Pemerintah Tak Serius Tangani Konflik SDA
Berita

Pemerintah Tak Serius Tangani Konflik SDA

Harus dibuat perangkat hukum untuk menjerat perusahaan yang melakukan pelanggaran HAM.

Ady
Bacaan 2 Menit

Atas dasar itu Andri memprediksi pasca lebaran tahun ini, konflik tambang semakin meluas. Karena perusahaan tambang besar mulai melebarkan sayap bisnisnya ke beberapa daerah dan sikap serta regulasi pemerintah tidak mampu mengelola pertambangan yang berbasiskan HAM. Oleh karenanya Andri mengajak berbagai pihak untuk mencegah berulangnya pelanggaran HAM dalam menyelesaikan konflik di sektor pertambangan.

Pada kesempatan yang sama komisioner Komnas HAM, Ridha Saleh, mengatakan konflik di sektor pertambangan terkait dengan kepentingan modal. Pasalnya, perusahaan tambang menginvestasikan dana dalam jumlah yang cukup besar untuk menjalankan bisnisnya. Aparat keamanan menurut Ridha juga memiliki kepentingan dalam sektor pertambangan. Seperti mendapat biaya operasional, saham perusahaan dan lainnya. Hal itulah yang menurut Ridha memberi kontribusi atas kebrutalan aparat keamanan ketika berhadapan dengan warga.

Selain itu hal lain yang menyumbang tindak kekerasan yang dilakukan aparat keamanan terhadap warga adalah peraturan yang digunakan dalam menangani aksi unjuk rasa. Ridha menilai regulasi itu digunakan secara serta merta ke semua bentuk unjuk rasa. Mestinya, cara-cara yang digunakan aparat keamanan dalam menangani setiap aksi unjuk rasa harus mengacu pada kondisi massa yang dihadapi. Aksi petani yang membela haknya atas tanah dengan aksi yang dilakukan LSM itu berbeda, lanjut Ridha.

Ironisnya lagi berbagai regulasi yang diterbitkan pemerintah di sektor pertambangan tidak melindungi hak-hak warga, tapi sebaliknya. UU Penanganan Konflik Sosial adalah salah satu regulasi yang disorot tajam Ridha karena tidak memberi resolusi yang memenuhi rasa keadilan bagi rakyat. Dari pantauannya Ridha menyebut sejarah pengelolaan SDA di Indonesia sejak era Orde Baru sampai saat ini selalu diwarnai dengan tindak kekerasan aparat keamanan.

Menurut Ridha, wajar ketika Jatam memprediksi bahwa tindak kekerasan dalam konflik SDA akan meningkat, karena pemerintah tidak memberi perlindungan kepada rakyat. Ridha melihat berbagai kebijakan terkait SDA yang diterbitkan pemerintah bermotif liberalisasi. Sehingga modal secara masif masuk ke berbagai sektor SDA. Akibatnya, rakyat terkena dampak negatif secara langsung.

Salah satu indikasi dari dampak negatif itu adalah banyaknya pengaduan yang masuk ke Komnas HAM namun tidak direspon oleh pihak yang bersangkutan. Dari data tahun 2011, Ridha mengatakan dari enam ribuan rekomendasi yang diterbitkan Komnas HAM, hanya 25 persen yang direspon. Terkait dengan sektor pertambangan, dari ribuan kasus yang ada, hanya kasus pertambangan di Bima yang tindak lanjutnya cukup memuaskan.

Walau begitu Ridha merasa pencabutan izin terhadap perusahaan tambang di Bima itu bukan karena rekomendasi Komnas HAM, tapi desakan warga yang sangat masif terhadap pemerintah. “Itu karena warga yang bergerak,” ujarnya.

Menurut Ridha, kejahatan terhadap warga di lokasi pertambangan sudah sangat modern, sehingga regulasi yang ada tidak dapat menjerat pelaku kejahatan. Oleh karenanya Ridha menyebut harus ada perangkat hukum yang mampu memberi hukuman berat terhadap pelaku kejahatan di sektor pertambangan. Misalnya dalam UU Pengadilan HAM, Ridha menyebut peraturan itu tidak mampu menjerat pelaku kejahatan di sektor pertambangan. Maka dari itu Ridha mengatakan Komnas HAM berencana untuk merevisi UU Pengadilan HAM.

Tags: