Pemerintah Terbitkan Tiga Aturan untuk Antisipasi Krisis
Utama

Pemerintah Terbitkan Tiga Aturan untuk Antisipasi Krisis

Jenis aset bank yang bisa dijadikan agunan diperluas. Kriteria untuk mengubah simpanan yang dijamin LPS ditambah. Nilai nasabah hingga dua miliar rupiah dijamin Pemerintah.

Sut/CRU
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Terbitkan Tiga Aturan untuk Antisipasi Krisis
Hukumonline

 

Namun dalam Perppu ini, aset yang menjadi agunan diperluas. Aset tersebut berupa aset kredit dengan kolektibilitas lancar. Tujuan agar bank dapat memiliki akses yang lebih luas untuk memperoleh pendanaan dalam rangka pengelolaan kebutuhan likuiditasnya, ujar Boediono.

 

Sedangkan Perppu tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang LPS mengatur tentang penambahan kriteria yang dapat digunakan untuk mengubah nilai simpanan yang dijamin LPS. Beleid tersebut, kata Sri Mulyani, dibuat untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional. Caranya dengan menaikkan simpanan yang dijamin LPS, kata dia.

 

Seiring dengan terbitnya Perppu mengenai LPS tersebut, pemerintah juga menetapkan PP tentang Besaran Nilai Simpanan Yang Dijamin LPS. Berdasarkan PP ini, simpanan yang dijamin LPS naik 20 kali. Dari sebelumnya paling banyak Rp100 juta, menjadi Rp2 miliar untuk setiap nasabah dalam satu bank.

 

Sebelum keluar tiga aturan ini, akhir pekan lalu pemerintah melalui Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) juga telah menerbitkan aturan tentang pembelian saham kembali (buyback) oleh emiten atau perusahaan publik.

 

Sementara Perppu tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) yang juga dinanti-nanti oleh pasar, dijanjikan pemerintah terbit pekan ini.

 

Bingungkan pasar

Anggota DPR dari Komisi XI bidang keuangan dan perbankan, Harry Azhar Azis, menyangsikan efektifitas ketiga aturan tersebut. Saya khawatir Perppu tersebut malah memperluas pasar spekulasi, ujar anggota dewan dari Fraksi Golkar ini menanggapi Perppu tentang Perubahan Kedua atas UU BI.

 

Sementara mengenai Perppu LPS, Harry memprediksikan kebijakan tersebut justru akan membebankan perbankan dan sektor riil. Menurutnya, jika nilai simpanan nasabah yang dijamin LPS naik hingga Rp2 miliar, maka bank akan mencari sumber lain untuk menyetor uang ke LPS.

 

Kalau itu benar, maka perbankan akan save betul. Akhirnya konsumen lah yang akan membayar itu. Perbankan akan men-charge konsumen dengan suku bunga yang lebih tinggi dari apa yang ada sekarang. Kalau sekarang suku bunga 14 maka kemungkinan bank akan menaikan suku bunga kredit menjadi 16 persen, kata Ketua Panitia Anggaran DPR ini.

 

Senada dengan Harry, pengamat perbankan Achmad Deni Daruri menilai langkah-langkah yang dilakukan pemerintah justru membingungkan pasar. Misalnya, rapat yang dilakukan Menteri Keuangan di hari minggu setelah lebaran justru ditanggapi negatif oleh pasar. Ternyata, kata Deni, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam rapat tersebut dianggap oleh pasar tak menjawab permasalahan yang ada.

 

Begitu juga dengan pertemuan antara Presiden dengan dunia usaha yang tidak merepresentasikan kekuatan ekonomi Indonesia yang sesungguhnya. Pertemuan itu tidak membahas Incentive-Intensity Principle Prendergast 1999, dimana bonus dan gaji otoritas pasar modal, anggota bursa, bank dan emiten belum tersentuh untuk dipangkas habis-habisan seperti di Amerika Serikat dan Eropa, tegas Presiden Center for Banking Crisis (CBC) ini.

 

Akibatnya, kata Deni, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus meluncur turun dengan deras. Deni menduga pekan ini adalah pekan dimana akan terjadi panic selling lanjutan pasca-penutupan bursa sebelumnya. Alasannya, belum ada penjelasan yang cukup kepada pasar tentang persoalan yang ada dan bagaimana cara otoritas pasar modal menanganinya.

 

Usulan DPR dan pengamat ekonomi supaya dibuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mengantisipasi krisis direspon oleh pemerintah. Tak lama setelah perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) awal pekan ini dibuka kembali, pemerintah mengumumkan telah menetapkan dua Perppu dan satu Peraturan Pemerintah (PP).

 

Kedua aturan itu adalah Perppu tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang tentang Bank Indonesia (BI), dan Perppu tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Satu lagi, PP yang mengatur tentang Besaran Nilai Simpanan Yang Dijamin LPS. Ketiga aturan yang mulai berlaku sejak 13 Oktober 2008 ini, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, sudah diteken Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, namun belum diberi nomor.

 

Sri menjelaskan, peraturan-peraturan ini terbit untuk mengantisipasi krisis keuangan yang sedang melanda dunia. Menurutnya, krisis telah mengakibatkan terganggunya sistem perbankan di beberapa negara. Antara lain ditandai dengan semakin ketatnya likuiditas dan terganggunya kesehatan bank. Kondisi tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap stabilitas sistem perbankan nasional. Pemerintah perlu segera diambil langkah antisipatif guna menjaga likuiditas perbankan nasional dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan nasional, ujar Sri Mulyani saat menyampaikan keterangan pers bersama Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Senin (13/10) pagi.

 

Sri menjelaskan, Perppu tentang Perubahan Kedua atas UU BI mengatur tentang perluasan jenis aset bank yang dapat dijadikan agunan untuk mendapatkan fasititas pendanaan jangka pendek (FPJP) dari BI. Pada ketentuan sebelumnya, aset yang menjadi agunan harus berkualitas tinggi dan mudah dicairkan, yaitu berupa surat berharga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Utang Negara (SUN).

Halaman Selanjutnya:
Tags: