Pemerintah Yakin APBNP 2014 Efektifkan Belanja Negara
Berita

Pemerintah Yakin APBNP 2014 Efektifkan Belanja Negara

Desain perlambatan belanja negara sengaja dilakukan untuk menghindari membengkaknya defisit fiskal.

FAT
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Yakin APBNP 2014 Efektifkan Belanja Negara
Hukumonline
Pemerintah meyakini belanja negara baru akan efektif usai APBN Perubahan 2014 disetujui. Keyakinan tersebut, kata Menteri Keuangan Chatib Basri, lantaran desain perlambatan belanja negara yang sengaja dilakukan pemerintah bertujuan untuk menghindari membengkaknya defisit fiskal.

Terlebih lagi, hingga akhir April 2014 defisit anggaran sudah mencapai 0,3 persen atau senilai Rp19,57 persen. Sebagaimana diketahui, pada APBN 2014, defisit fiskal ditetapkan sebesar 1,69 persen. Menurutnya, jika DPR sepakat untuk mengubah postur APBN 2014, maka efektifitas belanja negara ke depannya dapat terjadi.

"Sekarang sudah 0,3 persen. Makanya harus dijaga. Supaya nanti triwulan ketiga dan keempat tidak tiba-tiba disbursement-nya meledak," kata Chatib dalam acara forum diskusi tahunan bertajuk "Indonesia Corporate 2014: Political Beneficiaries" di Jakarta, Rabu (11/6).

Biasanya, lanjut Chatib, penyerapan anggaran akan lebih tinggi pada kuartal ketiga dan kuartal keempat. Atas dasar itu, pemerintah dalam RAPBNP 2014 mengajukan perubahan target defisit fiskal menjadi 2,5 persen. Ia mengatakan, jika belanja negara tak diperketat, maka defisit fiskal bisa melebihi tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Kalau belanja (2014) terlalu ketat, kemudian subsidinya naik, tentu nantinya defisit fiskal akan melebihi (tiga persen, red)," katanya.

Jika defisit APBN melampaui angka tiga persen, pemerintah khawatir dianggap melanggar UU. Menurutnya, penghematan belanja negara dengan melakukan pemotongan sejumlah anggaran Kementerian/Lembaga lebih dikarenakan cara pemerintah menjaga defisit fiskal. "Pokoknya kami menjaga fiskal dahulu. Nanti kalau APBN (2014) ada perubahan postur, maka setelah itu belanja akan lebih jelas," kata Chatib.

Di tempat yang sama, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adiyaswara memperkirakan, neraca transaksi berjalan dan neraca perdagangan masih akan mengalami tekanan di sepanjang kuartal kedua dan ketiga 2014. Hal ini bisa menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan moneter ke depannya.

"Ini memang harus masih menjadi faktor untuk mempertimbangan kebijakan moneter," kata Mirza.

Neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan ini menjadi salah satu data yang harus dilihat BI sebelum mengubah suku bunga acuan (BI Rate). Menurut Mirza, perubahan BI Rate akan tergantung pada realisasi data ekonomi dan estimasi data ke depannya.

Ia menuturkan, sejak kuartal keempat 2013 dan kuartal pertama 2014 neraca perdagangan Indonesia sudah mulai membaik. Namun karena ada pola musiman pada kuartal kedua 2014 yang menyebabkan angka impor tinggi dan menurunnya ekspor memicu terjadinya tekanan.

"Karena ada pola musiman di kuartal kedua (2014), sehingga impor kita cukup tinggi dan di saat bersamaan ternyata ekspor kita kembali mengalami penurunan. Jadi, ada pola musiman di impor dan ekspor," katanya.

Ke depan, lanjut Mirza, BI tetap menginginkan agar impor tak terlalu besar dan ekspor mengalami peningkatan. Menurutnya, keinginan BI ini akan dituangkan dalam kebijakan moneternya. Namun sayangnya, instrumen moneter BI masih sangat terbatas, yakni suku bunga dan kurs yang tergantung pada pasar.

"Kalau ditanya apakah kebijakan moneternya akan tetap? Saya rasa pesannya adalah bahwa kebijakan moneter masih tetap mempertahankan pola untuk mengurangi impor dan sambil mencoba memberikan stimulus kepada eksportir," tutupnya.
Tags:

Berita Terkait