Pemerintah Tunjuk Arbiter Hadapi Hesham-Rafat
Berita

Pemerintah Tunjuk Arbiter Hadapi Hesham-Rafat

Tinggal menunggu kesepakatan menunjuk arbiter yang menjadi ketua majelis.

Nov
Bacaan 2 Menit
Wakil Jaksa Agung Darmono, kejaksaan agung tunjuk arbiter hadapi Hesham-Rafat. Foto: SGP
Wakil Jaksa Agung Darmono, kejaksaan agung tunjuk arbiter hadapi Hesham-Rafat. Foto: SGP

Kejaksaan Agung sebagai kuasa hukum pemerintah telah menunjuk seorang arbiter untuk menghadapi gugatan Hesham Al Warraq dan Rafat Ali Risvi di arbitrase internasional, International Center for the Settlement of Investment Disputes (ICSID). Arbiter yang ditunjuk itu adalah Prof. M Sornarajah.

 

“Dia seorang arbiter berkewarganegaraan Australia keturunan New Zealand,” kata Wakil Jaksa Agung Darmono. Dalam penunjukan arbiter itu sebenarnya pemerintah Indonesia diberi waktu sampai 17 Agustus 2011. Namun, pada 3 Agustus 2011 lalu, pemerintah telah memberikan jawaban dengan menunjuk M Sornarajah.

 

Kubu Hesham-Rafat, lanjut Darmono, juga telah menunjuk seorang arbiter berkewarganegaraan Amerika Serikat bernama Joan E Donoghue. Kedua arbiter tersebut akan duduk dalam majelis arbitrase. “Dan mereka nanti yang menangani perkara itu,” ujarnya.

 

Setelah ditunjuknya arbiter oleh kedua belah pihak, tahapan selanjutnya adalah menunjuk tribunal president atau mirip denganketua majelis yang memimpin sidang. Tapi, karena belum ada kesepakatan siapa yang memimpin sidang, lanjut Darmono, “Maka akan diajukan perpanjangan waktu.”

 

Dengan demikian, pemerintah hingga kini belum akan memasuki materi perkara. Hal ini diamini oleh Iswahjudi A Karim dari Karimsyah Lawfirm yang juga ditunjuk pemerintah sebagai kuasa hukum. Namun Iswahjudi belum mau membeberkan duduk perkara dan kemungkinan proses persidangan nanti.

 

“Karena, UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa mengatakan rahasia prosedur arbitrase,” tuturnya lewat telepon. “Saya itu sebenarnya bisa memberikan tanggapan kalau putusan arbitrasenya sudah keluar. Kalau sekarang kan masih awal-awal.”

 

Untuk diketahui, pemerintah Indonesia hingga kini masih mengupayakan pengembalian aset dari para terpidana kasus Bank Century, diantaranya Hesham Al Warraq dan Rafat Ali Risvi. Alih-alihmerampas aset mereka dan mengembalikannya ke Indonesia, Hesham-Rafat malah mengajukan gugatan ke arbitrase internasional,International Center for the Settlement of Investment Disputes(ICSID). Dalam gugatan yang didaftarkan pada 19 Mei 2011 ini,pemerintah digugat AS$75 juta. 

 

Hesham dan Rafat adalah dua terpidana kasus Bank Century yang kini masih buron. Kedua mantan pemegang saham pengendali itu diputus bersalah secara in absentia di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mereka divonis bersalah karena melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan negara (melalui Lembaga Penjamin Simpanan –LPS) harus mengeluarkan dana talangan (bail out) senilai Rp6,7 triliun.

 

Dengan diberikannya dana talangan tersebut, Bank Century diambil alih oleh LPS dan berganti nama menjadi Bank Mutiara. Padahal, Hesham dan Rafat dahulu adalah pemegang saham pengendali di Bank Century. Hal inilah yang menjadi salah satu poin dalam gugatan Hesham-Rafat terhadap Pemerintah Indonesia di ICSID.

 

Menurut Wakil Jaksa Agung Darmono, ada dua poin dalam gugatan Hesham-Rafat. Pertama terkait masalah investasi Hesham-Rafat di Bank Century. Mereka merasa dirugikan setelah adanya kebijakan pemerintah untuk melakukan bail out kemudian mengambilalih Bank Century. Kedua terkait persidangan in absentia yang kini telah berkekuatan hukum tetap. “Mereka merasa hak-hak hukumnya sudah dilanggar sehingga mengajukan gugatan,” katanya di sela-sela Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR pertengahan Juli lalu.

 

Meski demikian, Darmono menyatakan kedudukan Hesham dan Rafat sebagai penggugat lemah. Hal itu dikarenakan Hesham dan Rafat sebenarnya tidak memiliki perusahaan secara resmi di Indonesia. “Kan, yang namanya gugatan arbitrase (ICSID) itu adalah menggugat kepada pemerintah karena ada suatu perusahaan yang menanamkan modal di suatu negara. Itu kan harus resmi perusahaannya, kemudian kedudukan hukumnya juga dia sebagai apa,” ujarnya.

 

“Dia nggak punya perusahaan resmi di Indonesia. Dia itu punya perusahaan di Bahama sana. Sehingga, dari sisi hak, dia juga sebenarnya tidak punya”. Terlebih lagi, gugatan di arbitrase internasional itu dikait-kaitkan dengan perkara pidana Hesham dan Rafat. “Ini artinya kedudukan mereka lemah. Apalagi gugatannya mengait kepada perkara pidana. Itu kan sudah di luar dari pada kompetensi arbitrase.”

Tags: