Pemerintah Yakin UU Cipta Kerja Dorong Akselerasi Pertumbuhan Bisnis dan Investasi
Berita

Pemerintah Yakin UU Cipta Kerja Dorong Akselerasi Pertumbuhan Bisnis dan Investasi

Diperlukan koordinasi dan sinergi yang kuat antara pemerintah dengan seluruh stokeholder.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Foto: RES
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Foto: RES

Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa tahun 2021 akan menjadi tahun yang penuh peluang, tahun opportunity, tahun pemulihan ekonomi nasional, dan pemulihan ekonomi global. Situasi itu menjadi yang tepat untuk kembali bekerja, kembali mengembangkan usaha, dan membuka lapangan kerja bagi jutaan pencari kerja.

Atas dasar itu pula, pemerintah optimis melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja akan mampu mendorong pertumbuhan bisnis dan investasi di tanah air, sehingga mampu mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi Covid-19.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan peningkatan iklim bisnis dan investasi Indonesia adalah suatu keharusan dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan sinergi yang kuat antara Pemerintah dengan seluruh stakeholder.

Pemerintah menargetkan ekonomi Indonesia dapat tumbuh di kisaran 4,5 persen hingga 5,5 persen di tahun 2021 dengan inflasi yang tetap terjaga di kisaran 3 persen. “Kondisi ini akan dapat tercapai dengan didukung oleh daya beli masyarakat dan sektor industri yang mulai pulih, seiring dengan berjalannya program pemulihan ekonomi dan berbagai upaya perbaikan,” ujar Airlangga dalam pernyataan tertulis Selasa (15/12). (Baca: Begini Reformasi Perizinan Usaha Bidang Kesehatan dalam UU Cipta Kerja)

Kebijakan APBN tahun 2021 juga diarahkan untuk mendukung akselerasi pemulihan dan transformasi ekonomi Indonesia. Kebijakan strategis tersebut meliputi pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, infrastruktur, ketahanan pangan, pariwisata, dan TIK. Selain itu, strategi pemulihan ekonomi akan diperkuat melalui program substitusi impor 35%.

Program ini akan mendorong pendalaman struktur industri pada 7 sektor industri prioritas, yaitu Industri Makanan dan Minuman, Tekstil dan Busana, Otomotif, Kimia, Elektronik, Farmasi, dan Alat Kesehatan. Secara bersamaan, program ini juga akan membantu meningkatkan investasi, sehingga tenaga kerja dapat terserap lebih banyak.

UU Cipta Kerja akan menjadi Big Game Changer untuk mendorong transformasi ekonomi, melalui reformasi regulasi dan mendorong kemudahan berusaha. Timing UU Cipta Kerja ini sangat tepat, karena penciptaan lapangan kerja akan membantu mengurangi dampak negatif pandemi terhadap mereka yang terkena PHK maupun dirumahkan. Melalui UU Cipta Kerja, Pemerintah mendorong penciptaan lapangan pekerjaan dan juga mendorong masyarakat berwirausaha.

“Di tengah dampak akibat pandemi, Pemerintah berharap tidak hanya dapat memberikan relaksasi kredit dan keringanan pembiayaan, namun Pemerintah juga secara konkret mendorong pertumbuhan ekonomi melalui berbagai kemudahan dalam berbisnis dan memberikan kepastian usaha,” tambahnya.

Selain itu, UU Cipta Kerja juga bertujuan untuk menjawab tantangan perekonomian Indonesia

lainnya, yaitu terkait daya tarik investasi. Saat ini, Pemerintah tengah menyelesaikan 3 aturan dalam bentuk RPP, yang berkaitan dengan Sovereign Wealth Fund (SWF) atau Lembaga Pengelola Investasi (LPI), yang menjadi salah satu solusi untuk mengelola dana investasi dari luar dan dalam negeri, sebagai sumber pembiayaan untuk proyek-proyek yang strategis.

Selain itu, meski ekonomi sudah mulai menunjukkan tren pemulihan, Airlangga menyebutkan bahwa pemerintah tetap menyiapkan berbagai program untuk memberikan perlindungan sosial kepada masyarakat yang terdampak pandemic Covid-19, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah, dan juga program dukungan UMKM, terutama kepada Usaha Mikro dan Kecil. Sejumlah program Dukungan UMKM yang telah digulirkan oleh pemerintah pada tahun 2020 seperti misalnya program subsidi bunga, dukungan pembiayaan, dan juga penjaminan akan kembali dilanjutkan di tahun 2021.

Pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 48,8 Triliun untuk program Dukungan UMKM di tahun 2021. Sedangkan untuk program Perlindungan Sosial, pemerintah akan melanjutkan program PKH, Kartu Sembako, Kartu Prakerja, Bansos Tunai dan BLT Desa.

“Pemerintah menyiapkan dana sebesar Rp110,2 Triliun di tahun 2021, untuk program Perlindungan Sosial. Pemerintah berkomitmen akan tetap menggulirkan berbagai program bantuan sosial tersebut, guna menjaga dan meningkatkan daya beli masyarakat, yang pada akhirnya memiliki kontribusi positif pada pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2021,” tandasnya.

Pengamat Ekonomi Chatib Basri menyatakan sejalan dengan keberadaan vaksin, pemulihan ekonomi Indonesia pun diprediksi akan dimulai pada 2021 mendatang. Pun demikian, dia menyebut sektor investasi disebut tidak akan mengalami kenaikan tajam pada tahun depan. Investasi akan kembali membaik setelah Indonesia melewati fase survival dan recovery, tepatnya pada tahun 2022.

“Kalau vaksin baru ada di tahun 2021, saya tidak yakin investasi swasta sudah naik tajam di 2021. Protokol masih inplace, setelah proses recovery mungkin itu adalah periode setelah ekonomi normal, perhitungan sederahana (ekonomi) akan mulai normal 2022, baru bisa bicara ekspansi investasi swasta dan lain-lain,” katanya.

Menurut Chatib, terdapat tiga periode pemulihan ekonomi pasca Covid-19. Pertama, periode survival, di mana setiap negara berada pada titik terendah ekonomi dan berupaya untuk tetap bertahan dalam situasi pandemi. Saat ini, Indonesia berada pada periode survival. (Baca Juga: Mau Beri Masukan Soal Aturan Turunan UU Cipta Kerja? Silakan Cek Portal ini)

Kedua, periode recovery. Recovery ekonomi baru akan berjalan setelah vaksin Covid-19 didistribusikan. Periode ini akan berjalan di tahun 2021 mendatang. Dan ketiga, periode normal, dimana pertumbuhan Covid-19 bisa ditekan dan aktivitas ekonomi kembali normal. Kondisi normal ini diprediksi akan tercapai di tahun 2022.

“Recovery hanya bisa dilakukan kalau pandemi bisa diatasi, kalau tidak bisa beraktivitas, ataupun aktivitas terbatas tidak mungkin investasi, investasi itu mungkin akan terjadi kalau pandemi teratasi,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait