Ia yakin netralitas dan integritas para hakim konstitusi akan tetap terjaga. Menurutnya, MK akan mengabulkan permohonan ini karena sangat jelas dilihat dari tafsir original intent, tafsir gramatikal, tafsir sistematis bahwa dalam naskah komprehensif pembahasan UUD 1945.
Baca:
- Dugaan Lobi-Lobi di Balik Perpanjangan Jabatan Arief Hidayat
- Dinilai Mumpuni, DPR Setujui Perpanjang Jabatan Arief Hidayat
- Kecewa dengan Ketua MK, Busyro dkk Cabut Uji UU MD3
- Diduga Lobi DPR, Dewan Etik Segera Periksa Arief Hidayat
Hak angket, lanjut Victor, dalam penjelasan Pasal 79 ayat (3) Hak Angket DPR hanya diperuntukan bagi Presiden, Wakil Presiden, menteri negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian. Hal ini sudah eksplisit dan limitatif, bukan lembaga tapi jabatan individu (pimpinan lembaganya). Dalam penjelasan Pasal 79 ayat (3) UU MD3 itu juga tak disebutkan KPK. Maka dari itu, KPK bukan bagian dari lembaga pemerintah non kementerian.
Terkait dugaan pelanggaran etik oleh Arief Hidayat, Victor menyarankan agar Arief tak diikutsertakan dalam RPHK perkara pengujian hak angket. Alasannya agar tak terjadi conflict of interest. Namun, untuk menghindari adanya usara genap (4-4), maka putusan dapat hanya diambil oleh 7 hakim konstitusi saja. Satu hakim selain Arief juga tak ikut menentukan putusan.
Sebelumnya, Busyro dkk mencabut permohonan pengujian UU MD3 tentang Hak Angket DPR untuk KPK dengan Perkara No. 40/PUU-XV/2017 dan Perkara No. 47/PUU-XV/2017. Pencabutan ini merupakan bentuk ketidakpercayaan para Pemohon terhadap Arief Hidayat yang diduga telah melanggar kode etik sebagai hakim konstitusi.
Dugaan pelanggaran etik tersebut lantaran Arief diduga telah melakukan lobi dengan Komisi III DPR agar tetap diperpanjang masa jabatannya sebagai hakim konstitusi. Usai melaksanakan fit and proper test, Arief Hidayat membantah tudingan tersebut. “Tidak ada lobi-lobi. Saya dating ke sini atas undangan resmi,” kata Arief.