Pemerintah Terbitkan Dua PP Turunan UU Cipta Kerja di Sektor Investasi
Utama

Pemerintah Terbitkan Dua PP Turunan UU Cipta Kerja di Sektor Investasi

LPI mengelola investasi dan bertujuan untuk meningkatkan dan mengoptimalkan nilai investasi yang dikelola secara jangka panjang dalam rangka mendukung pembangunan secara berkelanjutan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.  Foto: RES
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Foto: RES

Pemerintah menerbitkan dua peraturan pelaksana turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dua PP tersebut adalah PP No.73 Tahun 2020 tentang Modal Awal Lembaga Pengelola Investasi dan PP No.74 Tahun 2020 tentang Lembaga Pengelola Investasi.

Kedua Peraturan Pemerintah ini bertujuan untuk menjawab tantangan struktural dari sisi investasi, di mana kapasitas pembiayaan dalam negeri belum cukup untuk mendanai pembangunan ekonomi ke depan. Selain itu, Pemerintah juga membutuhkan mitra strategis yang kuat secara hukum dan kelembagaan untuk menarik investasi dari investor global.

“Lembaga Pengelola Investasi akan mengelola dana investasi dari luar negeri dan dalam negeri sebagai sumber pembiayaan alternatif dan sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap dana jangka pendek”, ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Rabu (16/12).

Lembaga Pengelola Investasi (LPI) berfungsi mengelola investasi, dan bertujuan untuk meningkatkan dan mengoptimalkan nilai investasi yang dikelola secara jangka panjang dalam rangka mendukung pembangunan secara berkelanjutan. Peraturan Pemerintah ini akan membantu optimalisasi nilai investasi pemerintah dengan meningkatkan alternatif pembiayaan melalui investasi langsung, sekaligus mendorong perbaikan iklim investasi.

“Pembiayaan alternatif yang disediakan juga dapat digunakan untuk mendorong pendanaan pada proyek infrastruktur, sesuai dengan arah kebijakan ke depan”, imbuh Menko Airlangga. (Baca: Pemerintah Yakin UU Cipta Kerja Dorong Akselerasi Pertumbuhan Bisnis dan Investasi)

LPI merupakan Badan Hukum Indonesia yang sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Melalui PP No.73 Tahun 2020, LPI memperoleh dukungan modal awal sebesar Rp 15 Triliun atau setara dengan sekitar US$ 1 Miliar. “Pemerintah akan memberikan dukungan berupa penyertaan modal awal dari APBN Tahun 2020 sesuai dengan peraturan yang berlaku”, kata Menko Perekonomian.

Pemenuhan modal LPI secara bertahap akan dilakukan hingga mencapai Rp 75 Triliun atau setara dengan US$ 5 Miliar di tahun 2021, sebagaimana tercantum dalam PP No. 74 Tahun 2020. Dukungan modal ini diharapkan dapat membantu LPI dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, sesuai dengan 6 (enam) kewenangan yang diberikan, yakni melakukan penempatan dana dalam instrumen keuangan, menjalankan kegiatan pengelolaan aset, melakukan kerja sama dengan pihak lain, termasuk entitas dana perwalian (trust fund), menentukan calon mitra investasi, memberikan dan menerima pinjaman, dan menatausahakan aset.

“LPI diharapkan memiliki fleksibiltas dalam melakukan investasi, manajemen yang profesional dan independen, serta mampu meng-capture appetite investor,” jelas Airlangga.

Struktur LPI bersifat two-tier yang diisi oleh kombinasi pemerintah dan profesional. Dewan Pengawas yang terdiri dari Menteri Keuangan, Menteri BUMN, dan 3 (tiga) orang dari unsur professional, akan memberikan laporan pertanggungjawaban ke Presiden. Sementara itu, Dewan Direktur yang terdiri atas 5 (lima) orang dari unsur profesional akan memberikan Laporan Tahunan dan Laporan Pertanggungjawaban kepada Dewan Pengawas.

Melalui struktur kelembagaan dan manajemen yang kuat, LPI akan bekerja sama dengan mitra investor dalam sektor komersial yang penting bagi pembangunan dan penciptaan lapangan kerja.

Sebagaimana diketahui, pada akhir November 2020, US DFC telah menandatangani surat minat untuk menginvestasikan US$ 2 Miliar ke LPI. Komitmen investasi juga datang dari JBIC yang telah berkomitmen untuk menginvestasikan US$ 4 Miliar.

Sebelumnya, praktik penggunaan LPI memang banyak digunakan di berbagai negara di dunia. Namun menurut Wakil Direktur Indef, Eko Listyanto, pemerintah harus berhati-hati dan mempertimbangkan banyak hal jika ingin mengadopsi sistem tersebut. “Esensi atau bagian penting di UU Ciptaker terkait investasi adalah tentang ide baru membentuk Lembaga Pengelola Investasi (LPI). Namun hal ini perlu dikritisi,” kata Eko dalam sebuah webinar, Senin (2/11).

Eko menjelaskan bahwa terdapat tujuan yang beragam pada beberapa negara yang mempunyai lembaga semacam LPI. Ada yang menggunakan LPI sebagai stabilisasi ekonomi atupun saving, dan ada pula negara yang mengkombinasikan keduanya.

Posisi Indonesia, lanjut Eko, biasanya berada pada posisi kombinasi antara stabilisasi ekonomi dan saving. Namun persoalannya apakah sistem LPI cocok digunakan di Indonesia. Apalagi jika tujuannya adalah untuk melindungi anggaran pemerintah, hal ini diyakini tidak efektif.

Hal tersebut didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Reserve Bank of Australia (RBA) yang menyebutkan bahwa efektivitas LPI dalam mengelola pendapatan komoditas beragam. Namun secara umum, dana dengan tujuan mengumpulkan kekayaan lebih berhasil daripada yang dirancang untuk melindungi anggaran pemerintah dan ekonomi domestik dari volatilitas pendapatan komoditas.

“Ada kata-kata development dan ini jadi kata kunci, ke mana arahnya profit atau semangat pembangunan. Sebagian negara ada yang tujuan stabilisasi, saving, ada yang juga kombinasi stabilisasi dan saving, biasanya Indonesia memilih kombinasi. Kesimpulannya jika tujuan dirancang LPI untuk melindungi anggaran pemerintah kurang berhasil.  Model LPI ini cocok untuk konteks Indonesia ke depan, belum cocok untuk saat ini,” imbuhnya.

Eko juga menyebutkan terdapat risiko yang cukup besar ketika pemerintah menjadikan investasi dan pembentukan LPI untuk mempercepat pembangunan. Risiko dimaksud adalah proyek-proyek yang didanai tidak produktif, sehingga tidak menghasilkan return. Maka pemerintah perlu berhitung dan mempertimbangkan secara matang dan hati-hati. Namun tak menutup kemungkinan juga praktik LPI di Indonesia berjalan dengan baik.

 

Tags:

Berita Terkait