Pemerintah Tetap Optimis Menang Lawan Churchill
Utama

Pemerintah Tetap Optimis Menang Lawan Churchill

Churchill dituduh melakukan pemalsuan dokumen dan pelanggaran UUPMA.

KARTINI LARAS MAKMUR
Bacaan 2 Menit
Ketua APKASI Isran Noor. Foto: http://isrannoor-otoda.com/
Ketua APKASI Isran Noor. Foto: http://isrannoor-otoda.com/
Pemerintah melihat perusahaan tambang asal Inggris, Churchill Mining Plc, telah pesimis memenangkan gugatan arbitrase internasional. Soalnya, Churchill menurunkan gugatan ganti rugi dari AS$2 miliar menjadi AS$1,05 miliar ke pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia, Isran Noor yakin menang menghadapi gugatan itu.

"Mungkin mereka tidak yakin menang," kata Isran di sekretariat APKASI, Jakarta, Selasa (4/3).

Keyakinan lelaki yang juga menjabat sebagai Bupati Kutai Timur itu ditambah dengan adanya dugaan pihak Churchill memalsukan dokumen. Menurut Isran, ada indikasi Churchill membuat dokumen palsu untuk mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP). "Saya tidak pernah memberikan izin, makanya ada pemalsuan," katanya.

Isran menjelaskan, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur hanya menerbitkan IUP untuk Ridlatama Grup, bukan untuk Churchill. Dengan demikian, Isran menilai bahwa Ridlatama Grup yang menjual sahamnya ke Churcil telah melanggar Peraturan Penanaman Modal Asing (PMA) yang melarang kepemilikan Izin Usaha Pertambangan ke pihak asing. Hal tersebut yang juga melatarbelakangi keputusannya mencabut izin Churchill.

Ketika melakukan pencabutan izin, ia mengatakan belum tahu Ridlatama memiliki afiliasi dengan Churchill. Baru di tahap di pengadilan ia mengetahui bahwa Churchilll mengatakan memiliki saham di Ridlatama. Berdasarkan hukum yang berlaku, lanjut Isran, Kuasa Pertambangan (KP) hanya boleh dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum yang dimiliki 100 persen oleh orang Indonesia. Bila pun ada perubahan pemegang saham KP, itu harus dilaporkan kepada pemerintah daerah setempat.

"Nah, itu bentuk pelanggaran lainnya karena KP tidak boleh dimiliki asing menurut undang-undang. Kami sudah siap bahan dokumen siap, banyak, tadi bukti-bukti Undang-Undang PMA perusahaan asing tidak boleh dimilik asing yang boleh kontrak karya, PKP2B,  Ridlatama dimiliki 75%," ungkapnya.

Isran menegaskan, pihak Indonesia tidak akan menempatkan diri pada posisi bersalah. Oleh karena itu, dirinya menolak berdamai dengan pihak Churchill. Ia optimistis pemerintah Indonesia bisa menang di International Centre for Settlement of Investment Dispute (ICSID) tanpa harus menempuh jalan negosiasi.

Isran menuturkan, selama ini dia sempat didatangi oknum-oknum tertentu yang meminta berdamai. Dia juga mengaku takut akan ada usaha lain dari oknum-oknum tersebut meminta jalan damai. “Kami harus mewaspadai upaya segelintir orang mendorong Republik Indonesia melakukan negosiasi dan penyelesaian damai dengan bayar ganti rugi,” katanya.

Kasus ini bermula dari gugatan Churchill Mining terhadap Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda tahun 2010. Churchill menggugat keputusan Bupati Kutai Timur Isran Noor yang membatalkan IUP milik mereka. Kalah di PTUN, Churchill mengajukan gugatan ke ICSID. Tribunal yang terdiri dari Gabrielle Kaufmann-Kohler sebagai president, Michael Hwang SC dan Albert Jan van den Berg sebagai arbitortelah menolak keberatan atau juridictional challenges Indonesia.

Sebelumnya, Guru Besar Hukum Internasional FHUI Hikmahanto Juwana mengatakan, putusan ICSID yang dibuat belumlah menyentuh pokok perkara. Oleh karena itu, pemerintah tidak dapat dikatakan ‘kalah’. “Putusan masih terkait dengan kewenangan Majelis Arbitrase untuk memeriksa perkara,” ujar Himahanto.

Hikmahanto menjelaskan, dalam proses berperkara di lembaga peradilan, termasuk di ICSID, pada intinya ada tiga tahapan yang harus dilalui. Pertama, menentukan apakah lembaga peradilan memiliki kewenangan untuk memeriksa suatu perkara yang diajukan. Istilah hukum yang dikenal di Indonesia adalah eksepsi.

Para pihak akan berargumentasi dan saling mematahkan bahwa lembaga peradilan yang dituju memiliki atau tidak memiliki kewenangan. Majelis yang memeriksa perkara akan menentukan apakah dirinya berwenang atau tidak melalui sebuah putusan. Dalam perkara Churchill, putusan Majelis Arbitrase ada pada tahap ini.

Di tahap ini, pemerintah memiliki upaya hukum berupa pembatalan (annulment) atas putusan terkait dengan kewenangan Majelis Arbitrase. Ini diatur dalam Pasal 52 ayat 1 Konvensi ICSID. Jangka waktu yang diberikan untuk melakukan upaya hukum ini adalah 120 hari sejak putusan diterbitkan.

“Namun, bila pemerintah tidak menggunakan upaya hukum pembatalan maka Majelis Arbitrase akan memasuki tahap pemeriksaan atas pokok perkara,” ujarnya.

Dikatakan Hikmahanto, tahap pemeriksaan pokok perkara akan terkait dengan apa yang menjadi dasar gugatan dan jawaban atas gugatan. Dalam proses ini akan diperiksa oleh Majelis Arbitrase saksi fakta, bukti termasuk juga penyampaian keterangan ahli.

Proses pemeriksaan pokok perkara akan berakhir dengan suatu putusan. “Putusan berisi dikabulkan tuntutan penggugat untuk seluruhnya, dikabulkan tuntutan untuk sebagian atau tuntutan ditolak,” tuturnya.

Setelah putusan atas pokok perkara, tahap berikutnya adalah tahap pelaksanaan (enforcement) dari putusan. “Dalam tahap ini bukannya hal yang mudah. Tenaga, waktu dan biaya masih dibutuhkan, terutama bila pihak yang dikalahkan tidak mau menjalankan putusan secara sukarela,” jelasnya.  

Advokat Hotman Paris Hutapea setuju bahwa posisi hukum Indonesia sangat kuat. Dengan demikian, ia setuju bahwa lobi ke arah perdamaian tidak diperlukan. Kendati demikian, ia menyarankan agar tim kuasa hukum Indonesia perlu ditambah pengacara bisnis yang berskala internasional.

"Yang perlu diperhatikan adalah, tim kuasa hukum Indonesia perlu ditambah dengan pengacara bisnis internasional dalam bidang litigasi," jelas dia dalam siaran pers yang diterima hukumonline.

Untuk diketahui, sebagaimana disebutkan dalam siaran persnya, Hotman adalah kuasa hukum dari PT Kaltim Nusantara Coal, PT Nusantara Wahau Coal, dan PT Batubara Nusantara Kaltim yang menjadi pihak dalam perkara sengketa IUP dengan Ridlatama Group (Churchil Group). Pihak Hotman mengklaim telah memenangkan perkara ini hingga tingkat peninjauan kembali.

Tags:

Berita Terkait