Pemidanaan Daniel Tangkilisan dan Problematika Kebebasan Berekspresi
Terbaru

Pemidanaan Daniel Tangkilisan dan Problematika Kebebasan Berekspresi

Penerapan sejumlah pasal sebagai dasar pemidanaan memperlihatkan kekeliruan hukum dalam penggunaan pasal ujaran kebencian dan pencemaran nama baik, mengingat rumusan dan struktur kedua pasal tersebut telah diubah seiring dengan pengesahan UU ITE terbaru.

Hamalatul Qurani
Bacaan 5 Menit

Berikut 5 Poin Amicus Brief yang disorot ELSAM; Pertama, adanya problem penerapan hukum, mengingat telah terjadi perubahan hukum pidana terkait dengan ketentuan pidana yang dikenakan terhadap terdakwa. Ketentuan Pasal 1 ayat (2) KUHP mengatur bahwa “Dalam hal terdapat perubahan peraturan perundang-undangan sesudah perbuatan terjadi, diberlakukan peraturan perundang-undangan yang baru, kecuali ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama menguntungkan bagi pelaku dan pembantu Tindak Pidana.”

Pasal ini membatasi langsung larangan bahwa hukum pidana berlaku surut, sehingga memberikan efek retroaktif jika hukum yang lama tidak lebih meringankan. Hukum yang baru dapat digunakan untuk mengadili perbuatan yang telah terjadi selama proses penegakkan hukum sedang berlangsung, yang pada dasarnya, asas ini memberikan efek retroaktif only to non final judgments.

Menurut Yudi, jaksa keliru menerapkan pasal pidana dalam kasus Daniel sebab telah terjadi perubahan undang-undang sesudah perbuatan terjadi. Dengan demikian, yang berlaku terhadap kasus ini semestinya adalah UU No. 1 Tahun 2024 sebagai perubahan dari UU No. 19 Tahun 2016. Sebagaimana dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP lama maupun Pasal 3 ayat (1) KUHP baru bahwa dalam perubahan peraturan perundang- undangan setelah perbuatan terjadi, digunakan undang-undang yang baru kecuali undang-undang lama lebih menguntungkan, sehingga semestinya dakwaan gugur demi hukum.

Kedua, ujaran yang disyiarkan oleh Daniel Tangkilisan tidak termasuk dalam kualifikasi ujaran kebencian (hate speech). Penerapan pasal pidana ujaran kebencian, termasuk Pasal 28 ayat (2) UU ITE, seharusnya tidak bisa dilepaskan dari ketentuan Pasal 156 dan Pasal 157 KUHP (lama), sebagai acuan untuk memeriksa unsur-unsurnya, dan sifatnya kumulatif bukan alternatif.

Wahyudi mengatakan ketentuan Pasal 156 KUHP sendiri setidaknya memiliki empat unsur yang terdiri dari unsur di depan umum (in het openbaar), unsur menyatakan (uiting geven), unsur mengenai perasaan permusuhan, kebencian, atau merendahkan (aan goverdens van uijandschap, haat atau minachting), serta unsur mengenai satu atau lebih dari satu golongan penduduk Indonesia (tegen een of meer groepen der bovelking van Indonesia).

Oleh sebab itu suatu ujaran dapat dikatakan sebagai ujaran kebencian apabila terdapat niat jahat dari pelaku ujaran untuk mengajak memusuhi (incitement to hatred), mengajak mendiskriminasi (incitement to discriminate), dan ajakan melakukan kekerasan (incitement to violent), terhadap golongan-golongan penduduk tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antar-golongan. Sedangkan ujaran yang disampaikan oleh Daniel jauh atau bahkan sama sekali tidak memenuhi unsur-unsur tersebut.

Ketiga, unggahan Daniel Tangkilisan merupakan bagian dari ekspresi yang sah (legitimate expression) yang harus dilindungi. Kebebasan berekspresi melindungi semua bentuk ekspresi, termasuk yang substansinya berupa komentar kritis, gagasan yang bersifat sangat subjektif dan opini pribadi, yang disampaikan dengan menggunakan medium apa pun, termasuk internet.

Tags:

Berita Terkait