, notaris yang telah berakhir masa jabatannya harus bertanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya sesuai dengan Penjelasan Pasal 65 UU Notaris. Namun, tidak terdapat perlindungan hukum terhadapnya.

Sedangkan, UU Notaris tidak mengatur secara khusus mengenai perlindungan hukum bagi notaris yang telah berakhir masa jabatannya, sehingga dalam hal ini terjadi kekosongan hukum. Atas dasar itu, para pemohon meminta Pasal 8 ayat (1) huruf b UU Jabatan Notaris sepanjang “telah berumur 65 tahun;" bertentangan dengan UUD Tahun 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan "telah berumur 70 tahun."

Atau Pasal 8 ayat (2) UU Jabatan Notaris sepanjang “Ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diperpanjang sampai berumur 67 tahun dengan mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan;" bertentangan dengan UUD Tahun 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan "Ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diperpanjang dengan mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan."

"Inti petitumnya eksplisit usia pensiun notaris 70 tahun dan tidak ada batasan usia asalkan sehat," tegas Saiful. 

Sebagai informasi, sebelumnya ada pengujian pasal yang sama yang sudah diputuskan dan masih berproses. Pertama, perkara Nomor 165/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan Anisitus Amanat, seorang Notaris di Kendal, Jawa Tengah. Ia mempersoalkan masa jabatan notaris hingga usia 65 tahun dan 67 tahun untuk perpanjangannya. Anisitus membandingkan dengan tidak ada batasan usia (pensiun) bagi advokat, dokter, dan dokter gigi (profesi seumur hidup). Apalagi, setelah memasuki usia pensiun, notaris tidak mendapat gaji dari negara.

Namun, permohonan ini diputus tidak dapat diterima. Dalam salah satu pertimbangannya, Mahkamah menilai penyusunan permohonan, khususnya uraian pada posita dan petitum tidak sesuai dengan Peraturan MK No.2 Tahun 2021, antara lain pemohon tidak menguraikan adanya pertentangan antara pasal dan/atau ayat yang dimohonkan pengujian dengan UUD 1945.

Padahal untuk dapatnya sebuah pasal dan/atau ayat undang-undang dinyatakan “tidak memiliki kekuatan hukum mengikat”, terlebih dahulu pasal dan/atau ayat tersebut harus terbukti dan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Karena itu, berkenaan dengan permohonan ini, Mahkamah tidak dapat memahami apa sesungguhnya yang dimohonkan pemohon. Dengan demikian, menurut Mahkamah permohonan pemohon tidak jelas atau kabur (obscuur).        

Kedua, mantan notaris dan notaris aktif yang memiliki hubungan ayah dan anak bernama Sunyoto (Pemohon I) dan Jaka Fiton (Pemohon II) dalam Perkara Nomor 34/PUU-XXII/2024. Keduanya, tengah memohon pengujian Pasal 1868 KUHPer, sejumlah pasal dalam UU Jabatan Notaris, serta UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Salah satu argumentasi para pemohon, notaris seharusnya diperlakukan sama dengan advokat dan dokter gigi yang tidak mempunyai masa akhir jabatan.

Mereka menilai terdapat diskriminasi antara notaris yang aktif dan tidak aktif. Notaris yang sudah tidak lagi aktif dapat dikenakan tuntutan yang berlaku surut. Ketika yang bersangkutan ditetapkan sudah tidak lagi menjabat sebagai notaris, maka dia tidak bisa lagi mendapat perlindungan dari Majelis Kehormatan Notaris baik secara perdata maupun pidana.

Para pemohon menginginkan masa jabatan notaris bisa diperpanjang selagi masih sehat. Setelah masa perpanjangan itu, para pemohon pun menginginkan terus masih bisa menjabat sepanjang mendapatkan rekomendasi dari Majelis Pengawas Notaris dengan menyampaikan bukti surat keterangan sehat fisik, mental, dan lainnya.

Tags:

Berita Terkait