Pemerintah Tingkatkan Manfaat Jamsostek
Berita

Pemerintah Tingkatkan Manfaat Jamsostek

Program Jamsostek JPK dan JK mengalami perubahan.

Ady
Bacaan 2 Menit
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar. Foto: Sgp
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar. Foto: Sgp

Pemerintah meningkatkan manfaat program jaminan sosial tenaga kerja yang diterima pekerja. Terutama program jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) dan jaminan kematian (JK). Hal ini dilakukan melalui Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2012 tentang perubahan kedelapan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

“Penerbitan PP ini untuk memberikan manfaat program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang lebih baik bagi tenaga kerja dan keluarganya dengan cara meningkatkan manfaat jaminan dan kemudahan pelayanan bagi tenaga kerja dan keluarganya,” kata Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar di Kantor Kemnakertrans, Selasa (8/5). Terdapat tiga pasal yang memuat perubahan JPK dan JK yaitu pasal 9, 22 dan 26.


Untuk JPK, dalam ketentuan sebelumnya disebutkan bahwa iuran setinggi-tingginya Rp1 Juta dari upah sebulan. Sekarang, batas atas iuran 2 kali Pendapatan Tidak kena Pajak Keluarga dengan Anak Satu (PTKP-K1) atau Rp 3,08 Juta/bulan.


Kenaikan itu dibarengi dengan peningkatan manfaat JPK, meliputi cuci darah, jantung, kanker, HIV dan lainnya. Ketentuan peningkatan tersebut akan diatur lebih lanjut lewat perubahan Permenakertrans No.12 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.


Mengenai JK, sebelumnya, mengacu PP No.76 tahun 2007, total keseluruhan manfaat JK sebesar Rp16,8 juta. Saat ini meningkat menjadi Rp21 juta dengan perincian Rp14,2 Juta untuk santunan kematian, Rp2 juta untuk biaya pemakaman dan santunan sebesar Rp200 ribu selama 24 bulan atau dibayarkan di muka sekaligus Rp4,8 Juta. Sebelumnya pembayaran santunan itu hanya bisa dilakukan secara berkala setiap bulan.


Selain mengenai perubahan besaran manfaat program JK, PP 53/2012 ini juga mengatur perubahan ahli waris penerima manfaat. Dalam ketentuan sebelumnya hanya sebatas keturunan sedarah menurut garis lurus ke bawah atau garis lurus ke atas. Dihitung sampai derajat kedua yaitu janda, duda, anak sampai cucu atau kakek–nenek. Namun sekarang diperluas hingga mertua atau saudara kandung boleh menjadi ahli waris penerima manfaat.


Dalam PP No.53/2012 ini, pada Pasal 22 ditambahkan satu ayat baru yang intinya menjelaskan jika tenaga kerja tidak mempunyai surat wasiat, maka JK diberikan kepada Balai Harta Peninggalan sesuai peraturan perundang-undangan.


“Intinya pemerintah memberikan pelayanan terbaik bagi kesejahteraan pekerja yang memang belum sepenuhnya semua sejahtera,” Muhaimin menegaskan.


Terpisah, Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timbul Siregar menyambut baik PP 53/2012 ini sepanjang disertai peningkatan manfaat yang diterima pekerja. Namun ia mewanti-wanti PP tersebut tak hanya bagus di atas kertas, melainkan juga pelaksanaannya di lapangan.


Lebih jauh Timbul justru menyayangkan kenapa PP tersebut tidak turut merevisi iuran program Jaminan Hari Tua (JHT). Pasalnya sejak awal sampai sekarang besaran iuran itu hanya 5,7 persen, -3,7 persen dibayarkan pengusaha dan dua persen oleh pekerja-. Nilai itu menurut Timboel sangat kecil jika dibandingkan dengan besaran iuran program serupa yang ada di negara ASEAN, yaitu sebesar 15 persen.


Atas dasar itu Timboel mengusulkan agar iuran JHT, diubah menjadi 15 persen dengan rincian lima persen dibayar pekerja dan 10 persen pengusaha. Selama ini Timboel melihat ketika pekerja diputus hubungan kerja (PHK), uang JHT tidak cukup untuk sangu pekerja di hari tua. Akibatnya, pekerja menjadi menderita pasca PHK.


Selain itu secara tegas Timbul mengatakan, pemerintah seharusnya lebih mengutamakan untuk menerbitkan regulasi yang lebih penting. Yaitu peraturan turunan untuk UU SJSN dan UU BPJS.


Timbul mengingatkan sampai hari ini Menakertrans belum sedikit pun membahas regulasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan BPJS itu. Dia mengingatkan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berperan besar untuk menegur Muhaimin karena belum juga membahas regulasi itu.

Tags: